Menuju konten utama

Mewaspadai Bangkitnya Sel Tidur Teroris Jelang Asian Games

Ledakan bom yang terjadi di Pasuruan, Jawa Timur harus menjadi alarm keras bagi aparat dalam mengantisipasi bangkitnya sel tidur teroris.

Mewaspadai Bangkitnya Sel Tidur Teroris Jelang Asian Games
Petugas kepolisian berjaga di ledakan bom di kawasan Pogar, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (5/7/2018). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

tirto.id - Bom sempat meledak di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis siang (5/7/2018). Ledakan yang menyebabkan satu orang anak berusia enam tahun terluka itu merupakan yang pertama kali sejak Aman Abdurrahman, pentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 22 Juni lalu.

Peristiwa ini memunculkan pertanyaan, apakah sel tidur jaringan terorisme sedang bangkit? Ihwal ini sempat jadi kewaspadaan pihak kepolisian usai vonis Aman Abdurrahman.

Peneliti gerakan radikalisme dari UIN Syarif Hidayatullah M. Zaki Mubarak dan pengamat terorisme Al Chaidar sependapat soal dugaan itu. Apalagi berdasarkan pemeriksaan, Polri menyimpulkan bahwa terduga pelaku bom yang meledak secara tidak sengaja di Pasuruan itu merupakan anggota JAD.

“Walaupun dia [Anwardi] berbaiat pada ISIS, tapi keseharian dan alat bukti terduga pelaku masuk dalam jaringan JAD,” kata Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Mohammad Iqbal di Jakarta, Jumat (6/7/2018).

M. Zaki Mubarak mengatakan untungnya pihak kepolisian bertindak cepat sehingga dugaan dari rencana aksi sel tidur jaringan teroris bisa dicegah. Zaki berpendapat soal dugaan bangkitnya sel tidur teroris terlihat dari ratusan anggota JAD yang ditangkap di sejumlah daerah, menjelang maupun sesudah vonis Aman Abdurrahman.

“Jelang vonis Aman itu ada ratusan aktivis JAD ditangkap di Jatim, Jateng sampai Sulawesi. Menurut saya, mereka akan cenderung pertama memilih cara-cara sifatnya individual [dalam melakukan aksi teror], tidak seperti dulu,” kata Zaki kepada Tirto, Sabtu (7/7/2018).

Menurut Zaki, pola gerakan jaringan teroris ini memang mulai berubah dari kelompok yang terorganisir secara terbuka menjadi kelompok bawah tanah. Strategi aksi teror pun berubah setelah penangkapan besar-besaran yang dilakukan aparat.

“Ada evolusi dalam gerakan. Tadi yang sifatnya serangan besar-besaran, sekarang kecil-kecilan tapi menyebar,” kata Zaki.

Dosen ilmu politik yang menulis tema “Dari NII ke ISIS: Transformasi Ideologi dan Gerakan dalam Islam Radikal di Indonesia Kontemporer” ini mengatakan kelompok teror ini lebih memilih cara lone wolf dalam melakukan aksinya. Mereka akan meneror titik-titik tertentu secara bersamaan dalam jumlah kecil, seperti kasus serangan kantor polisi di Surabaya dan Riau.

Al Chaidar sependapat dengan Zaki. Bahkan Chaidar mengatakan setidaknya sel tidur teroris berada di sejumlah provinsi siap melancarkan aksi. Artinya, bila hal tersebut tidak diantisipasi, maka bisa saja sel-sel tidur teroris itu menjadi ancaman, apalagi menjelang gelaran Asian Games dan Pemilu 2019.

Bisa Menyasar Asian Games

Peristiwa ledakan bom yang terjadi di Pasuruan, Jawa Timur mestinya menjadi alarm bagi pihak kepolisian dalam mengantisipasi bangkitnya sel tidur teroris, khususnya saat gelaran Asian Games, pada Agustus-September 2018. Sebelumnya, pemerintah dan aparat sempat sibuk dengan hajatan Pilkada.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan pemilik bom di Bangil, Pasuruan, diduga ingin menyerang TPS saat Pilkada 2018. Namun, rencana itu batal dilaksanakan karena polisi melakukan operasi besar dengan menangkap 138 orang setelah kejadian bom Surabaya. Operasi besar itu membuat pelaku ragu-ragu untuk melancarkan aksinya.

Zaki Mubarak berharap kepolisian meningkatkan pengamanan dan kewaspadaan saat gelaran Asian Games yang akan digelar di Jakarta dan Palembang. Ia menduga peluang kebangkitan sel tidur teroris juga akan kembali terjadi saat momentum Asian Games 2018.

“Saya khawatir mereka akan memanfaatkan momentum Asian Games karena mereka tidak hanya menyerang, tapi juga butuh ekspose dunia internasional,” kata Zaki.

Kekhawatiran Zaki cukup beralasan, pelaku teror biasanya akan memanfaatkan perhatian dunia internasional dan ingin menjatuhkan kredibilitas pemerintah Indonesia.

Al Chaidar juga sependapat, kelompok JAD tidak menutup kemungkinan bakal meneror pelaksanaan Asian Games. “Tentang Asian Games memang pernah ada komunikasi mereka tentang hal itu. Saya pernah baca dan kemungkinan mereka akan serang, itu saya lihat sendiri tentang hal itu,” kata Al Chaidar.

Respons Kepolisian

Peringatan dari Zaki dan Chaidar tentu sudah jadi perhatian polisi. Pihak Mabes Polri pun mengaku sudah mengantisipasi ancaman bangkitnya sel tidur teroris yang berafiliasi dengan ISIS. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol M. Iqbal akan terus mendeteksi potensi teror. Polisi juga melibatkan masyarakat.

“Pada prinsipnya kita bekerja terus beserta seluruh elemen masyarakat dari satuan paling ujung RT, RW, orangtua, keluarga, camat sampai pembesar kabupaten/kota daerah untuk melakukan antisipasi itu,” kata Iqbal, Minggu (8/7/2018).

Iqbal menerangkan, peran serta masyarakat diperlukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku teror. Pencegahan juga dilakukan agar para pelaku sadar sebelum bertindak. “Jadi orang-orang yang telanjur salah pemahamannya kembali ke jalan yang benar. Itu peran serta masjid dan peran apapun," kata Iqbal.

Sementara khusus untuk Asian Games, Iqbal memastikan perhelatan besar tersebut akan aman. Ia menjamin perhelatan Asian Games akan terbebas dari aksi teror. “Sudah lebih dari 10.000 pasukan kami turunkan. Kami menjamin Asian Games aman terkendali,” kata Iqbal.

Namun, Zaki Mubarak tetap merekomendasikan agar aparat mulai memperluas jaringan pemantauan. Setelah melihat evolusi aksi teror, Zaki berharap kepolisian mulai melirik simpatisan di luar struktur JAD. Sehingga potensi ancaman teror bisa lebih ditekan.

"Jadi di struktur enggak ada, tapi harusnya polisi punya cara lain untuk melihat siapa yang aktif mendatangi penjara-penjara, aktif berkomunikasi dengan beberapa napi teroris yang ada di penjara,” kata Zaki mengingatkan.

Al Chaidar merekomendasikan agar aparat memperkuat pemantauan di dunia maya. Alasannya, saat ini para pelaku teror aktif menggunakan media sosial, seperti Telegram, WhatsApp atau game sebagai sarana komunikasi.

Baca juga artikel terkait ASIAN GAMES 2018 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz