Menuju konten utama

Meski Jadul, Kiwari SMS Banyak Digunakan Lagi

Di tengah kesadaran masyarakat yang semakin tinggi soal keamanan akun pelbagai layanan internet, jumlah pesan yang dikirim melalui SMS kembali meningkat.

Meski Jadul, Kiwari SMS Banyak Digunakan Lagi
Ilustrasi pesan di handphone. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Di tengah laju Research In Motion (RIM) yang tersendat pada 2003, tiga orang karyawan RIM berinisiatif membangun produk baru yang diyakini dapat membantu perusahaan berkembang dan membuat mereka terhindar dari gelombang PHK.

Ketiga karyawan tersebut, Chris Wormald, Gary Klassen, dan Craig Dunk, berinisiatif menciptakan aplikasi pesan instan yang dapat bersaing dengan Yahoo Messenger--layanan pesan instan berbasis internet yang tengah menggurita saat itu--untuk dibenamkan pada BlackBerry, ponsel pintar besutan RIM. Dan untuk mengalahkan Yahoo Messenger, sebagaimana dipaparkan Jacquin McNish dalam Losing the Signal: The Spectacular Rise and Fall of BlackBerry (2015), ketiga karyawan RIM ini tidak membangun aplikasi pesan instan biasa, tetapi real-time atau dapat digunakan berkomunikasi secara langsung, dua arah, tanpa jeda apapun.

Namun, dalam proses pengembangan aplikasi chat real-time, mereka tersadar bahwa belum ada teknologi yang dapat mendukung keinginan mereka. Ketika sebuah pesan dikirim, tidak ada teknologi yang dapat memberi tahu bahwa pesan tersebut memang terkirim atau bahkan memberi tahu pengirim pesan bahwa orang yang dikiriminya benar-benar ada di depan ponsel. Sebuah kelemahan yang tidak dimiliki panggilan telepon (phone call) di mana dering ponsel (nada sambung) menjadi teknik jadul komunikasi real-time dapat dilakukan.

Awalnya, teknik jadul ala panggilan telepon hendak dimanfaatkan, tetapi karena ketiga karyawan RIM ini memiliki anak yang masih berusia belia di keluarga masing-masing, mereka terpanggil untuk menciptakan teknologi baru, yakni berkomunikasi dengan istri masing-masing tanpa mengganggu anak-anak mereka.

Teknologi baru itu--setelah bekerja siang malam dan dihantui gelombang PHK yang tengah menerpa RIM--adalah data call. Sebuah teknologi yang berperilaku seperti panggilan telepon, mengirim dan menerima data internet bolak-balik secara terus menerus. Terowongan data yang memungkinkan chat real-time pun terjadi. Dan untuk memberi tahu si pengirim pesan bahwa pesan yang dikirimnya diterima (atau mengetahui bahwa orang yang diajak berkomunikasi tengah berada di depan ponsel), ketiga karyawan RIM ini memanfaatkan teknik sederhana, yakni session time.

Mereka menangkap perilaku orang yang tengah membuka aplikasi yang mereka kembangkan sebagai "log in", dan membuka pesan yang dikirim sebagai "sub-log in". Maka, ketika "log in" dan "sub-log in" dilakukan, status "online" serta "unread" atau "D" dan "read" atau "R"--atau centang biru dalam dunia WhatsApp--bisa diketahui langsung.

Pada 2005, melalui tangan tiga karyawan RIM yang ketakutan di-PHK, QuickMessenger alias BlackBerry Messenger (BBM) berhasil diciptakan. Bertranformasi menjadi "killer app" pertama di dunia ponsel yang digunakan lebih dari 60 juta pengguna pada 2011.

Sebuah aplikasi chat real-time, tulis McNish, "andalan RIM melesatkan penjualan BlackBerry di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Brazil, dan Afrika Selatan, mengalahkan fitur e-mail push notification yang digemari negara-negara maju." Ini terjadi karena RIM tidak membuat BBM versi platform manapun selain BlackBerry. Langkah yang ditiru Apple ketika perusahaan yang didirikan Steve Jobs dan Steve Wozniak itu melahirkan iMessage untuk hanya digunakan pada iPhone.

Meskipun iMessage serupa BBM, namun menurut Walter Isaacson dalam biografi Steve Jobs (2011) dan Brian Merchant dalam The One Device: The Secret History of the IPhone (2017), Apple memilih menggabungkan kekuatan chat yang mereka bangun dengan Short Message Service (SMS)--standar komunikasi berbasis teks di ponsel yang dikembangkan oleh Global System for Mobile Communications (GSM) pada 1986.

Melalui iMessages, sesama pengguna iPhone dapat berkirim pesan memanfaatkan jaringan internet. Sebaliknya, jika sistem iMessage mendeteksi bahwa orang yang dikirimi pesan menggunakan ponsel non-Apple (Android maksudnya), iMessages secara otomasis memanfaatkan SMS.

Serupa dengan BBM, keputusan Apple untuk tidak membuat iMessages versi Android atau platform non-Apple lainnya membuat aplikasi pesan instan ini seakan "membungkam" pengguna lama dan pengguna baru untuk tetap menggunakan iPhone, bukan yang lain. Sebuah sikap yang untungnya tidak ditiru Google dalam mengembangkan Rich Communication Services (RCS) yang terdapat dalam aplikasi Messages untuk Android.

Merujuk buku berjudul Androids: The Team That Built the Android Operating System (2021) yang ditulis Chet Haase, seperti iMessage, RCS merupakan teknologi yang memungkinkan SMS biasa distandardisasi hingga membuatnya menampilkan fitur-fitur ala aplikasi pesan instan terkini seperti WhatsApp. Namun, jika BBM, iMessage, hingga WhatsApp merupakan over-the-top service (OTT)--layanan yang menumpang di jaringan milik perusahaan telekomunikasi dalam hal ini infrastruktur internet--klaim Google aplikasi Messages merupakan carrier-based service alias SMS versi mutakhir. Dalam proses pengembangan RCS, Google bekerjasama dengan 50 operator telekomunikasi di seluruh dunia semenjak 2018 lalu.

Bagi Google, jika RCS sukses, SMS akan bertransformasi menjadi modern, mengikuti zaman. Selain terbebas dari limit 160 karakter, fitur-fitur seperti read receipt, typing indicator, grup, emoticon, bahkan multimedia seperti sticker maupun foto dan video dapat dikirim melalui SMS. Tak ketinggalan, karena RCS dikembangkan untuk memodernisasi SMS, ia dapat dimanfaatkan/dikirim/diterima lintas platform, baik iOS, Android, ataupun feature phone.

Sayangnya, keinginan Google untuk memodernisasi SMS hingga hari ini tak berujung manis atau lebih pas dianggap gagal. Alasannya, pertama, sejak RCS dikembangkan hingga hari ini, Apple tak mau membenamkan teknologi RCS pada iMessages. Hal ini membuat pesan yang dikirim pengguna Android via Messages yang telah terpasang RCS dianggap SMS biasa oleh iMessages. Ini terjadi karena Apple menginginkan pengguna iPhone terkurung dengan iMassages. Alasan kedua dan menjadi paling utama, meskipun bekerjasama dengan 50 operator telekomunikasi di seluruh dunia, ke-50 operator tidak ikhlas melihat RCS masuk ke tubuh SMS.

Mengapa? Ya, karena saat ini SMS memang kalah dibandingkan aplikasi pesan instan modern seperti WhatsApp. Di Amerika Serikat, misalnya, setelah menjadi teknologi di balik 2,3 miliar pesan yang dikirim pada 2012, jumlah pesan yang dikirim via SMS menurun, berada di angka 1,5 miliar pesan pada 2017.

Infografik Google Messenger

Infografik Produk Pesan Instan Buatan Google. tirto.id/Fuad

Namun, di tengah kesadaran masyarakat yang semakin tinggi soal keamanan akun pelbagai layanan internet di mana SMS menjadi salah satu pilihan utama menfasilitasi otentikasi dua tahap, semenjak 2019 lalu jumlah pesan yang dikirim melalui SMS kembali meningkat, berada di angka 2 miliar pesan. Dan, karena SMS dikirim bukan memanfaatkan jaringan internet (data), ada uang yang mengalir ke kas pelbagai operator telekomunikasi.

Pada 2016, pelbagai operator telekomunikasi di seluruh dunia mendulang uang senilai $41 miliar dari SMS. Tiga tahun lalu, $96,7 miliar digondol operator telekomunikasi dari jasa mereka mengirimkan SMS ke tiap-tiap pengguna ponsel. Ini alasan utama mengapa RCS--teknologi yang memoderniasi SMS memanfaatkan jaringan internet, gagal.

Dalam catatan sejarah, operator telekomunikasi memang selalu berusaha membendung teknologi-teknologi baru yang dapat menggerus pendapatan mereka. Ketika BBM berhasil diciptakan, misalnya, kembali merujuk apa yang dipaparkan McNish, operator telekomunikasi melakukan lobi-lobi bisnis picik untuk menghentikan RIM meluncurkannya, yakni dengan memaksa RIM "menyembunyikan tombol install (link download) aplikasi BBM di BlackBerry."

Juga, meskipun teknologi 3G telah tersedia sejak awal 2000-an, Apple gagal membenamkan teknologi generasi ketiga jaringan seluler ini pada iPhone generasi pertama yang diluncurkan pada 2007 karena ditekan operator telekomunikasi yang tak mau perusahaan OTT menggunakan infrastruktur mereka. Hal yang juga pernah dirasakan RIM ketika pertama kali meluncurkan BlackBerry.

Sekali waktu, Steve Jobs berhasil melunakkan salah satu operator telekomunikasi, Cingular. Ini membuat operator telekomunikasi lain iri karena iPhone laku keras di tengah masyarakat. RIM, di awal kemunculan BlackBerry, memilih membangun sendiri jaringan internet. Menjadi alasan mengapa ketika serangan 11/9 terjadi, hanya ponsel BlackBerry yang dapat bekerja.

Anda masih ingat, kan, kasus Telkom vs Netflix?

Baca juga artikel terkait SMS atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi