Menuju konten utama

Meski Harga BBM Naik, Subsidi Energi Tetap Melonjak Pada 2022

Kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun dan kompensasi untuk listrik dari semula Rp0 menjadi Rp41 triliun.

Meski Harga BBM Naik, Subsidi Energi Tetap Melonjak Pada 2022
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan pendapatnya saat mengikuti rapat kerja Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022). Rapat kerja tersebut membahas RKA Kementerian Keuangan dalam RUU APBN TA 2023. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan, akan terus melakukan penghitungan anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022. Hal ini mengingat harga minyak mentah Indonesia atau ICP terus bergerak naik ataupun turun.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, pemerintah sebelumnya sudah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi tiga kali lipat. Dalam hal ini, kenaikan subsidi untuk BBM dan LPG dari Rp77,5 triliun ke Rp149,4 triliun, serta untuk listrik dari Rp56,5 triliun naik ke Rp59,6 triliun.

Kemudian, kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun dan kompensasi untuk listrik dari semula Rp0 menjadi Rp41 triliun.

“Sehingga, total subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG, dan listrik itu mencapai Rp502,4 triliun,” ungkapnya dikutip Senin (5/9/2022).

Bendahara Negara itu menjelaskan, angka Rp502,4 triliun ini dihitung berdasarkan dari rata-rata ICP yang bisa mencapai 105 dolar AS per barel dengan kurs Rp14.700 per dolar AS, serta volume Pertalite yang diperkirakan akan mencapai 29 juta kilo liter dan volume Solar bersubsidi yaitu 17,44 juta kilo liter.

Namun, jika harga ICP turun ke 90 dolar AS per barel hingga Desember 2022, maka rata-rata satu tahun ICP Indonesia masih mencapai 99 dolar AS per barel. Kalaupun harga ICP turun hingga di bawah 90 dolar AS per barel, maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih di 97 dolar AS per barel.

Dengan perhitungan ini, angka kenaikan subsidi dari Rp502 triliun masih akan tetap naik. Menjadi Rp653 triliun jika harga ICP adalah rata-rata 99 dolar AS per barel. Sedangkan jika harga ICP di 85 dolar AS per barel sampai Desember 2022, maka kenaikan subsidi menjadi Rp640 triliun.

“Ini adalah kenaikan Rp137 triliun atau Rp151 triliun tergantung dari harga ICP. Perkembangan dari ICP ini harus dan akan terus kita monitor karena memang suasana geopolitik dan suasana dari proyeksi ekonomi dunia masih akan sangat dinamis,” kata dia.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad sebelumnya meminta, kepada pemerintah mengkalkulasi ulang perhitungan harga minyak mentah Indonesia atau ICP. Hal itu seiring dengan sudah turunnya harga rata-rata minyak mentah dunia.

Untuk diketahui, per 1 September kemarin, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) merosot turun menjadi 89,55 dolar AS per barel. Sementara pemerintah berencana untuk mengkonversi harga minyak mentah dalam negeri menjadi 105 dolar AS per barel.

“Artinya bahwa tidak kredibel lagi perhitungan kemarin. Karena sudah berubah. Untuk itu yang harus dilakukan kita dikembalikan lagi ke posisi mungkin jangan 105, tapi ke angka 100 dolar AS per barel untuk mendapatkan ekspetasi tidak terlalu rendah tapi juga tidak terlalu tinggi," jelas Tauhid saat dihubungi Tirto, Jumat (2/9/2022)

Tauhid mengatakan, dengan asumsi 105 dolar AS per barel, pemerintah memperkirakan cadangan kuota BBM subsidi akan habis pada Oktober 2022. Namun jika dikembalikan ke 100 dolar AS per barel, maka ada kemungkinan masih tetap bisa bertahan sampai akhir tahun.

“Ini harus dihitung ulang apakah ini bisa sampai Desember atau tidak. Bisa kemungkinan bahwa dengan alokasi subsidi total plus kompensasi sekitar Rp502 triliun kemungkinan juga bisa cukup," kata dia.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI ENERGI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz