Menuju konten utama
Round Up

Merunut Kasus Proyek Satelit Kemhan 2015 yang Diusut Kejagung

Kejagung resmi menaikkan status perkara proyek satelit Kemhan 2015 ke tahap penyidikan. Bagaimana duduk perkaranya?

Merunut Kasus Proyek Satelit Kemhan 2015 yang Diusut Kejagung
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Febrie Adriansyah (tengah) didampingi Jaksa Agung Muda Pidana Militer Laksda Anwar Saadi memberikan keterangan pers terkait penanganan perkara dugaan pelanggaran hukum proyek satelit Kemhan, Jumat (14/1/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

tirto.id - Kementerian Pertahanan (Kemhan) mendapat sorotan. Hal ini terkait kebijakan yang diduga berakibat kerugian negara pada proses pengadaan satelit komunikasi pertahanan untuk pengisian slot 123 bujur timur pada 2015.

Berdasarkan penelusuran, kisruh slot orbit 123 bujur timur berawal saat Satelit Garuda-1 milik pemerintah Indonesia keluar orbit. Satelit Garuda-1 melintas ke luar orbit setelah mengudara selama 15 tahun hingga 2015. Kemenkominfo melaporkan satelit tersebut keluar orbit karena kebocoran bahan bakar.

Pemerintah pun merespons cepat untuk menjaga kepemilikan slot satelit itu. Langkah tersebut mengacu pada aturan International Telecommunication Union bahwa negara yang mendapat slot diberi tenggat waktu 3 tahun untuk mengisi slot. Apabila tidak diisi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan dapat digunakan negara lain.

Pada 4 Desember 2015, Presiden Joko Widodo memimpin langsung rapat terbatas khusus untuk membahas penyelamatan slot orbit 123 bujur timur. Kala itu, Jokowi menekankan bahwa satelit tersebut penting bagi Indonesia dalam berbagai hal.

“Dan juga membantu komunikasi maritim, membantu vessel monitoring system, membantu komunikasi pertahanan dan keamanan, membantu komunikasi dalam bencana untuk SAR misalnya,” kata Jokowi dalam Pengantar Rapat Terbatas mengenai Tindak Lanjut Penyelamatan Slot Orbit Satelit Geo 123 BT, Jumat 4 Desember 2015.

Jokowi mengaku kegunaan besar ini membuat pemerintah harus mengambil sikap untuk segera mengisi slot itu, tetapi Jokowi memberi catatan sebelum rencana itu dilakukan. “Saya ingin lebih detail lagi masalah anggaran, masalah biaya, sehingga apa yang sudah kita putuskan ini segera bisa ditindaklanjuti lagi,” kata Jokowi kala itu.

Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) kala itu, mengakui bahwa slot satelit tersebut penting mulai dari untuk monitoring bencana, eksplorasi hingga sistem aplikasi. Oleh karena itu pemerintah sepakat untuk melanjutkan program itu.

Kemhan ternyata mengajukan permohonan untuk mengisi slot orbit 123 lewat proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemhan berinisiatif dengan menyewa satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit) milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Padahal, Kominfo baru menerbitkan persetujuan penggunaan slot pada 29 Januari 2016.

Tanpa diduga-duga, Kemhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 kepada Kominfo pada 25 Juni 2018. Saat itu, Inspektur Jenderal Kemhan Thamrin Marzuki menolak berkomentar soal pengembalian pengelolaan satelit ini. Ia hanya mengarahkan media agar bertanya ke kominfo soal pengembalian slot.

Usut punya usut, Kemhan ternyata menunggak uang sewa satelit sebesar 16,7 juta dolar AS atau setahun setelah penyewaan satelit. Kala itu, satelit Avanti disewa dengan nilai kontrak 30 juta dolar AS sementara pemerintah baru membayar 13,2 juta dolar AS.

Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Ditjen Kuathan) Kemhan Bambang Hartawan pun berupaya menyelesaikan masalah anggaran saat itu. Kemhan sudah berupaya menegosiasi dengan Kemenkeu untuk pencairan anggaran, tapi Avanti ingin agar pembayaran segera dilaksanakan.

“Saat ini kami harus menyelesaikan administrasi, harus normal. Kan jadi nggak ketemu. Kami bicarakan terus dengan kementerian lain. Proses di Indonesia kan lama. Nego dengan Kemenkeu, tapi sana sudah nggak tahan. Bagaimana belum bayar, belum bayar," kata Bambang kala itu.

Bambang mengatakan, Kemhan akan membayar seluruh tagihan yang tersisa. Hanya saja masih butuh waktu untuk menyelesaikan masalah yang menghambat pencairan dana.

Kominfo lantas melakukan tender untuk mengisi slot tersebut. Pemerintah akhirnya menetapkan PT Dini Nusa Kusuma sebagai pemenang lelang, tetapi perusahaan tersebut tidak mampu menyelesaikan residu masalah pengadaan Satkomhan.

Internal Kemhan pun tercatat berupaya menyelesaikan masalah satelit ini. Dinukil dari laman resmi Kemhan, Irjen Kemhan Letjen Ida Bagus Purwalaksana menggelar rapat koordinasi pengawasan internal dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Itjen Kemhan, Jakarta, Senin (27/9/2021). Kala itu, Ida sempat menyinggung soal audit proyek Satkomhan orbit 123 bujur timur tersebut.

“Kemhan pada Desember 2015 telah menandatangani Kontrak Pengadaan Satelit dengan Airbus yang berisi tentang Pengadaan Satelit Mss (Mobile Satellite Service), Ground Segment beserta dukungannya, untuk menyelamatkan slot orbit 123° Bujur Timur, sebagai Program Satelit Komunikasi Nasional. Karenanya, kepada satuan kerja (satker) yang menjadi obyek audit, saya harapkan dapat membantu tim dengan memberikan dokumen yang diperlukan," kata Ida kala itu.

Penjelasan Menkopolhukam Mahfud MD

Menkopolhukan Mahfud MD pun mengumumkan Kejaksaan Agung tengah melakukan penyelidikan di tubuh Kemhan. Penyelidikan dilakukan karena ada dugaan pelanggaran hukum hingga merugikan negara.

“Aparat penegak hukum melalui Jaksa Agung dalam beberapa waktu, yang sudah agak lama sebenarnya melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi yang kemudian kami konfirmasikan yaitu tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan, negara ini diwajibkan membayar uang yang sangat besar,” kata Mahfud dalam keterangan, Kamis (13/1/2022).

Kerugian negara itu berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 derajat bujur timur yang terjadi pada 2015. Kasus berawal ketika Kemhan membuat kontrak dengan perusahaan Avanti padahal belum ada anggaran.

Kontrak tersebut tidak hanya dilakukan dengan PT Avanti, tetapi juga Airbus, Navayo, Detente, Hogan Lovells dan Telesat. Kontrak tersebut terjadi dalam kurun waktu 2015-2016. “Kontak-kontrak itu dilakukan untuk membuat Satkomhan, satuan atau satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," kata Mahfud.

Kemhan lantas digugat oleh Avanti karena tidak membayar sewa satelit ke London Court of International Arbitration. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase memutus pemerintah harus membayar sewa satelit Artemis milik Avanti, biaya arbitrase hingga biaya filling satelit sebesar Rp515 miliar.

Selain Avanti, pemerintah juga harus membayar lebih dari 20 juta dolar AS kepada Navayo sesuai keputusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021. Kasus Navayo serupa dengan kasus Avanti karena pemerintah tidak mau membayar hak tagih yang disampaikan Navayo yang mencapai 16 juta dolar AS kepada Kemhan.

Dalam kasus Navayo, pemerintah beralasan enggan mengambil barang dari Navayo karena tidak sesuai dokumen certificate of performance, tetapi barang tersebut tetap diambil Kemhan. Namun, pemerintah akhirnya harus membayar sesuai putusan Pengadilan Arbitrase Singapura.

Mahfud mengaku, pemerintah berpotensi menerima gugatan lain seperti dari Telesat hingga Detente. Oleh karena itu, Kemenkopolhukam melakukan koordinasi untuk mengklarifikasi soal kerugian tersebut hingga melakukan audit investigasi dari internal Kemenkopolhukam.

Mahfud selaku Menkopolhukam akhirnya memutuskan untuk menindaklanjuti penyelidikan Kejaksaan Agung soal satelit tersebut sesuai arahan Presiden Jokowi. “Kemenkopolhukam ditugaskan untuk menyelesaikan ini oleh presiden itu berdasar sidang kabinet 21 Agustus 2018," kata Mahfud.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun mengakui bahwa dirinya sudah dipanggil Menkopolhukam Mahfud MD soal kasus ini. Ia juga sudah menerima laporan bahwa ada indikasi anggota TNI terlibat dalam kasus itu berdasarkan pembicaraan tersebut.

"Beliau (Mahfud) menyampaikan bahwa proses hukum ini segera akan dimulai dan memang beliau menyebut ada indikasi awal, indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum," kata Andika di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Andika mengaku TNI akan mendukung penuh proses hukum yang dilakukan dalam kasus tersebut.

“Saya siap mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum. Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang memang masuk dalam kewenangan kami,” kata Andika.

Kasus Proyek Satelit Naik Penyidikan

Kejagung pun resmi meningkatkan status perkara satelit ke tingkat penyidikan. Hal ini berdasarkan ekspos penyelidik, penyidik dan para direktur serta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) serta koordinasi dengan Jaksa Agung Tindak Pidana Militer (Jampidmil).

Jampidsus Febrie Adriansyah memastikan surat penyidikan diterbitkan berdasarkan hasil penyelidikan dalam perkara ini. Mereka meyakini ada dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini.

“Kemarin telah kita lakukan ekspos dan peserta ekspos sependapat bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan pada 14 Januari nomor print 08,” kata Febrie dalam keterangan dari Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Febrie menuturkan, status penyelidikan naik penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan 11 saksi yang terdiri atas pihak swasta murni, rekanan, hingga beberapa anggota Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Selain itu, Kejagung juga sudah berkoordinasi dengan BPKP dan dokumen hasil audit investigatif dalam polemik Satelit Komunikasi Pertahanan orbit 123 bujur timur itu.

“Selain itu juga didukung dokumen-dokumen yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak dan dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri,” kata Febrie.

Febrie menerangkan, Kejagung meyakini ini kasus korupsi karena Kemhan malah melakukan kontrak dengan pihak Avanti untuk mengisi slot kosong orbit 123 bujur timur. Padahal, rentang waktu kewajiban untuk mengisi slot tersebut masih ada 3 tahun. Kemudian, pemerintah juga menemukan bahwa satelit yang disewa tidak sesuai spesifikasi sehingga menimbulkan kerugian negara.

“Jadi indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor ini kita perkirakan yang uang sudah keluar sekitar Rp500 miliar lebih dan ada potensi karena kita sedang digugat arbitrase sebesar 20 juta dolar AS,” kata Febrie.

Febrie pun menyebut tindak pidana ini melibatkan anggota TNI. Oleh karena itu, mereka akan mendalami alasan pemindahan wewenang tersebut.

“Untuk siapa yang terlibat, tentunya kami tidak dapat sembarang untuk menentukan kecuali nanti alat bukti yang akan menentukan siapa-siapa saja nanti yang bertanggung jawab," kata Febrie.

Febrie pun menegaskan, Kejagung tidak menutup kemungkinan memeriksa pejabat kala itu seperti mantan Menhan Ryamizard Ryacudu. “Dalam proses penyidikan tentu kami profesional. Kami akan melihat terhadap pihak-pihak yang memang menguatkan pembuktian," kata Febrie.

Febrie menambahkan, “Kami tidak melihat dalam kapasitas jabatan, kami tidak melihat juga posisinya, tetapi bagi orang-orang yang perlu dimintai keterangan dalam penyidikan dan itu korelasinya untuk pembuktian, maka akan kami lakukan pemeriksaan.”

Baca juga artikel terkait PROYEK SATELIT KEMHAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz