Menuju konten utama

Mereka yang Merayakan Natal di Depan Istana

Tahun ini kali kelima GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia merayakan Natal di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Mereka yang Merayakan Natal di Depan Istana
Gereka Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia menyelenggarakan ibadah Natal di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (25/12/2017).

tirto.id - Esky Sitorus, 43 tahun, berjalan pelan menuju gedung kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI). Salah satu jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia itu baru saja tuntas mengikuti kebaktian Natal yang dilaksanakan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (25/12/2017).

Satu hal yang paling mengganjal perasaan salah satu warga Bekasi ini: pada 2017, dia tidak bisa merayakan Natal bersama keempat anaknya.

“Suami saya tidak ikut. Dia ada tugas dinas. Saya juga tidak membawa anak saya. Saya sendiri, sebelumnya saya ajak mereka merasakan (kebaktian Natal di depan Istana Merdeka) selama lima tahun ini. ‘Aduh panas banget, mak’ kata mereka begitu. Buat apa ajak anak kalau dia tidak suka cita,” ujar Esky.

Meskipun pergi tanpa keluarga, Esky sesungguhnya tidak sendiri. Ada 150-an hadirin yang berasal dari jemaat HKBP Filadelfia dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, turut mengikuti proses kebaktian Natal yang selama lima tahun ke belakang mereka laksanakan di lokasi tersebut. Salah satunya adalah Tri Sibarani, anggota jemaat GKI Yasmin.

“Kami ibadah itu ya panas, hujan ya tetap ibadah. Basah kuyup hujan besar. Kami tetap ibadah dengan khusyuk. Tadi panas teriknya luar biasa. Secara manusiawi kita nggak kuat, tetapi karena kuat pada Tuhan. Karena iman yang memberikan kekuatan,” ujar Tri.

Berbeda dengan Esky dan Tri, ini adalah Natal pertama Doni Setiawan Gule yang dia rayakan di depan Istana Merdeka.

Sebelumnya Doni tinggal di Nias. Pada September 2017, Doni merantau ke Jakarta guna menempuh studi Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA), Jakarta.

Tidak lama setelahnya, Doni bergabung dengan 100-an mahasiswa kampusnya yang membantu persiapan dan proses kebaktian jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia di depan Istana Merdeka. Kebaktian itu dilaksanakan setiap dua pekan satu kali dan Doni biasanya menjadi bagian dalam grup vokal pengiring kebaktian.

“Di sini ada dari beberapa suku. Tetapi kalau di Nias itu satu suku saja. Kalau di sini ada yang dari NTT, Papua, seakan perbedaan itu tidak ada. Rasa persaudaraannya berbeda. Meski beda suku tetapi tidak saling benci,” ujar Doni.

Saat Esky, Tri, Doni, dan para jemaat kebaktian Natal melantunkan lagu “Gloria in excelsis Deo, Tirto berbincang dengan Jayadi Damanik, pakar hukum yang masuk dalam tim advokasi GKI Yasmin. Ia bercerita awal pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk GKI Yasmin oleh Pemerintah Kota Bogor.

Kota Bogor memang sedang terusik saat itu. Pada akhir 2007, mulai bermunculan kelompok orang yang melakukan demonstrasi menentang peribadatan umat Ahmadiyah.

Demonstrasi juga melebar ke persoalan gereja. Ada dua gereja di Bogor yang terkena imbasnya secara langsung, yakni HKBP Bincarung dan GKI Yasmin. Pada 14 Februari 2008, Pemkot Bogor membekukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin.

“HKBP Bincarung memilih untuk mengalah. GKI Yasmin tetap berjuang. ‘Saya ini doktor hukum pak, masak ada istilah pembekuan,’ saya bilang ke wali kota seperti itu,” ujar Jayadi kepada Tirto.

Pada akhirnya GKI Yasmin menggugat surat pembekuan IMB yang diterbitkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor itu.

Dokumen Kontroversi Gereja-gereja (2011: 51-55) yang disusun Ihsan Ali Fauzia dkk. menyebutkan GKI Yasmin menggugat Pemkot Bogor melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 2008. Gugatan GKI Yasmin dikabulkan. Putusan PTUN Bandung nomor 41/G/2008/PTUN-BDG membatalkan dan memerintahkan Pemkot Bogor mencabut surat pembekuan IMB.

Tidak lama kemudian, Pemkot Bogor menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Lagi-lagi Pemkot Bogor kalah.

Namun, Pemkot kukuh dengan tetap membekukan IMB dan malah mengajukan permohonan kasasi pada September 2009. Dan, permohonan kasasi ini ditolak karena putusan PTUN Bandung nomor W2.TUN2/696/HK.06/VI/2009 menyatakan objek gugatan (surat pembekuan IMB) berlaku di wilayah administrasi yang terbatas. Berdasarkan putusan itu perkara tersebut tidak memenuhi syarat formal untuk diajukan kasasi. Dengan begitu, putusan atas gugatan ini telah berkekuatan hukum tetap.

Namun, pada 11 April 2010 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor menggembok gerbang GKI Yasmin. Setelahnya, jemaat GKI Yasmin melaksanakan kebaktian minggu di rumah jemaat secara bergiliran.

“IMB GKI Yasmin itu sah. Harusnya kalau pemerintah itu kalah di pengadilan, ikuti keputusan pengadilan. Jangan lari. Ini persoalannya bukan lagi hukum, tetapi bagaimana seharusnya pihak yang tunduk pada hukum tidak mentaati hukum,” ujar Jayadi.

Kepemimpinan di Kota Bogor pun berganti. Pada 2013, Bima Arya terpilih sebagai wali kota Bogor. Namun, hingga kini belum ada kejelasan. Sempat ada gagasan di samping GKI Yasmin akan dibangun juga masjid, sehingga berdampingan.

Infografik Natal Depan Istana

Kendala Filadelfia Mendirikan Gereja

Benang cerita yang tergurat dalam proses pendirian gereja HKBP Filadelfia pun penuh sengkarut. Lagi-lagi pemerintah setempat terlibat dalam hal ini.

Artikel “Kronologi Permasalahan HKBP Filadelfia Tambun Bekasi” yang disusun Pimpinan Jemaat HKBP Filadelfia Pendeta Palti H. Panjaitan pada 2012 menyebutkan HKBP Filadelfia dibentuk pada April 2000 atas inisiatif beberapa keluarga suku Batak yang tinggal di empat desa di Kabupaten Bekasi: Desa Jejalen Jaya, Desa Mangun Jaya, Desa Satria Jaya, dan Desa Sumber Jaya.

Mulanya, mereka melaksanakan kebaktian minggu di rumah jemaat. Itu dilaksanakan secara bergiliran. Namun, karena jumlah jemaat semakin banyak, rumah tidak lagi memadai. Pada 2007, HKBP Filadelfia membeli sebidang lahan, lokasinya di Desa Jejalen Jaya, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Rencananya, mereka akan mereka membangun sebuah gereja di situ.

Menurut Esky, jarak dari rumahnya ke lokasi pendirian HKBP Filadelfia cukup dekat. Dengan sepeda motor jarak tersebut ditempuh dalam 10 menit.

Hampir semua ketentuan pendirian rumah ibadah yang disyaratkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006—dikenal dengan sebutan PBM – dipenuhi HKBP Filadelfia.

Salah satu ketentuannya adalah soal dukungan masyarakat setempat. PBM mengatur, mereka yang bermaksud mendirikan rumah ibadah harus mendapatkan dukungan dari setidaknya 60 orang masyarakat setempat yang disahkan oleh lurah atau kepala desa.

Selain itu, pendiri rumah ibadah juga harus menyertakan daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang. Daftar tersebut harus disahkan pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayahnya.

“Kami beli lahan itu. Kami tanya kepada warga sekitar untuk dibangun gereja. Warga memberi izin dengan bukti KTP untuk setiap yang mengizinkan. Itu tanpa kita bayar,” kata Esky mengingat awal mula rencananya pendirian HKBP Filadelfia.

Akhirnya kedua syarat itu dipenuhi. Pendirian HKBP Filadelfia mendapat persetujuan tertulis dari 259 warga Jejalen Jaya. Namun, jemaat HKBP Filadelfia mengalami kendala dalam mendapatkan ketentuan PBM lainnya, yakni rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Departemen Agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi.

Pada April 2008 mereka memohon rekomendasi kepada kedua lembaga tersebut, namun hingga setahun berikutnya rekomendasi tidak kunjung muncul.

Ujungnya, ibadah Natal jemaat HKBP Filadelfia pada 25 dan 27 Desember 2009 serta 3 Januari 2010 diprotes massa. Pada 31 Januari 2010, Bupati Bekasi melarang kegiatan pembangunan dan ibadah di lokasi gereja HKBP Filadelfia. Sampai saat ini, pelarangan tersebut masih berlaku.

“Bagi para jemaat Filadelfia, perayaan Natal itu sangat prihatin. Biasanya kalau merayakan Natal, orang-orang pergi ke gereja. Kalau kami, kami tidak merayakan malam Natal. Perayaan Natal kami pun di depan Istana. Tetapi kami tetap suka cita lah, karena kita bisa dapat merayakan di depan Istana,” ujar Esky.

Baca juga artikel terkait HARI RAYA NATAL 2017 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Suhendra