Menuju konten utama

Merebut Ambisi Hijrah Lewat K-Pop hingga Hapus Tato

Salah satu metode dakwah dalam Hijrah Fest 2019 mengadopsi unsur K-Pop. Kajian Islam terasa seperti jumpa fans.

Merebut Ambisi Hijrah Lewat K-Pop hingga Hapus Tato
Pengunjung kajian di acara Hijrah Fest di JCC pada Minggu (26/5/19). Setiap hari, acara selama 24-26 Mei 2019 ini ditaksir menarik ribuan orang. Sempat hendak dibatalkan oleh panitia gara-gara ada rusuh Jakarta 21-22 Mei, tapi Hijrah Fest tetap berjalan terlebih Gubernur Anies Baswedan menjamin Jakarta "aman-aman saja." tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Suaranya lirih. Di sela Hijrah Fest 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), saya menemui Tessa Abygail. Saya tak bisa membaca gerak bibirnya yang ditutup nikab hitam. Saya mendekatkan telinga ke mulutnya.

“Saya butuh Tuhan yang kuat,” kata Tessa. Ia berulangkali melepas kaca mata tebalnya. Cadarnya dibasahi air mata. Bercerita soal masa lalu begitu pedih baginya.

Tuhan yang kuat, menurut Tessa, bukanlah hal bersifat fisik. Namun, bisa diuji melalui pelbagai pertanyaan teologis. Ia memutuskan pindah agama usai beragam pertanyaan itu tuntas terjawab.

“Di Islam,” ia menghela napas, “saya tenang.”

Ia menanggalkan masa lalu sebagai personel band punk. Kini ia menekuni kegiatan sebagai relawan Komunitas Berani Hijrah Baik, membantu orang-orang yang menghapus tato untuk melunturkan stigma negatif, dengan menggunakan mesin laser dan anestesi demi meringankan rasa sakit. Sejauh ini sudah ada sekitar tiga ribu orang yang tatonya telah dihapus.

Tak dipungut biaya, syaratnya, orang yang ingin menghapus tatonya harus menghafal surat Ar-Rahman, bisa dicicil 10 ayat tiap pertemuan. Itu berlaku bagi semua orang kecuali bagi perempuan hamil dan menyusui.

“Menghapus tato tidak bisa sekali,” kata Tessa, sambil mengelus salah satu jari tangannya yang kini bebas tato.

Butuh 10 hingga 20 kali tindakan medis untuk menghapus tato, dengan tenggang penanganan setiap 2-4 minggu sekali. Maka, bagi mereka yang mendaftar ke komunitas itu sejak pertemuan perdana, ujar Tessa, “kami mewajibkan mereka mengikuti pengajian bulanan di markas kami.”

Hijrah Fest 2019

Para pengunjung melepas alas kaki sebelum memasuki arena Hijrah Fest di Jakarta Convention Center (JCC) pada Minggu, 26 Mei, hari terakhir acara itu sejak 24 Mei lalu. Menurut panitia, tahun lalu, acara ini menarik 25 ribu orang dengan perputaran uang Rp25 miliar. tirto.id/Hafitz Maulana

Saat berbincang dengan Tessa di stan tatonya, teriakan takbir terdengar dari ruangan sebelah. Rupanya Handy Bonny—mewakili tren "ustaz gaul"—tengah berceramah berapi-api. Ribuan orang duduk bersila mendengar mantan presenter televisi lokal yang mengisi kelas Hijrah Fest 2019 itu.

Hijrah Fest menjadi gerbang “hijrah”, istilah yang belakangan populer untuk menyebut orang yang ingin kembali serius mempelajari Islam. Pendiri acara ini adalah para selebritas, di antaranya Arie Untung, Teuku Wisnu, Dude Herlino, Dimas Seto, hingga Mario Irwinsyah. Tahun ini acara itu dihadiri mantan Wagub DKI Jakarta Sandiaga Uno. Acaranya dibuka oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan.

Lapak Produk Syariah & Memperluas Jaringan Hijrah

Ini tahun kedua Hijrah Fest digelar. Bila Anda baru datang pertama kali ke acara ini, Anda mungkin sama terkejutnya dengan saya. Anda, misalnya, harus melepaskan alas kaki sebelum memasuki ruangan acara.

Aturan lain adalah hal umum dalam tren menjalani gaya hidup syariah, di antaranya, pengunjung perempuan wajib berhijab dan berpakaian tertutup. Dalam setiap ruang kajian Islami, ada sekat yang memisahkan pengunjung perempuan dan laki-laki.

Tahun lalu, dalam festival selama tiga hari itu, uang yang berputar senilai Rp25 miliar, hasil dari akumulasi nilai jual beli setiap lapak, dari pengusaha mode syariah, bank syariah, hingga travel syariah.

Ketua Panitia Hijrah Fest 2019 Andi Sasongko berkata kebutuhan orang-orang yang berhijrah perlahan bergeser. “Mengarah ke properti syariah dan jasa konsultasi bagi orang yang terlilit utang,” ujarnya.

Para petugas yang dipekerjakan pemilik properti syariah tak jemu menghampiri para pengunjung acara. Mereka menyetop pengunjung yang lewat, lalu mengucapkan kalimat profesional: ”Tidak dikenakan denda bila tidak sanggup membayar cicilan. Cicilan langsung ke pihak pengembang.”

Hingga pertengahan hari kedua Hijrah Fest 2019, 25 Mei lalu, deretan kursi di area tenant properti lebih banyak diisi oleh para penjual. Kertas daftar tamu, yang dipegang sejumlah petugas, bahkan tak sampai memuat belasan nama. Tapi, mereka tetap bergelora memburu konsumen.

Hijrah Fest 2019

Para pengunjung Hijrah Fest saling mengangkat ponsel mereka saat sesi wefie bersama Sandiaga Uno pada Minggu, 26 Mei 2019. tirto.id/Hafitz Maulana

Dua hari sebelum acara dimulai, 22 Mei, Andi Sasongko dan timnya sempat berencana membatalkan acara. Musababnya adalah situasi Jakarta yang rusuh di sekitar Sarinah hingga Tanah Abang, imbas dari demonstrasi menolak kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum.

Namun, panitia percaya diri terlebih Anies Baswedan, dalam pidato membuka kegiatan ini, berkata "Jakarta tenang-tenang saja, yang tegang cuma 200 meter di sekitar MH Thamrin, Petamburan, Slipi."

Maka, "karena Tim Pak Gubernur memastikan Jakarta aman," ujar Andi Sasongko, "jadi kami jalan."

Andaikata acara itu batal, risiko yang mesti ditanggung panitia bisa jadi lebih besar. Panitia tak akan mengumpulkan 20-25 ribu pengunjung dan bisa gagal menyelenggarakan pengajian nonstop yang dipandu sekitar 40 ustaz populer di media sosial seperti Felix Siauw, Hanan Attaki, hingga Oemar Mita.

Belum lagi panitia mesti mengembalikan Rp96 ribu, tiket harian acara, kepada para pemesan tiket. Ditambah ada rasa tak enak hati bila 400 penyewa tenant kecewa lantaran gagal mempromosikan gerakan hijrah dan bisnisnya.

Bagi sebagian pelaku usaha berbasis Islam, Hijrah Fest sudah jadi lahan potensial untuk mendulang keuntungan. Pengunjung yang diincar adalah Generasi Milenial dan Generasi Z, berasal dari lingkungan urban, yang tertarik mendalami ajaran Islam, menerapkan gaya hidup syariah, serta ingin memperbanyak sedekah.

“Menengah ke atas sedikit bisa. Menengah ke bawah sedikit juga masuk. Mereka-mereka yang belum sepenuhnya hijrah,” ujar Andi.

Sebagian penyewa stan adalah pengusaha yang telah berhijrah dan meyakini bisnisnya sebagai jalan dakwah. Salah satunya Ariani Rudjito, pendiri Muslimnesia, aplikasi ponsel berisi jadwal kajian dan referensi restoran halal.

Ide membuat bisnis itu tercetus tak lama setelah Ariani memutuskan berhijab. “Saya bertekad membuat proyek yang bermanfaat bagi sesama,” katanya.

Selain membuat aplikasi, ia mendirikan agen periklanan bagi klien yang hendak memasarkan produk berbasis ajaran Islami.

Ariani mengakui tiga tahun belakangan, minat terhadap pelbagai produk berbasis agama Islam terus meningkat, seiring perkembangan kelas menengah muslim di tanah air.

Sejauh ini ia menganggap bisnis-bisnisnya direspons positif oleh publik. Aplikasinya telah diunduh hingga lima ribu kali sejak diluncurkan pada 2018.

“Hari ini belum apa-apa. Besok akan jauh lebih ramai,” katanya, setelah melihat kepadatan pengunjung pada hari kedua festival, yang diperkirakan berjumlah delapan ribu orang.

Imbasnya, lorong-lorong ruang di Jakarta Convention Center itu padat, tak ubahnya seperti Tanah Abang menjelang Lebaran.

Infografik HL Indepth Hijrah

Infografik Tren Hijrah di perkotaan, terutama di Jakarta, bisa dilihat dari Hijrah Fest 2019. tirto/Lugas

K-Pop & Ruang Kajian Full AC

Komunitas Yuk Ngaji, didirikan Felix Siauw, mengisi panggung Hijrah Fest 2019. Mereka menyajikan dakwah melalui lagu yang mengisahkan pengalaman berhijrah. Cara itu mengadopsi strategi tren K-Pop, kata Fuadh Naim, anggota Komunitas Yuk Ngaji.

“Tadinya bagi saya K-Pop adalah segalanya. Tapi, setelah hijrah, saya ingin memanfaatkan popularitas K-Pop sebagai sarana dakwah untuk para pencinta K-Pop di Indonesia,” ujar Fuadh.

Salah satu ciri khas dari para pendakwah dalam Hijrah Fest 2019 adalah mereka punya pengaruh dan pengikut di jagat media sosial, terutama di Instagram. Salah satunya Ayana Jihye Moon, influencer asal Korea Selatan. Tingkah pengikutnya bak fans aktris K-Pop, yang terkagum-kagum saat melihat Ayana mengisahkan pengalaman hijrah di atas panggung.

“Cantik banget!”

“Ah, aku mau salaman sama Ayana.”

“Benar-benar cantik.”

Beragam ungkapan itu dilontarkan beberapa orang di sekitar saya. Kajian Ayana terasa seolah acara jumpa fans.

Kajian-kajian dari sosok-sosok influencer media sosial ini membuat acara pendalaman agama ibarat tutorial kecantikan. Mudah dicerna dan diikuti massa yang besar.

Andi Sasongko, panitia acara, berkata orang-orang terkenal ini menjadi strategi yang “menggoda” demi menarik pengunjung ke Hijrah Fest 2019. Topik pendakwah dekat dengan kalangan anak muda. Dari cara menabung, bergaul, hingga membeli rumah.

“Pengajian di tempat ber-AC dan lapang. Mereka tidak harus berkeringat dan berdempetan dengan orang lain," ujar Andi. "Lalu diberitahu hal apa saja dan gaya hidup seperti apa yang bisa menunjang hijrah mereka."

Baca juga artikel terkait HIJRAH atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Dieqy Hasbi Widhana