Menuju konten utama

Merayu Konsumen dengan Postingan Barang Unyu

Postingan kece di Instagram dan memperlakukan pembeli lebih personal telah bikin bisnis online shop terus berkembang.

Merayu Konsumen dengan Postingan Barang Unyu
Ilustrasi mengambil foto barang dengan angle menarik. Tirto.id/Gery Paulandhika

tirto.id - Wajah Wuri Herningsih sumringah. Senyumnya mengembang begitu melihat dompet mungil berwarna biru dengan gambar kartun hantu di sebuah toko online.

“Lucu banget!” Herningsih berteriak girang.

Ia melihat harga dompet itu. Cuma Rp 45 ribu. Ia langsung menekan tombol beli. Mengisi identitas dan cara pembayaran, lalu barang sudah di tangan dalam hitungan hari.

Keputusan Herningsih digerakkan mula-mula karena dompet itu berbentuk mungil dengan gambar unyu, serta harganya cocok. Soal lama pengiriman bukanlah perkara gede selagi bebas biaya tambahan.

Cara serupa dilakukan Sulis saat membeli perabotan rumah tangga. Begitu melihat mangkok atau peralatan dapur dengan ornamen warna ungu, hanya satu klik transaksi diambilnya. Jika harga murah atau diskon, ia tak akan berpikir lama. Namun, jika harga mahal, ia agak mempertimbangkan lagi.

“Kalau memang butuh beli, kalau enggak butuh nanti dululah,” kata Sulis.

Barang-barang yang dipajang untuk bikin gemes sebagian perempuan seperti Herningsih dan Sulis memang sudah jadi strategi para pedagang online. Hal sama dilakoni para penyedia jastip di media sosial.

Mereka kerap mengunggah perabotan warna-warni yang bikin meleleh nafsu belanja. Dan hal ini semacam standar baku.

Meida Liya, seorang penyedia jastip perabotan rumah tangga, selalu mengunggah barang-barang rumah tangga yang lucu dalam akun instagramnya. Misalnya, Sabtu pekan lalu, ia mengunggah satu set peralatan masak warna hijau, ungu, dan merah.

Peminatnya langsung berdatangan. Mereka menyukai dan bertanya detail peralatan itu. Ada pula yang menanyakan warna lain.

“Memang kalau ibu-ibu itu kadang lihat barang yang lucu, warnanya pink, langsung pengin beli. Biasanya kalau begitu langsung laris,” ujar Liya.

Terlepas dari barang unyu atau tidak, sebenarnya toko online—baik di market place maupun media sosial—memang tengah laris seperti yang dikatakan Liya. Salah satu faktornya ada peralihan pola belanja dari konvensional ke online.

Saat isu penurunan daya beli masyarakat ramai diperbincangkan, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, mengatakan penurunan itu tidaklah terjadi, tetapi yang terjadi adalah perpindahan dari konvensional ke online.

Hal serupa disampaikan Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan banyak orang beralih ke belanja online. Salah satu indikator yang dipakai Jokowi adalah meningkatnya persentase penggunaan jasa kurir hingga 130 persen.

“Banyak orang ke online. Kalau ada toko tutup, ya karena itu. Salahnya enggak mengikuti zaman,” kata Jokowi saat menutup sebuah acara Kamar Dagang dan Industri 2017 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, 3 Oktober lalu.

Market Place atau Media Sosial?

Jika benar klaim peralihan ke belanja online ini terjadi, kemanakah uang itu mengalir?

Belanja online tak cuma lewat market place, tetapi perkembangan media sosial turut dan bahkan membuka banyak peluang lapak jualan baru di dunia maya.

Tim Riset Tirto pernah melakukan survei mandiri pada periode 28 November 2016 hingga 2 Desember 2016, dengan melibatkan 646 responden dari Generasi Milenial di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Hasilnya menunjukan 80,8 persen responden memilih market place sebagai tempat belanja online, sedangkan 16,6 persen memilih belanja online via media sosial.

Baca juga: Tempa Belanja Online Favorit Kelas Menengah

Alasan memilih market place atau media sosial bervariasi. Untuk pilihan market place: selain mudah juga lebih murah, banyak pilihan, terpercaya, dan gratis ongkos kirim. Alasan nyaris sama dijawab para responden untuk pilihan belanja via media sosial.

Perbedaannya: media sosial lebih menawarkan kemudahan berkomunikasi dengan penjual serta bisa dibayar di tempat alias cash on delivery.

Fakta menarik lain, dari sekian banyak platform media sosial, Instagram adalah pilihan paling banyak dipakai sebagai lokasi belanja mayoritas responden.

Baca juga:

Infografik HL Jastip

Perubahan Perilaku Belanja

Peralihan ke belanja online ini mengubah perilaku konsumen di Indonesia. Riset Tetra Pak Index 2017, yang diluncurkan pertengahan September 2017 lalu, menunjukkan ada sepuluh fakta penting terkait perilaku konsumen di era digital. Beberapa poin penting itu di antaranya terkait informasi produk, konsistensi produk dan brand, pengaruh kuat media sosial dalam menentukan keputusan, dan pentingnya kemasan produk yang menarik.

Gabrielle Angriani, manajer komunikasi Manager Tetra Pak Indonesia, mengatakan konsumen saat ini cenderung mencari dulu informasi produk di luar kendali pemilik brand. Ulasan independen dari pengguna sosial media menjadi turut menyumbang keputusan konsumen.

“Sosial media memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan bisnis, khususnya bisnis berbasis online di Indonesia. Konten buatan pengguna menjadi semakin penting pada era digital sekarang ini, yang menyumbang 65 persen waktu penggunaan media untuk rata-rata konsumen secara global,” kata Gabrielle seperti dikutip infodanproduk.com.

Baca juga:

Hal penting lain adalah kemasan. Berdasarkan riset tersebut, desain kemasan kreatif dan menarik menjadi cara paling efektif bagi produsen untuk memikat pembeli.

Hasil riset ini sejalan dengan kecenderungan toko online yang mengandalkan visual produk sebagai daya sihir pembeli. Maka, tak heran jika pembeli macam Wuri Herningsih dan Sulis gampang kepincut dengan godaan barang-barang unyu, yang dibuat sekreatif mungkin dengan warna dan gambar kece, yang ditawarkan para pelapak online.

Bila sudah begitu, pelaku olshop tinggal memelihara komunikasi yang sregep dan lebih personal.

Baca juga artikel terkait JASA TITIP atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Bisnis
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam