Menuju konten utama

Meraup Untung dengan Mempertemukan Para Jomblo

Bisnis biro jodoh, online dan offline, kian marak. Penetrasinya terus tumbuh. Dari segi pendapatan dan keberlangsungan, bisnis ini memang cukup menjanjikan.

Meraup Untung dengan Mempertemukan Para Jomblo
Ilustrasi mencari jodoh via online. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Oktober lalu, berita tentang Rey Utami, seorang presenter, ramai di media massa. Rey menikah dengan seorang pengusaha muda bernama Pablo Putra Benua yang baru dikenalnya selama sepekan, itupun dari biro jodoh online.

Bukan soal pernikahannya saja yang membuat heboh, hadiah yang dibelikan Pablo untuk Rey juga mengejutkan. Setelah berkenalan lewat aplikasi bernama Tinder, keduanya memutuskan untuk bertemu. Setelah bertemu, di hari kedua Rey dibelikan mobil Honda CRV. Hari ketiga, Pablo memberikan jam tangan seharga Rp4 miliar.

Di hari keempat, Pablo melamar Rey. Hari kelima, ia bertemu orang tua Rey. Mereka menikah di hari ketujuh. Banyak yang mencibir, banyak juga yang menganggap waktu singkat bukan persoalan.

Terlepas dari itu semua, di dunia ini ada banyak sekali orang seperti Rey dan Pablo, bukan tentang menikah dalam tujuh harinya, tetapi tentang sulitnya menemukan pasangan. Kesibukan pekerjaan dan target-target menempuh pendidikan terkadang membuat seseorang tak menaruh fokus pada persoalan pasangan.

Ada juga yang berusaha mencari pasangan, tetapi tak kunjung menemukan, baik di antara teman sekantor, teman sepermainan, atau teman-teman di masa sekolah dan kuliah. Mereka tak punya waktu untuk memperluas pergaulan yang memungkinkan mereka berkenalan dan berteman dengan orang-orang baru. Hal ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh penjuru dunia.

Jika sudah begitu, maka biro jodoh bisa jadi solusi. Berbeda dengan perjodohan yang dilakukan keluarga, mencari jodoh lewat biro jodoh, akan lebih bebas memilih atau menolak. Tak perlu merasa tidak enak.

Ini tentu bukan persoalan laku atau tidak laku, seperti yang selama ini banyak dipikirkan masyarakat. Biro jodoh bisa menjadi alternatif bagi mereka yang malas bersosialisasi dengan orang-orang baru. Atau bagi mereka yang tak kunjung menemukan orang yang tepat di antara orang-orang yang ia kenal.

Biro jodoh, ada yang offline juga online. Keduanya memiliki pangsa pasa masing-masing. Biro jodoh online yang biasanya berbasis aplikasi seperti setipe, paktor, tinder, hingga grindr biasanya lebih digemari lajang berusia 18—30 tahun. Sementara yang lebih tua dari itu lebih suka biro jodoh offline.

Pelayanan di biro jodoh offline lebih komprehensif. Ada konselor yang menyocokkan data para klien, dan harus benar-benar sesuai. Mereka punya goal, pengguna jasanya harus berhasil menjalin hubungan. Pelayanan yang komprehensif itu juga membuat biayanya lebih mahal.

Sementara pada biro jodoh online, pencocokan data tak begitu komprehensif, pengguna akan memilih sendiri. Pilihan itu seringnya hanya didasarkan pada penampilan, cantik atau tampan.

Infografik Perjodohan Online atau Offline

Sebagai sebuah bisnis, biro jodoh online lebih menguntungkan dan mampu bertahan dalam jangka panjang. Menurut riset Statista, di seluruh dunia, bisnis ini menghasilkan pendapatan total $4,6 miliar atau Rp61,4 triliun pada tahun ini. Rata-rata pendapatan yang dihasilkan dari tiap pengguna pada tahun ini adalah $18,33.

Tahun 2021 nanti, pendapatan dari bisnis biro jodoh online ini diprediksi mencapai $5,87 miliar. Sebagian besar keuntungan dihasilkan di Amerika Serikat, nilainya $1,9 miliar tahun ini. Cina ada di posisi kedua dengan total pendapatan $565,1 juta.

Peningkatan keuntungan ini juga didukung oleh semakin tingginya penetrasi. Tahun ini, penetrasi jumlah pengguna biro jodoh online di dunia mencapai 11,1 persen dari total penduduk bumi. Ia diprediksi menyentuh 13,1 persen pada 2021. Tinder, aplikasi yang mempertemukan Rey dan Pablo, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di Eropa.

Tak semua pengguna aplikasi biro jodoh bertujuan mencari pasangan hidup yang berujung pada pernikahan. Sebagian besar hanya untuk menggoda dan berbincang secara online. Dari 11,2 persen penetrasi tahun ini, sebanyak 7,1 persennya memiliki tujuan ini.

Ada juga yang bertujuan untuk sex tanpa komitmen atau casual dating. Tetapi porsinya paling kecil, hanya 2,3 persen. Sementara yang bertujuan mencari pasangan hidup angkanya hanya 3,3 persen.

Meski biro jodoh online terus tumbuh pesat, belum tentu ia akan menggeser yang offline. Beberapa perusahaan biro jodoh bahkan memiliki keduanya. Paktor, misalnya, ia memiliki bisnis offline di Singapura bernama GaiGai. Ini karena memang segmentasi keduanya berbeda.

Akan tetapi, dalam beberapa dekade ke depan, bukan tidak mungkin. Apalagi ketika generasi Z, generasi yang sejak lahir sudah mengenal gadget dan internet, mereka mungkin akan lebih nyaman menggunakan segala hal yang online.

Baca juga artikel terkait BIRO JODOH OFFLINE atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Artikel Terkait