Menuju konten utama

Menyongsong Kematian Kamera Konsumer

Kamera adalah alat teknologi vital dalam dunia yang semakin visual seperti sekarang. Lihatlah, Instagram dan Youtube menjadi pusat semesta generasi milenial. Tapi apakah fakta itu membawa kabar baik bagi industri kamera?

Menyongsong Kematian Kamera Konsumer
Model memperlihatkan kamera Lumix DMX GX85 dalam peluncuran kamera terbaru Panasonic di Jakarta. ANTARA FOTO/Teresia May.

tirto.id - Ganteng dikit "cekrek," cantik dikit "cekrek."

Lihatlah umpan dari akun Facebook dan Instagram Anda. Tentu Anda mendapati gambar-gambar dalam sekali scroll. Fotonya pun tipikal: selfie ataup wefie. Intinya, foto yang mengekspose diri sang pengunggah foto.

Tak bisa dipungkiri, sejak telepon genggam dilengkapi kamera, fotografi jadi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Apalagi ditambah hadirnya berbagai media sosial yang memungkinkan kita mengunggah pelbagai foto dan video ke jagat maya.

Sayang, populernya kegiatan berfoto dengan smartphone beriringan dengan terpuruknya industri kamera.

Industri Kamera

Periode emas industri kamera dimulai pada akhir tahun 1990an dan awal tahun 2000, masa-masa ketika kamera digital diperkenalkan pertama kali kepada dunia. Berdasarkan data dari Camera and Imaging Products Association (CIPA), penjualan kamera terus memperlihatkan peningkatan sejak 1965. Tapi penjualan kamera meroket tajam setelah kamera digital diproduksi.

Puncak penjualan terjadi pada periode 2007 hingga 2011, dengan rata-rata mencapai lebih dari 100 juta unit per tahun. Tahun 2010 adalah tahun emas, di mana penjualan kamera mencapai 121 juta unit. Tapi kemudian angka itu merosot sampai sampai saat ini. Penjualan kamera pada tahun 2015 lalu hanya mencapai angka 35 juta unit.

Hingga Juli 2016 kemarin, penjualan kamera tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Grafik penjualannya, meskipun fluktuatif, lebih rendah dibandingkan penjualan pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Penjualan kamera pada bulan Mei, Juni, Juli agak melegakan karena tak jatuh dan relatif stagnan pada angka kisaran 1,6 juta unit. Hal itu disebabkan adanya peningkatan penjualan kamera digital yang dapat diganti lensanya seperti kamera mirrorless dan DSLR.

Pembunuh Kamera Konsumer: Media Sosial atau Smartphone?

Jika diadakan voting untuk pertanyaan "Alat apa yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini?" mungkin salah satu jawaban terbanyaknya adalah "smartphone." Lihat saja perkembangan terkini smartphone dan segala hal terkait smartphone yang selalu jadi berita. Kasus meledaknya pesawat-pesawat telepon Samsung Galaxy Note 7, misalnya.

Begitu pula perkara fitur kamera di dalam suatu ponsel cerdas. Saat ini, kamera dalam smartphone merupakan salah satu poin penting yang jadi pertimbangan konsumen saat memilih smartphone untuk dibeli. Berdasarkan penelitian Comtech, 2014, kualitas kamera smartphone menempati posisi tiga teratas yang menjadi faktor penentu dibelinya satu perangkat mobile.

Itu tak mengherankan. Survei GSMArena tahun 2011 menunjukkan setidaknya 98 persen responden menganggap kegiatan berfoto dengan smartphone sebagai hal penting.

Media sosial pun semakin menambah urgensi teknologi kamera pada smartphone. Instagram, yang bisa disebut komunitas fotografi terbesar di dunia, juga berbasis pada smartphone, bukan komputer. Begitu pula sejumlah media sosial seperti Snapchat yang menjadikan video dan foto sebagai pusat dari kontennya.

Fotografer profesional Tony Northrup dalam videonya di Youtube pada 5 September lalu menyatakan bahwa interaksi yang sangat kuat antara media sosial dengan kamera smartphone inilah yang kemudian membunuh kamera konsumer.

Northrup bilang orang kebanyakan tidak membutuhkan peralatan besar untuk membuat gambar. Konsumer hanya ingin mengambil sebuah gambar bagus tanpa perlu membawa alat besar dan tak praktis semacam kamera konsumer digital.

Tentu saja. Untuk mengambil gambar dengan kamera konsumer, konsumen harus melalui serangkaian proses yang cukup merepotkan, termasuk saat harus memindahkan gambar dari kamera ke smartphone mereka. Hal ini tidak mereka jumpai saat menggunakan kamera smartphone dengan ekosistem yang sudah terintegrasi dengan media sosial.

Faktor lain adalah semakin kecilnya kesenjangan kualitas gambar kamera smartphone dengan kamera konsumer. Karena kamera menjadi faktor penentu orang dalam membeli membeli smartphone, tidak heran jika produsen smartphone selalu melakukan upgrade pada teknologi kamera dalam smartphone yang diproduksi.

Apple yang iPhone-nya terkenal dengan teknologi kamera canggih adalah salah satu contohnya. Seperti dikutip The Verge, Apple sangat serius dengan kamera iPhone mereka. Pada 2015, mereka mengatakan ada sekitar 800 orang yang khusus bekerja untuk menggarap teknologi kamera iPhone. Kamera iPhone juga telah melalui serangkaian uji coba dalam berbagai simulasi kondisi.

"Fotografi berkembang menjadi suatu hal yang semakin penting [dalam kehidupan sehari-hari] di dunia kita. [Tapi] kamera menjadi hal yang semakin tidak penting," jelas Northrup. "Orang sangat antusias soal kamera. Hanya saja, mereka tidak tertarik pada Canon, Nikon, Fuji, Pentax, dan sebagainya. Mereka lebih tertarik pada smartphone Samsung, Apple, dan Sony. [...] karena [smartphone] lebih baik dalam komunikasi dan berbagi."

"Perusahaan kamera telah kehilangan peluang yang ada," imbuhnya.

Lantas apakah kamera konsumer akan mati? Dengan data seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bisa jadi. Apabila perusahaan-perusahaan seperti Canon, Nikon, maupun Fuji tidak segera mengambil langkah progresif, kematian kamera hanya tinggal menunggu waktu.

Baca juga artikel terkait TEKNOLOGI atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Maulida Sri Handayani