Menuju konten utama

Menyoal Belum Cairnya Uang Saku Atlet PON DKI Jakarta

Pernyataan atlet yang mengungkapkan belum mendapatkan uang saku disanggah Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta.

Menyoal Belum Cairnya Uang Saku Atlet PON DKI Jakarta
Petarung dari Pengprov Keluarga Olahraga Tarung Derajat (Kodrat) DKI Jakarta memperagakan bela diri dalam acara memperkenalkan tarung derajat untuk kalangan pelajar di SMP 58, Jakarta, Jumat (16/6). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - "Saya dari Januari belum ada terima, sampai sekarang," suara Aming, 29 tahun, terdengar pelan di ujung telepon.

Ia maksud dengan kata "terima" adalah hak uang saku sebesar Rp3,5 juta, yang seharusnya ia peroleh saban bulan dari Pemprov DKI Jakarta.

Aming adalah atlet Tarung Derajat DKI Jakarta. Ia direkrut sejak Januari lalu ke pemusatan latihan daerah (pelatda) untuk persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2020 yang bakal diselenggarakan di Papua.

Sebelum bergabung dengan pelatda, sehari-harinya Aming mencari uang sebagai buruh lepas di pabrik percetakan. Upahnya, sekitar Rp60 ribu sampai Rp100 ribu per hari, tergantung jam bekerja. Untuk satu jam kerja, ia dibayar Rp10 ribu.

Seharusnya dengan menjadi atlet, Aming bisa memperbaiki kualitas hidup keluarganya, terdiri dari satu orang istri dan dua anak berusia masing-masing 10 tahun dan 4 tahun. Namun, itu hanya rencana yang tak pernah atau belum terealisasi. Ia terpaksa kembali jadi buruh harian yang sebetulnya tak pernah bisa benar-benar menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada hari raya lalu, Aming pulang kampung ke Bogor tanpa membawa oleh-oleh sama sekali. "Duitnya cuman buat pulang pergi ke Bogor," katanya.

Pernah pada suatu hari Aming diusir secara halus oleh pemilik kontrakan di Kramat Jati, Jakarta Timur, karena menunggak sewa. Pemilik kontrakan menyuruhnya pindah dengan alasan tempat tersebut bakal dipakai oleh saudara, tapi ia tahu orang yang dimaksud tak juga datang.

"Itu kan artinya disuruh pergi secara halus."

Aming tidak sendiri, menurutnya uang saku yang tak juga turun juga dialami oleh atlet Tarung Derajat lain. Ada 15 orang yang bernasib sama.

"Kalau dari cabang kami memang semuanya [belum dapat gaji]. Kalau dari temen-temen di cabor (cabang olahraga) lain kemungkinan ada juga. Tapi saya kurang tahu sih," ucapnya.

Respons Pemprov DKI

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov DKI Jakarta Ratiyono, menyanggah pernyataan Aming. Menurutnya upah 403 atlet Pelatda sudah dibayar. Ia malah mempertanyakan soal legalitas Aming sebagai atlet Pelatda.

"Ada 403 atlet dan pelatih yang sudah masuk pelatda PON. Sudah kami bayarkan sebelum lebaran. Kalau mas Aming belum [dapat upah], nanti kami cek masuk daftar atlet Pelatda tidak dia," ucap Ratiyono kepada Tirto, Senin (25/6/2018).

Untuk mengklarifikasi ini, Ratiyono bakal memanggil Aming dalam waktu dekat. "Pokoknya kami layani dengan baik," ujarnya.

Ia mengaku pembayaran uang saku untuk para atlet memang dirapel. Alasannya, Dispora harus mengecek apa betul atlet yang telah direkrut melakukan kewajiban atau sebaliknya.

"Kami harus cek dulu ke lapangan, benar latihan enggak. Ada yang turun ke lapangan mengecek. Melakukan monitoring dan evaluasi supaya tepat sasaran. Jangan sampai ada nama, tapi enggak ada di lapangan," katanya.

Namun, Ratiyono juga menyarankan agar para atlet punya pekerjaan lain. Ini tentu jadi sikap yang aneh dari pihak Pemprov DKI Jakarta. Semestinya para altetnya mendapat jaminan.

"Jadi kalau dia belum dapat [uang saku], kalau dia punya pekerjaan, tidak apa-apa dari pekerjaan."

Celah Potensi Penyimpangan

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yutho curiga ihwal telatnya uang saku di Pemprov DKI Jakarta. Ia memberi contoh kasus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Bengkulu. Mantan ketua KONI Bengkulu Yuan Rasugi Sang dan bekas Bendahara Umum KONI Arsuan Jumhari ditetapkan sebagai tersangka kasus mark up sewa hotel hingga memotong uang saku atlet.

Majelis hakim pengadilan negeri tindak pidana korupsi Bengkulu memutus keduanya bersalah dan dihukum satu tahun tiga bulan dengan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara pada awal Maret lalu.

Apa yang menjadi kecurigaan dari Emerson masih perlu pembuktian. Ia meminta Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta menyelidiki persoalan ini.

"Perlu diselidiki karena ada ketidaksinkronan antara pernyataan Kepala Dispora DKI dan atlet," katanya kepada Tirto.

Selain penting untuk mencegah terjadinya korupsi, penyelidikan juga penting dilakukan agar para atlet yang dirugikan tidak kabur ke provinsi lain yang dirasa dapat memberikan hak sebagaimana mestinya.

Anggota KPK DKI Jakarta Nursyahbani Katjasungkana mengaku bakal mencari tahu mengenai kabar telatnya pembayaran uang saku atlet DKI Jakarta. Ia menekankan bahwa regulasi yang ada sekarang memang perlu diperbaiki.

"Kami akan cari info soal ini. Tapi memang masih perlu pengaturan yang lebih baik tentang hak atlet. Dengan kejadian seperti yang dialami Aming, jelas bahwa sistemnya harus dikaji ulang, juga untuk semua cabang," ucap Nursyahbani.

Secara terpisah, Kepala Dispora DKI Jakarta Ratiyono menegaskan dan menjamin tidak ada penyelewengan terkait uang saku para atlet.

"Enggak ada diselewengkan karena kan langsung masuk ke rekening atlet. Enggak diselewengkan. Takut kita. Insya Allah," kata Ratiyono.

Baca juga artikel terkait PELATDA atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Rio Apinino