Menuju konten utama

Menyimpan Rahasia Bisa Tingkatkan Stres & Turunkan Kesehatan Mental

"Menyimpan rahasia tidak dianjurkan. Ini karena informasi yang bersifat rahasia memicu Anda untuk terus memikirkannya."

Menyimpan Rahasia Bisa Tingkatkan Stres & Turunkan Kesehatan Mental
Ilustrasi menjaga rahasia. Istockphoto/Getty Images

tirto.id -

Januari menjadi bulan yang tak menyenangkan bagi Robert Sylvester Kelly atau yang lebih dikenal dengan R. Kelly. Musikus 51 tahun tersebut gusar saat film dokumenter bertajuk “Surviving R. Kelly” beredar dan sekali lagi menyeretnya dalam skandal kekerasan seksual. Dalam film tersebut, tak hanya para korbannya yang bicara. Dua saudara kandungnya, Bruce dan Carey, pun turut andil membuka rahasianya.

Dalam film dokumenter tersebut, Carey mengaku dirinya dan Kelly menjadi korban kekerasan seksual oleh orang terdekat. Sayangnya, kesamaan ini tak membuat Kelly melindungi adiknya. Saat Carey mengungkapkan pelecehan yang dialaminya, kakaknya bersikeras menyatakan hal itu tidak terjadi.

Infografik SC Rahasia bikin Stres

Infografik SC Rahasia bikin Stres. tirto.id/Sabit

Kelly boleh saja marah dan menanggapi pengakuan ini dengan “menuntut semua orang”. Namun, menyimpan rahasia memang tidak dianjurkan, setidaknya itulah yang dikatakan Art Markman dilansir Psychology Today. Peneliti dari University of Texas ini mengatakan menyimpan rahasia bisa membuat orang merasa lebih buruk dan stres.

“Sekalipun Anda mampu, menyimpan rahasia tidak dianjurkan. Ini karena informasi yang bersifat rahasia memicu Anda untuk terus memikirkannya. Rahasia bisa membuat Anda stres dan lelah sehingga menurunkan kesehatan mental dan fisik Anda,” jelas Markman.

Sigmund Freud telah membuktikan pernyataan ini pada tahun 1905 saat dirinya menangani Ida Bauer. Kebiasaan Bauer membeli tas diyakini Freud sebagai tindakan pengalihan untuk menekan keinginannya. Mulut bisa saja menyembunyikan rahasia, namun anggota tubuh yang lain tidak. Semakin besar rahasia, semakin sulit pula untuk menjaganya.

Rahasia adalah pemikiran yang tak diinginkan. Saat menyimpan sesuatu, orang cenderung tiga kali lebih sering mengingatnya ketimbang berusaha melupakannya. Ini juga memicu orang untuk menjadi lebih sering mempertanyakan kejujurannya.

Orang merasa tak bisa menjadi diri sendiri sepenuhnya sehingga kemudian terjebak dilema. Sebagian dari mereka yang tak sanggup menahan diri lantas memilih membocorkan rahasia tersebut.

Dalam Journal of Personality and Social Psychology, para peneliti mengungkapkan fakta menarik bahwa setiap orang rata-rata punya 13 rahasia.

Perilaku seksual, kebohongan, hasrat romantis, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan adalah hal-hal yang paling sering disembunyikan. Tak ingin menyakiti perasaan dan kehilangan rasa hormat dari orang lain menjadi alasan-alasan mengapa orang melakukannya.

Padahal, menyembunyikan sesuatu dari orang terdekat, khususnya pasangan, turut pula menjadi faktor hancurnya sebuah hubungan.

Dalam pengamatan Linda Brown, mengakui rahasia rasanya seperti fantasi seksual pada pasangan tidak jarang membuat seseorang lebih diterima. Alih-alih menghakimi, pasangan cenderung meresponsnya dengan ajakan bereksperimen.

Dalam kasus lain, seseorang yang jujur mengungkapkan ketertarikannya dengan orang lain pada pasangannya juga bisa mendapatkan respon, “Ah, ya, kau bebas mengagumi museum yang indah. Semua orang bebas mengaguminya. Tapi aku percaya komitmen kita dan hanya aku tempatmu pulang!”

Meski demikian, menjaga rahasia tidak selalu memberi efek negatif. Dalam beberapa kasus, rahasia adalah senjata untuk melindungi sekaligus mempertahankan citra diri. Dengan selektif memilih mana saja yang pantas dan tidak untuk ditunjukkan, orang bisa meminimalisasi penolakan dari orang lain.

“Tentu saja tidak semua orang bisa dipercaya. Kalau tujuan Anda adalah memiliki hubungan yang luar biasa dengan pasangan, resepnya berilah privasi, namun tidak ada rahasia. Dalam hal ini, Anda harus jujur pada diri sendiri kalau ingin memulai hubungan berintegritas tinggi,” kata Brown.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Artika Sari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Artika Sari
Editor: Yulaika Ramadhani