Menuju konten utama

Menyerahkan Jembatan Timbang ke Swasta, Siapa Untung?

Rencana pemerintah pusat menggandeng swasta untuk membangun dan mengelola jembatan timbang masih menyisakan beberapa persoalan.

Menyerahkan Jembatan Timbang ke Swasta, Siapa Untung?
Ilustrasi jembatan timbang. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Suasana di Jembatan Timbang Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah mendadak tegang pada Minggu malam di bulan April 2014. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo marah besar saat aksi inspeksi mendadak yang sempat viral di media sosial.

“Buat siapa itu? Buat siapa? Hei, itu buat siapa? cecar Ganjar kepada kernet yang terlihat membawa uang Rp10.000,. Sang kernet pun terlihat salah tingkah, dan hanya bisa menjawab tidak tahu.

Belum puas dengan jawaban dari kernet, Ganjar kemudian memarahi salah satu petugas dinas perhubungan, dan meminta seluruh laci di ruangan operator dibuka. Kemarahan Ganjar kian memuncak setelah ia menemukan amplop berisi uang di salah satu laci yang dibuka. Ia langsung menelepon Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Jawa Tengah Urip Sihabudin.

“Pak Urip, anak buahmu ini ternyata belum melakukan perintah saya. Saya sudah perintahkan dari kemarin lho. [Pungli] Ini yang bikin semua jalan rusak. Saya serius ini Pak,” tegas Ganjar nampak dalam video yang diunggah pada 28 April 2014.

Sudah jadi rahasia umum pungutan liar (pungli) di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau yang sering disebut jembatan timbang yang dikelola oleh para pemerintah daerah jadi ladang pungutan liar (pungli). Efek lanjutan dari pungli, pengendalian truk-truk bermuatan lebih (overload) menjadi tidak optimal. Jalan cepat rusak, dan biaya perbaikan jalan terus meningkat. Uang triliunan rupiah harus digelontorkan setiap tahun untuk perbaikan jalan, sedangkan sumber pemasukan dari jembatan timbang tak seberapa.

Berdasarkan Permenhub No. 134/2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan, jembatan timbang atau UPPKB adalah unit kerja di bawah Kemenhub yang bertugas mengawasi muatan barang dengan menggunakan alat timbang yang dipasang secara tetap pada setiap lokasi tertentu.

Sebelum 2017, jembatan timbang dikelola oleh kantor wilayah atau dalam hal ini pemerintah daerah. Sementara Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub melaksanakan pengawasan teknis dan pembinaan atas penyelenggaraan jembatan timbang. Pada praktiknya, jembatan timbang memiliki tiga fungsi yakni melakukan pengawasan, penindakan dan pencatatan. Seluruh fungsi ini dilakukan demi meningkatkan keselamatan pengguna jalan dan menjaga kondisi infrastruktur jalan.

Sayang, pelaksanaan jembatan timbang ini tidak berjalan mulus. Praktik pungli kerap terjadi, dan menjadi lahan untuk memperkaya diri. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah mengatakan penguasa jembatan timbang adalah posisi favorit di pemerintah daerah. Pernyataan Budi Karya ini menjurus soal lahan basah. Sehingga, pemerintah pusat memilih untuk mengambil alih. Sebanyak 131 jembatan timbang yang tersebar di pelosok Indonesia, dialihkan ke Kemenhub, dan kini ada wacana mendorong pengelolaan jembatan timbang ke swasta atau privatisasi. Isu privatisasi sektor layanan umum pemerintah ke tangan swasta bukan kali ini saja, juga sempat muncul wacana serupa untuk penjara.

Swasta Belum Tertarik

Pengalihan pengelolaan dari pemda ke pemerintah pusat ternyata tidak lantas efektif. Alasannya yang paling gampang disalahkan adalah soal anggaran yang terbatas. Pada 2018, jumlah UPPKB yang aktif mencapai 43 jembatan timbang dari total 131 jembatan timbang di bawah Kemenhub. Dalam pengelolaannya, Kemenhub menggandeng pihak swasta, yakni PT Surveyor Indonesia sebagai pendamping.

PT Surveyor Indonesia juga membantu menyusun konsep pengembangan jembatan timbang dan pembuatan SOP jembatan timbang. Jasa mereka kemudian dibiayai Kemenhub dengan nilai kontrak mencapai Rp43 miliar untuk satu tahun anggaran.

Kerja sama pemerintah pusat dengan swasta dalam menggalakkan program jembatan timbang juga dapat dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kementerian PUPR bersama Kemenhub mengajak badan usaha swasta untuk ikut serta dalam program jembatan timbang. Nantinya, keikutsertaan swasta akan diikat melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dengan skema availability payment (AP).

Skema yang dimaksud itu adalah skema pembayaran secara berkala oleh penanggung jawab proyek kerja sama kepada Badan Usaha Pelaksana atas ketersediaan layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas yang ditentukan dalam perjanjian.

“Skema kerja sama PUPR dengan swasta itu tidak sama dengan kami. Mereka [swasta] diajak membangun dan mengelola jembatan timbang. Masa konsesinya itu sekitar 15 tahun,” kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi kepada Tirto.

Infografik Jembatan Timbang

Siapa yang akan diuntungkan dari kerja sama pemerintah dan swasta?

Tentu, masing-masing pihak bakal diuntungkan. Bagi pemerintah, anggaran perbaikan jalan yang boros diharapkan bisa ditekan. Kebutuhan SDM juga lebih cepat dipenuhi jika menggandeng swasta. Selain itu, pemerintah juga mendapatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari hasil tilang truk yang melanggar ketentuan. Jika melihat rekam jejak jembatan timbang kala dikelola pemda, kontribusi jembatan timbang tak seberapa bila dibandingkan dengan beban APBD masing-masing pemda yang mencapai puluhan triliun rupiah.

Misalnya, kontribusi jembatan timbang di Pemprov Jawa Timur mencapai Rp48 miliar pada 2015. Pendapatan jembatan timbang di Pemprov Jawa Tengah Rp32 miliar, dan Yogyakarta sebesar Rp2,2 miliar. Pendapatan ini bersumber sanksi denda dari pengangkutan barang dengan kelebihan muatan yang besaran sanksinya sesuai persentase kelebihan angkut dari batas bobot angkut yang ditetapkan. Berdasarkan Perdirjen Perhubungan Darat SK/736/AJ.08/DRJD/2017, muatan angkutan barang yang melebihi 5 persen akan diberikan tilang, dan dilarang meneruskan perjalanan.

Potensi kontribusi jembatan timbang bakal lebih besar. Pasalnya, kinerja pemda kala mengelola jembatan timbang belum optimal, dan justru banyak bocornya karena maraknya pungli.

Sementara untuk badan usaha swasta, tender dari pemerintah itu bisa menambah pundi-pundi pendapatan perusahaan. Pengelolaan jembatan timbang dengan skema availability payment (AP) memiliki lebih banyak pekerjaan, mulai dari membangun atau merevitalisasi jembatan timbang, melakukan perbaikan jalan secara berkala, hingga menjadi operator jembatan timbang. Budi Setiyadi yakin pihak swasta yang mengelola jembatan timbang tak akan melakukan pungli. Alasannya, karena semakin swasta maksimal melakukan pengawasan, kondisi jalan juga tidak cepat rusak, dan biaya renovasi jalan minimal.

"Katakanlah nilai kontrak Rp20 miliar. Kalau jembatan timbang bekerja maksimal, Rp20 miliar itu kan enggak semua digunakan untuk perbaikan jalan. Karena jembatan timbang berjalan bagus, mungkin dapat keuntungan di situ," kata Budi Setiyadi.

Namun, tidak menutup kemungkinan, swasta yang bekerjasama dengan pemerintah akan tetap menghabiskan seluruh dana dari pemerintah untuk memperbaiki jalan. Pasalnya, kerusakan jalan tidak hanya disebabkan oleh truk bermuatan lebih. Kerusakan jalan juga bisa disebabkan fisik jalan itu sendiri. Apabila kekuatan konstruksi tidak dibangun sesuai rencana, maka jalan bisa cepat rusak. Selain itu, kerusakan jalan juga dapat disebabkan volume lalu lintas yang tinggi dan lingkungan sekitar. Di sini lah celah dari skema AP yang masih digodok pemerintah.

Artinya ‘profit’ bagi swasta dalam skema ini tak ada kepastian. Pendapatan badan usaha swasta hanya dari jasa pengawasan dan perbaikan jalan. Di sisi lain, swasta tidak mendapatkan pendapatan dari denda/tilang apabila menjadi operator jembatan timbang. Pasalnya, seluruh pendapatan dari denda/tilang tersebut mengalir langsung ke kas pemerintah.

Pihak swasta pun masih menimbang peluang dari rencana privatisasi jembatan timbang, terutama soal aturan main yang memberi kepastian usaha. "Biasanya swasta akan melihat lebih dulu jalannya [jembatan timbang] yang dikelola pemerintah. Baru setelah itu masuk," jelas Carmelita Hartoto, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan kepada Tirto.

Selain masalah minat pihak swasta, rencana pemerintah membuka peluang swasta untuk menjadi operator jembatan timbang, akan terganjal dari sisi aturan. Hal itu dikarenakan, berdasarkan aturan yang ada saat ini, petugas pemeriksa jembatan timbang harus berstatus PNS. Berdasarkan Permenhub No. 134/2015 pasal 1 ayat 4, petugas pemeriksa jembatan timbang adalah petugas kepolisian negara RI dan penyidik pegawai negeri sipil (PNS) di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

“Kami masih godok aturannya. Namun yang pasti, rencana mengajak swasta untuk bangun dan mengelola jembatan timbang itu diperkirakan mulai 2019,” tutur Direktur Pembinaan Keselamatan Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PUNGLI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra