Menuju konten utama

Menyelisik Lembaga Pemantau Pemilu di Indonesia

Ada 103 lembaga pemantau pemilu di Indonesia. Dua di antaranya berasal dari luar negeri.

Menyelisik Lembaga Pemantau Pemilu di Indonesia
Petugas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperlihatkan surat suara Pilpres yang rusak ketika menyortir dan melipat surat suara di gudang penyimpanan logistik KPU Kota Bandar Lampung, Lampung, Jumat (8/3/2019). ANTARA FOTO/Ardiansyah/foc.

tirto.id - Lima tahun lalu, hanya ada 14 lembaga yang melaksanakan fungsi pemantauan pemilihan umum. Kini, ketika pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak, jumlahnya membengkak jadi 103.

"Sampai kemarin sudah 103, dua di antaranya lembaga pemantau asing" ujar Anggota Bawaslu M. Afifuddin kepada reporter Tirto, Rabu (10/4/2019).

Afifuddin lantas menjelaskan panjang lebar soal lembaga ini. Dari mulai legalitas serta peran mereka dalam demokrasi.

Pertama soal legalitas. Berdasarkan Pasal 435-447 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pemantau pemilu harus memenuhi beberapa syarat: dari mulai independen, mempunyai sumber dana yang jelas dan teregistrasi, hingga memperoleh izin dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauannya.

Khusus untuk pemantau dari luar negeri, syarat tambahannya adalah: mempunyai pengalaman sebagai pemantau di negara lain, memperoleh visa dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, serta memenuhi tata cara melakukan pemantauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bawaslu membebaskan mereka menentukan lokasi pantauan serta tahapan apa yang ingin dipantau, kata Afif. Meski demikian, mereka tetap wajib berkoordinasi.

"Tetap koordinasi, tapi kami enggak bisa mengatur di mana mereka mau memantau. bebas terserah kekuatan mereka," tutur Afif.

Selanjutnya soal fungsi. Afif mengatakan, dengan banyaknya lembaga yang ikut memantau, diharapkan Pemilu 2019 yang berkualitas serta menghasilkan pemimpin yang amanah semakin mudah terwujud.

Apa yang Mereka Lakukan?

Salah satu lembaga pemantau pemilu yang cukup terkenal adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan pada dasarnya lembaga seperti Perludem meman dibuat agar pemilu berjalan dengan baik. Karena itu ia bilang Perludem tak akan fokus terhadap hasil, tapi masalah-masalah apa yang muncul.

"Kami salah satu fokusnya soal akses TPS terhadap disabilitas, dan beberapa hal terkait manajemen pemilu seperti soal TPS, DPT. Kalau hasilnya tidak terlalu fokus," ujar Fadli saat dihubungi reporter Tirto.

Pada 17 April nanti, Fadli bilang instansinya hanya akan memantau TPS tempat anggota Perludem menggunakan hak pilihnya serta di sekitar kantor. Alasannya, jumlah SDM mereka memang tak banyak.

Berbeda dengan Perludem, Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) setidaknya memiliki 7.000 sukarelawan yang siap memantau Pemilu 2019. Bekerja sama dengan KawalPemilu.org, mereka akan fokus memantau hasil penghitungan suara mulai dari tingkat TPS hingga rekapitulasi di tingkat pusat.

Pendiri Netgrit, Hadar Nafis Gumay, mengatakan mereka menggandeng KawalPemilu.org karena tertarik dengan cara mereka melakukan pemantauan yang terbilang sederhana dan bisa dilakukan siapa saja, namun tetap efektif.

Kerja sama antara kedua lembaga ini menghasilkan kampanye bernama 'Kawal Pemilu - Jaga Suara 2019'.

"Awalnya mereka tidak ada rencana untuk melakukan pemantauan, namun setelah berdialog dengan kami, akhirnya mereka sepakat melakukan kegiatan pemantauan 'Kawal Pemilu - Jaga Suara 2019' bersama kami," ucap Hadar kepada reporter Tirto.

Hadar menjelaskan gerakan ini menggabungkan teknologi dan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan proses Pemilu 2019 yang bersih. Kata Hadar, masyarakat yang sudah menjadi sukarelawan hanya perlu memfoto formulir C1 di TPS setelah penghitungan suara selesai dilakukan dan mengunggahnya ke situs KawalPemilu.org.

KPU sendiri membolehkan ini. Mereka bahkan mengizinkan siapa saja menempel salinan hasil penghitungan suara di TPS dan di kantor desa/lurah pada hari berikutnya.

Sayangnya menurut Hadar jumlah sukarelawan--yang klaimnya tak dibayar--masih sangat kurang untuk memantau seluruh TPS yang jumlahnya ada 809.500. Ia pun berharap masyarakat turut serta agar kekurangan itu bisa ditambal.

"Kami berharap publik punya tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap hasil perolehan suara," ucap Hadar.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino