Menuju konten utama

Menyambut Tahun Ajaran Baru dengan Seri Webinar Guru Belajar

Webinar ini menghadirkan tema-tema dan narasumber dari kalangan guru, akademisi, praktisi, unsur pemerintah daerah, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

ilustrasi Belajar Sacara Daring. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pandemi COVID-19 memengaruhi sistem pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sekolah, universitas, dan perguruan tinggi ditutup. Meski begitu, proses belajar dan mengajar tetap harus dilaksanakan dengan jarak jauh. Hal ini tentu langsung berdampak pada para guru.

Salah satu yang terdampak adalah Santi Kusuma Dewi, guru SMP Islam Baitul Izzah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.“Biasanya guru mengajar hanya berpedoman pada buku pegangan guru, namun sekarang kita ‘dipaksa’ belajar memanfaatkan teknologi untuk melakukan pembelajaran secara dalam jaringan (daring),” tulisnya dalam Surat untuk Mas Menteri Nadiem Makarim.

Namun, bukan hanya guru yang merasa kesulitan beradaptasi dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sebenarnya, pelajar adalah yang paling merasakannya. Sebagai respons terhadap pandemi, ada sekitar 1,725 miliar pelajar (atau 98,5 persen populasi siswa dunia) yang terkena dampak penutupan fasilitas pendidikan.

Dua kesulitan utama yang para pelajar atau murid hadapi antara lain adalah belum terbiasa dengan pembelajaran jarak jauh dan ketidakmampuan dalam menjangkau teknologi. “Orang tua berupaya mendukung pembelajaran, namun karena keterbatasan ekonomi tidak punya HP Android sehingga susah dalam komunikasi,” tulis Maria Yosephina Morukh, pengajar SDK Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Alfiatus Sholehah, siswa kelas VB SDN Pademawu Barat 1, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, juga ikut menambahkan: “Saya tidak punya [HP], juga merasa kasihan karena ibu saya harus cari pinjaman untuk membeli paket internet agar bisa belajar di rumah.”

Hal-hal di atas seakan membuat PJJ sulit terlaksana. Padahal, kenyataannya tidak otomatis begitu. Beberapa sekolah di dunia justru melaporkan jika PJJ membuat segelintir murid pemalu, anak-anak hiperaktif, dan anak-anak yang sangat kreatif justru menjadi lebih baik daripada di kelas konvensional. Salah satu alasan yang membuat mereka bisa lebih baik adalah dari segi jadwal.

Pada situasi normal, sekolah rata-rata dimulai pagi hari. Namun saat pandemi dan PJJ, jadwal sekolah menjadi lebih dinamis, sehingga murid bisa memilih sendiri soal kapan dan bagaimana proses belajar mengajar dijalankan. Fleksibilitas ini pada akhirnya memberikan murid kesempatan untuk beristirahat secara berkala.

Kenapa ini menjadi penting? Sebuah penelitian menunjukkan jika murid memang secara umum mudah terdistraksi. Namun istirahat pendek yang teratur lah yang dapat membantu mereka fokus, dan pada akhirnya bisa meningkatkan produktivitas dan mengurangi stres.

Kemudian penelitian lain juga menyimpulkan bahwa jadwal padat sekolah dapat menjadi tantangan besar bagi seorang murid. Mereka yang terlalu berkomitmen—terutama jika mereka merasa berkewajiban untuk mengambil kursus tertentu atau berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler—lebih mungkin mengalami tingkat kecemasan yang tidak sehat.

Selain soal jadwal, fleksibilitas yang terjadi dalam PJJ adalah pada cara penyampaian materi dari guru dan pada penilaian. Menurut Pew Research Center, tekanan tertinggi yang para murid hadapi adalah tekanan akademik, yaitu sebesar 61 persen.

Para guru juga dua kali lebih mungkin stres karena memikirkan para muridnya agar tidak gagal dalam ujian. PJJ dianggap bisa mengurangi tekanan tersebut, sehingga pada situasi pandemi seperti ini justru guru dan murid sama-sama dapat menjalani proses belajar mengajar dengan lebih baik.

Solusi Kemendikbud Mendukung Pembelajaran Jarak Jauh

Infografik Advertorial Kemendikbud 3

Infografik pelan pelan membiasakan PJJ. tirto.id/Mojo

Untuk mendukung PJJ di Indonesia sekaligus menyambut tahun ajaran baru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Seri Webinar Guru Belajar: Adaptasi Pembelajaran Masa Pandemi yang disiarkan langsung di kanal YouTube Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, pada Senin (29/06).

“Kata kuncinya adalah berbagi dan belajar. Dua kata ini saling berkaitan erat dengan nilai luhur bangsa, yaitu gotong royong,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Iwan Syahrir.

Iwan juga menyampaikan bahwa konsep berbagi tersebut sejalan dengan Merdeka Belajar yang diterapkan di masa sekarang dan terakselerasi. “Merdeka Belajar memberi peluang terbukanya metode pembelajaran yang fokus terhadap murid sesuai dengan kebutuhan zaman dan kondisi daerahnya,” ujarnya.

Fokus GTK adalah menciptakan sekolah sebagai tempat terjadinya inovasi, berbasis kepada murid, serta dapat menghasilkan pembelajaran kolaboratif antara guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, widyaiswara, orang tua, dan para insan pendidikan.

Ketika menjelaskan teknis layanan pembelajaran, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono, memberikan contoh kasus bagi penyandang disabilitas. “Topik dalam webinar kami berikan judul yang sangat spesifik, seperti pembelajaran matematika bagi penyandang tunanetra, kami kolaborasi dengan Perkins,” kata Praptono.

Seri Webinar Guru Belajar akan berlangsung dua sesi setiap harinya dan dilakukan selama satu bulan ke depan secara berkelanjutan. Dengan total enam sampai delapan webinar per hari, webinar ini akan menghadirkan tema-tema dan narasumber yang berasal dari kalangan guru, akademisi, praktisi, unsur pemerintah daerah, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Kemudian untuk menyikapi masalah teknologi, Kemendikbud berkolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi dalam penyediaan data untuk aplikasi pembelajaran daring. Namun, Iwan menjelaskan bahwa teknologi hanyalah alat. Menurutnya, kunci utama suksesnya PJJ terletak pada kualitas dan kompetensi para pendidik dalam memanfaatkan teknologi sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang efektif kepada murid-muridnya.

Untuk itu, Kemendikbud telah melakukan beberapa hal antara lain menciptakan laman Guru Berbagi dengan model crowdsourcing. “Kami telah menciptakan sebuah ekosistem belajar buat guru, yang sifatnya gotong royong, yaitu laman Guru Berbagi,” kata Iwan. Di sana, para guru dapat berbagi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan materi pembelajaran yang digunakan selama masa pandemi.

Ternyata meski pembelajaran jarak jauh telah membawa banyak tantangan, beberapa murid tampaknya bisa lebih berkembang dalam keadaan baru. Seri Webinar Guru Belajar diharapkan bisa menjadi bagian solusi dari Kemendikbud untuk mendukung pembelajaran jarak jauh dan menciptakan konsep belajar mengajar inovatif yang berfokus pada murid.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis