Menuju konten utama

Menteri LHK: Negara Tak Diam Atasi Kebakaran Hutan di Riau

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan dirinya terus memantau asap pekat yang mengganggu dan membahayakan warga di daerah Duri, Dumai, Pekanbaru, dan beberapa daerah lain di Riau. Namun upaya itu juga bukan atas dasar desakan negara lain.

Menteri LHK: Negara Tak Diam Atasi Kebakaran Hutan di Riau
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat meninjau penanganan kebakaran lahan di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (9/10). ANTARA FOTO/FB Anggoro.

tirto.id - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan negara tak tinggal diam dalam upaya menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau. Siti menegaskan dirinya terus memantau asap pekat yang mengganggu dan membahayakan warga di daerah Duri, Dumai, Pekanbaru, dan beberapa daerah lain di Riau.

“Target kerja kita jelas, jangan sampai rakyat kembali merasakan derita asap seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita ingin menekan semaksimal mungkin jumlah titik api penyebab meluasnya dampak asap,” kata Siti melalui siaran pers yang diunggah di situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Siti mengoordinasikan patroli terpadu yang melibatkan unsur Manggala Agni, Polhut, TNI, POLRI, pers, LSM dan aparat desa/tokoh masyarakat. Pelaksanaan patroli ini berbasis komando bertingkat dengan operasional Posko Desa, Posko Daops, Posko tingkat Provinsi (Balai Besar/Balai KSDA/TN), dan Posko Nasional di Kementerian LHK.

Selain sudah menetapkan Status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Asap, Siti juga memastikan bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) dan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) telah berada di Riau. Ia juga menyebutkan bahwa upaya pemadaman dimaksimalkan dengan rencana penambahan dua helikopter lagi serta penambahan peralatan dan dukungan dari personil TNI/Polri.

“Pemerintah terus bekerja tiada henti, dengan segala kekuatan yang ada untuk menangani karhutla. Kita tidak ingin bencana ekologis yang membuat daerah tertutup asap selama berbulan-bulan seperti tahun lalu, kembali terulang,” ujar Siti.

Bukan Karena Desakan Negara Lain

Seperti bencana asap di tahun-tahun sebelumnya, negara-negara tetangga telah menyampaikan keluhannya kepada pemerintah Indonesia, terutama negara yang warganya terkena dampak asap karhutla. Siti menghormati keluhan-keluhan, tetapi juga menegaskan bahwa upaya pemerintah saat ini bukan atas dasar desakan dari negara-negara lain.

“Indonesia menganut prinsip ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian. Tidak atas desakan-desakan,” ungkap Siti.

Siti juga menghimbau kepada semua pihak-pihak luar untuk menahan komentar-komentar yang tak perlu sebab yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah upaya yang serius dan sistematis. Bukti dari keseriusan itu adalah berkurangnya titik api secara nasional yang diklaim Siti telah merosot hingga 70-90 persen.

Ia menyebutkan, jumlah titik api tahun 2016 dibanding tahun 2015 (Periode 1 Januari-28 Agustus) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan dari 8.247 titik tahun lalu, menjadi 2.356 titik pada tahun ini atau lebih dari 74,64 persen.

Penurunan terbesar terjadi di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah. Di Riau, pada periode yang sama tahun 2015 terdapat 1.292 titik api, sementara tahun ini turun jadi 317 titik. Sedangkan di Kalteng, dari 1.137 titik api tahun lalu, turun menjadi 56 titik api pada tahun ini.

Sementara berdasarkan satelit TERRA/AQUA (NASA), dengan periode yang sama, lanjut Siti, terlihat jumlah titik api tahun 2016 berkurang 74,70 persen dibanding tahun 2015.“Tahun sebelumnya tercatat 11.690 titik api, tahun ini menjadi 2.937 titik api,” ujarnya.

Tindak Tegas Pelaku Karhutla

Salah satu upaya pemerintah menurut Siti adalah dengan melanjutkan penindakan tegas para pelaku karhutla di Riau. “Karena dari pantauan satelit terlihat, ada lahan-lahan yang sengaja dibakar dan meluas hingga membawa dampak asap,” katanya.

Kondisi sekarang bagi Siti adalah waktu kritis dan asap yang muncul juga bersifat fluktuatif dan bisa berubah sewaktu-waktu bergantung faktor alam seperti arah angin. Diakui Siti, semua upaya untuk membenahi apa yang telah rusak sebelumnya ini, mungkin tidak akan seketika terlihat hasilnya. Untuk itu ia meminta semua pihak untuk melanjutkan kerja sama agar masalah ekologis yang ada bisa segera teratasi.

“Titik apinya kita kejar. Asapnya kita tangani. Pembakarnya harus diberi hukuman. Masyarakat terus kita dampingi agar membuka lahan tidak dengan cara membakar. Semuanya agar rakyat tetap bisa sejahtera hidup berdampingan dengan karunia alam pemberian Tuhan,” pungkas Siti.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hard news
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan