Menuju konten utama

Menristek Ungkap Alasan Indonesia Lambat Produksi Vaksin COVID-19

Menristek/ Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menjawab alasan Indonesia lambat dalam memproduksi vaksin COVID-19.

Menristek Ungkap Alasan Indonesia Lambat Produksi Vaksin COVID-19
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyampaikan paparan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/ Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro menjawab alasan Indonesia lambat dalam memproduksi vaksin COVID-19.

Bambang menyebut pembangunan vaksin memerlukan dua hal penting, yakni penelitian dan pengembangan yang kuat serta hasil penelitian sudah terhubung dengan dunia industri.

"Kunci dari suatu negara bisa menguasai vaksin apalagi menghasilkan vaksin dengan cepat itu adalah karena R&D (penelitian dan pengembangan) sudah kuat dan yang kedua R&D integrated dengan manufakturingnya," kata Bambang saat memberikan sambutan acara #InovasiIndonesia untuk pulih pasca 1 tahun pandemi Corona, Selasa (2/3/2021).

Ia menuturkan, Sinovac, Pfizer, AstaZeneca, Johnson and Johnson adalah manufaktur yang memproduksi vaksin hasil penelitian tim R&D perusahaan. Mereka bekerja beriringan sehingga pembuatan vaksin berjalan cepat seperti Sinovac yang hanya berjalan 8 bulan.

"Bayangkan kalau R&D-nya mulai duluan atau mulai sendiri manufacturingnya kemudian mencoba menyesuaikan di tengah atau di akhir itu yang mohon maaf terjadi dengan kita karena memang belum ada pengalaman," kata Bambang.

Menristek menilai pandemi COVID-19 membuat Indonesia mulai belajar memproduksi vaksin dari hulu hingga hilir.

"Hilirnya mungkin kita merasa sudah punya Biofarma tapi hulunya kita masih harus belajar banyak mengenai R&D vaksin khususnya memahami berbagai macam platform yang ada dalam pengembangan vaksin," jelasnya.

Bambang menuturkan, masalah lain yang muncul dalam produksi vaksin adalah peralihan dari hasil penelitian ke pihak produksi. Ia mengaku, ada pelajaran dan pengalaman sehingga bibit vaksin dapat menjadi sebuah vaksin.

"Jadi ada learning proses yang harus kita lalui. Tetapi lebih baik kita bersusah-susah sekarang tetapi ke depannya mudah-mudahan kita bisa lebih mandiri dalam pengembangan vaksin," ujarnya

Ia ingin Indonesia bisa mempunyai pengembangan vaksin secara mandiri. Ia mencontohkan Indonesia ingin Biofarma bisa punya nama besar seperti Sinovac, AstraZeneca maupun Pfizer, tetapi juga harus mencontohkan untuk penelitian dan pengembangannya.

"Jadi artinya R&D dari usaha dari dunia usaha itu menjadi sangat penting dan inilah yang terus terang menjadi pelajaran yang berharga buat kita semua," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait VAKSINASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri