Menuju konten utama

Menperin: Insentif Kendaraan Listrik untuk Dorong Hilirisasi

Agus Gumiwang mengatakan, pemberian insentif untuk mobil dan motor listrik bertujuan untuk mendorong hilirisasi dan pertumbuhan manufaktur di Indonesia.

Menperin: Insentif Kendaraan Listrik untuk Dorong Hilirisasi
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/12/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemberian insentif untuk mobil dan motor listrik bertujuan untuk mendorong hilirisasi dan pertumbuhan manufaktur di Indonesia.

Insentif merupakan satu dari empat tantangan dalam hilirisasi yang bertujuan untuk mewujudkan transformasi struktural dalam industri manufaktur.

“Ini juga dalam rangka mendorong hilirisasi dan insentif ini kita pelajari dari negara-negara lain yang penggunaan motor dan mobil listriknya jauh lebih tinggi dari Indonesia,” ujarnya dikutip Antara, Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Insentif, disebutnya, harus ramah terhadap investor dan ramah kepada market. Pemberian insentif untuk mobil dan motor listrik juga telah disampaikan Pemerintah Indonesia saat berkunjung ke Brussel.

“Jadi insentif ini juga perlu dan kita perlu melakukan benchmarking terhadap insentif-insentif apa yang dilakukan negara-negara lain khususnya negara-negara kompetitor,” kata Menperin.

Tantangan lain yang harus dihadapi industri manufaktur dalam melakukan hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah adalah sumber daya manusia yang kompeten karena setiap tahunnya sektor manufaktur membutuhkan paling kurang 600 ribu tenaga kerja baru.

Kemudian, perluasan kerjasama internasional untuk membuka pasar ekspor baru turut menjadi tantangan dalam hilirisasi manufaktur. Pemerintah telah menetapkan Eropa dan Afrika sebagai target pasar ekspor.

Indonesia pun mendorong percepatan penyelesaian perundingan IEU-CEPA yang akan membawa manfaat sangat besar bagi kedua belah pihak.

“Khususnya bagi industri manufaktur agar barang-barang kita bisa bisa lebih mudah dikirim ke Eropa sebagai market yang cukup besar. Afrika juga negara-negara non traditional market yang harus kita ekspor,” sambungnya.

Sedangkan tantangan keempat dalam hilirisasi adalah tekanan dari international trade dan diplomasi nikel seperti gugatan ekspor nikel di World Trade Organization.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa hilirisasi telah banyak menorehkan success story. Seperti hilirisasi manufaktur di agro industri subsektor kelapa sawit dengan nilai tambah yang sangat jelas. Dari pohon menjadi minyak goreng mempunyai nilai tambah 1,36. Kemudian ke margarin nilai tambahnya 1,86 ke fatty acid nilai tambahnya 1,88 ke surfaktan 2,66, serta ke kosmetik nilai tambahnya 3,88.

“Untuk ekosistem subsektor CPO ini juga kita telah menciptakan direct tenaga kerja 2,5 juta dan juga menghidupkan sekitar 21,4 juta secara nasional,” tuturnya.

Kemudian success story pada hilirisasi tambang dan mineral adalah nikel yang bisa menciptakan nilai tambah hampir 400 kali lipat. Selain juga memanfaatkan nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik hingga alat kesehatan, alat dapur hingga industri kedirgantaraan.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Editor: Anggun P Situmorang