Menuju konten utama

Menpar Nilai Status Bencana Picu Penurunan Kunjungan Wisatawan

Status bencana membuat penurunan pariwisata di sebuah daerah, padahal keberadaan wisawatan bisa memulihkan daerah usai terkena bencana.

Menpar Nilai Status Bencana Picu Penurunan Kunjungan Wisatawan
Menteri Pariwisata Arief Yahya (tengah) bersama Gubernur NTB Zulkieflimansyah (kanan) saat kunjungan kerja di Politeknik Pariwisata Negeri Lombok di Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (21/2/2019). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/wsj.

tirto.id - Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya menyoal sejumlah destinasi wisata yang masih ada status kebencanaan.

Arief menduga okupansi hotel yang rendah di daerah sekitar Selat Sunda seperti di Carita, Tanjung Lesung, hingga Anyer disebabkan karena masih ada status 'awas' usai bencana trunami.

“Kemungkinan besar okupansi di Selat Sunda betul-betul memburuk kurang dari 10 persen, ya statusnya yang masih awas,” ucap Arief dalam acara penandatanganan MOU antara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Tiket.com di Menara BCA, Senin (4/3/2019).

Arief juga mengatakan selain Selat Sunda, hal yang sama juga menimpa Bali pada 2017 saat pemerintah mengeluarkan status kebencanaan.

Akibat status itu, Arief mengatakan sekitar 1 juta orang batal mengunjungi Bali lantaran dianggap sedang berada dalam kondisi bahaya sekitar hampir 3 bulan.

Pada saat status itu diberlakukan, Arief mengatakan berimbas pada penurunan kunjungan wisatawan berbagai belahan dunia lantaran negara mereka mengeluarkan travel warning (travel advisory).

Ia juga mengingat saat itu, wisatawan negara Cina juga turun drastis hingga jumlah yang sangat minim.

Ketika ia bertanya ke Konsulat Jenderal Cina di Bali, justru memperoleh jawaban penurunan terkait naiknya status bencana di Bali oleh pemerintah Indonesia.

Padahal, lanjut Arif, saat itu tengah memprotes travel advisory yang dikeluarkan pemerintah Cina lantaran berimbas buruk bagi pariwisata Indonesia.

“Hipotesis saya status [bencana] lah yang membuat dia [kunjungan wisata] drop drastis. Jadi seharusnya status itu yang harus diperbaiki,” ucap Arief.

Mengenai status kebencanaan, Arief juga mengatakan kepentingan pemerintah daerah membutuhkan bantuan saat status kebencanaan diaktifkan.

Namun, ia menyatakan pemda tak perlu mengkhawatirkan dampak dari status kebencanaan yang telah dicabut berujung tak lagi mengalir bantuan pusat.

Arief juga menyatakan arus uang dari wisatawan asing yang masuk justru lebih dari cukup untuk menutupi bantuan yang diperlukan daerah tersebut. Ia pun mencontohkan Bali yang status kebencanaannya dicabut justru pulih cukup baik.

“Waktu status bencana ada 15 ton beras per hari atau setara Rp150 juta rupiah. Saya bilang ke BNPB Bali bisa datengin 15 ribu wisman yang spendingnya minimal 1000 dolar AS,” ucap Arief.

“Sejak keputusan 22 Desember 2017, akhirnya recover 70 persen di Januari sampai April sudah 100 persen,” tambah Arief.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali