Menuju konten utama

Menkominfo Tidak Ragu Tutup Facebook Jika Digunakan Sebar Hoax

"Pemerintah tidak mempunyai keraguan apabila harus menutup Facebook jika digunakan untuk [sebar] hoax."

Menkominfo Tidak Ragu Tutup Facebook Jika Digunakan Sebar Hoax
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan pemerintah tidak segan menutup platform Facebook apabila media sosial terbesar di dunia tersebut menjadi tempat penyebaran berita bohong, seperti yang terjadi pada etnis Rohingya.

"Saya mengambil posisi, saya mengancam menutup Facebook dan pemerintah tidak mempunyai keraguan apabila harus menutup Facebook jika digunakan untuk [sebar] hoax," ujar Rudiantara di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Kamis (6/4/2018) dilansir Antara.

Rudiantara mengatakan tidak ingin hal di Myanmar terjadi di Indonesia. Setelah beberapa waktu lalu, Facebook mengakui dijadikan alat propaganda anti-Rohingya di Myanmar.

Ia menuturkan pihaknya tidak akan asal mengambil tindakan untuk menutup platform media sosial, melainkan melalui proses dan dengan alasan yang tepat.

Meskipun ia menilai selama ini Facebook termasuk dari tiga platform yang kurang kooperatif, yakni hanya memenuhi 50 persen permintaan Kemkominfo menutup konten yang dinilai tidak sesuai norma sejak dua tahun lalu.

"Ini yang ingin saya sampaikan kepada publik, bahwa inilah keadaannya, saya secara pribadi tidak punya intensi untuk menutup sembarang seperti itu, harus dijaga untuk kepentingan negara dan masyarakat," tutur Rudiantara.

Selain itu, indikasi kebocoran satu juta data pengguna dari Indonesia dalam kasus Cambridge Analytica membutuhkan sikap kooperatif dari Facebook dalam menindaklanjuti permintaan dari Kemkominfo.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika telah menyatakan memanggil Facebook perwakilan Indonesia untuk mengklarifikasi informasi kebocoran data.

Permintaan klarifikasi itu berkaitan dengan informasi bocornya data 1 juta pengguna Facebook asal Indonesia ke Cambridge Analytica, sebuah firma konsultan analisis data politik berbasis di Inggris.

"Hari ini muncul [informasi] Indonesia satu juta [bocor], jadi saya ingin memastikan itu," ujar Rudiantara di Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Rudiantara menambahkan akan meminta kepastian soal jumlah pengguna Facebook asal Indonesia yang datanya bocor ke Cambridge Analytica. Sebab, menurut Rudiantara, pihak Facebook semula menyatakan data penggunanya asal seluruh dunia yang disalahgunakan berjumlah 50 juta, tapi kemudian ternyata bertambah menjadi 87 juta.

Chief Technology Officer Facebook, Mike Schroepfer, belum lama ini mengunggah informasi kebocoran itu di blog resminya. Dia menyebut data 87 pengguna Facebook dari berbagai negara terindikasi disalahgunakan oleh Cambridge Analityca.

Sekitar data 70,6 juta pengguna Facebook yang bocor itu berasal dari Amerika Serikat atau terbanyak. Kemudian, di urutan kedua, adalah 1,17 juta data pengguna Facebook asal Filipina. Di peringkat ketiga adalah Indonesia, dengan jumlah data pengguna yang bocor sebanyak 1,09 juta.

Menkominfo menegaskan semua media sosial harus mau turut menjaga stabilitas Tanah Air apabila ingin berbisnis di Indonesia, apabila justru membuat tidak stabil di Indonesia pemerintah akan bertindak tegas.

Sementara, dari pihak Facebook sendiri telah meluncurkan program third party fact checking pada Senin (2/4/2018), untuk mendorong literasi digital dan literasi berita yang lebih baik di Indonesia. Ini merupakan program yang pertama di Asia Pasifik.

Dalam program third party fact checking, Facebook menggandeng media online Tirto.id. Terkait hal itu, News Partnership Lead Facebook Indonesia, Alice Budisatrijo mengatakan, alasan pihaknya menggandeng Tirto karena media tersebut merupakan satu-satunya media di Indonesia yang telah terakreditasi sebagai pemeriksa fakta.

Baca juga artikel terkait FACEBOOK

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani