Menuju konten utama

Menkes Khawatir Naiknya Biaya Kesehatan Lampaui Pertumbuhan Ekonomi

Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan eskalasi biaya kesehatan di Indonesia dan berbagai negara dunia melebihi angka pertumbuhan ekonomi.

Menkes Khawatir Naiknya Biaya Kesehatan Lampaui Pertumbuhan Ekonomi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/3/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan eskalasi biaya kesehatan di Indonesia dan berbagai negara dunia sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, biaya kesehatan di banyak negara mengalami kenaikan lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi tahunan masing-masing. Menurut Budi, tren ini akan sangat membebani masyarakat dan negara yang bersangkutan.

“Ternyata biaya kesehatan itu tumbuhnya selama 20 tahun terakhir hampir di seluruh negara lebih tinggi dari pertumbuhan GDP negara bersangkutan. Ini sangat tidak sustainable,” ucap Budi dalam Rakor BLU 2021: BLU Berstrategi Pulihkan Ekonomi yang digelar virtual, Jumat (19/3/2021).

“Suatu saat akan sangat berat buat negara, menanggung beban kesehatan yang terus meningkat,” tambah Budi.

Fenomena ini, kata Budi, terjadi di hampir semua negara. Misalnya, Indonesia, Cina, Singapura, Thailand, sampai Australia.

Budi menyatakan mahalnya biaya kesehatan ini juga, menurutnya, tak wajar. Pasalnya, kenaikan biaya ini tidak sejalan dengan peningkatan kesehatan masyarakat suatu negara.

Ia mencontohkan, rata-rata pengeluaran bidang kesehatan per kapita di Amerika Serikat mencapai 12.000 dolar AS per tahun. Untuk angka itu, AS mampu mencapai rata-rata angka harapan hidup atau life expectancy 79 tahun.

Beda halnya dengan Jepang yang rata-rata pengeluaran kesehatan per kapitanya hanya 5.000 dolar AS. Angka harapan hidupnya bisa lebih tinggi yaitu 84 tahun. Bahkan Kuba mampu mencapai angka harapan hidup sama seperti Amerika Serikat dengan rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita 1.000 dolar AS.

“Ada apa? Kita lihat rupanya karena terlalu banyak yang dibelanjakan di kuratif ketimbang preventif,” ucap Budi.

Mahalnya biaya kesehatan ini, menurut Budi, terjadi karena adanya kesalahan fokus. Seolah-olah sektor kesehatan hanya berfokus menangani orang sakit padahal pencegahan agar orang tidak sakit justru lebih penting.

Ia membandingkan biaya mencegah seseorang terpapar COVID-19 lebih murah karena hanya perlu menyediakan vitamin dan masker. Sementara perawatan satu pasien COVID-19 bakal memakan ratusan juta rupiah dalam waktu yang pendek.

Belajar dari kesalahan itu, Budi bilang dirinya punya rencana untuk menggeser fokus ini. Mulai dari penggunaan anggaran Kemenkes yang mencapai Rp80 triliun maupun total belanja kesehatan RI yang mencapai Rp490 triliun agar lebih banyak memberi ruang bagi pencegahan.

“Jadi jangan belanja ke kuratif terus, sembuhkan orang sakit tapi tidak pernah membangun orang sehat. Padahal nama Kementerian Kesehatan bukan ‘Kementerian Kesakitan’,” ucap Budi.

Baca juga artikel terkait BIAYA KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri