Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Menkes Budi soal Nilai E untuk DKI: Situasi Pandemi, Bukan Kinerja

Menkes minta maaf soal kesimpangsiuran informasi nilai E untuk DKI. Ini merupakan indikator pandemi, bukan penilaian kinerja pemda.

Menkes Budi soal Nilai E untuk DKI: Situasi Pandemi, Bukan Kinerja
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat ponselnya saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (8/4/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka suara atas kesimpangsiuran berita yang menyatakan Kementerian Kesehatan memberi nilai E alias buruk sekali untuk kondisi COVID-19 di DKI Jakarta. Budi sebut itu adalah indikator situasi pandemi, bukan penilaian atas kinerja pemerintah daerah.

Budi pun meminta maaf kepada jajaran Pemprov DKI Jakarta. Menurut Menkes Budi justru pemerintah ibu kota adalah salah satu yang terbaik dalam penanganan pandemi COVID-19.

"Saya menyampaikan permohonan maaf dari saya pribadi dan sebagai menteri kesehatan atas kesimpangsiuran berita yang tidak seharusnya terjadi bahwa indikator risiko ini tidak seharusnya menjadi penilaian kinerja apalagi menjadi penilaian kinerja di salah satu provinsi yang sebenarnya adalah salah satu provinsi yang terbaik dan tenaga kesehatannya sudah melakukan hal-hal yang paling baik yang selama ini bisa dilakukan," kata Budi dalam konferensi pers pada Junat (28/5/2021).

Masalah ini bermula sejak Rapat Kerja antara Kementerian Kesehatan dan Komisi IX DPR RI pada Kamis (27/5/2021) kemarin. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono memaparkan perkembangan COVID-19 di seluruh Indonesia, termasuk data dari masing-masing provinsi.

Dalam paparannya, ia menyebut tingkat keterisian rumah sakit di DKI Jakarta sudah mulai meningkat, di sisi lain pelaksanaan tracing di Jakarta pun belum maksimal. Karenanya, Kementerian Kesehatan memberikan nilai E untuk kualitas pengendalian pandemi di DKI Jakarta.

"Masih banyak, masih dalam kondisi terkendali kecuali DKI Jakarta yang kapasitasnya E karena di DKI Jakarta bed occupancy rate sudah mulai meningkat dan kasus tracing-nya tidak terlalu baik," kata Dante.

Namun dalam klarifikasinya, Budi mengatakan huruf-huruf itu bukanlah penilaian melainkan indikator risiko berdasarkan pedoman terbaru WHO untuk analisis internal di Kementerian Kesehatan guna mengantisipasi lonjakan kasus usai lebaran.

"Indikator risiko ini bukan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten atau kota. Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh kementerian kesehatan secara internal untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kita harus merespons serta kesiapan kapasitas responnya masing-masing daerah," kata Budi.

Budi menyebut, ada empat hal yang penting untuk mengatasi pandemi. Antara lain, kepatuhan terhadap protokol kesehatan; pelaksanaan testing, tracing, dan isolasi; kesiapan rumah sakit; dan vaksinasi. Menurutnya, Jakarta adalah salah satu yang terbaik.

Untuk testing, Jakarta adalah provinsi yang paling gencar melakukan testing kepada warganya dibanding 33 provinsi lainnya.

Demikian pun untuk urusan vaksinasi, Jakarta adalah yang paling cepat proses vaksinasinya bersama dengan Bali dan D.I Yogyakarta. Bahkan, DKI sudah melakukan vaksinasi terhadap 60 persen lansia di wilayahnya, dan itu adalah yang tertinggi dibanding provinsi lain.

Hal itu penting, sebab lansia adalah kelompok rentan untuk masuk rumah sakit dan meninggal dunia akibat COVID-19, dan aktivitas tatap muka dengan lansia akan semakin tinggi di masa Idulfitri.

"Berkali-kali saya sudah sampaikan, lansia itu adalah kelompok paling rentan, kalau misalnya nanti terkena, kansnya untuk masuk rumah sakit dan meninggal paling besar," kata Budi.

Karena itu, Budi meminta maaf atas kesimpangsiuran yang terjadi. Ia berharap, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat terus bekerja sama untuk menyelesaikan pandemi COVID-19 di Indonesia.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz