Menuju konten utama

Menjadi Nomor Satu di Bawah Laut

Negara pengguna dan armada kapal selam di penjuru dunia terus bertambah termasuk di Asia. Di ASEAN, pada 2009 Malaysia mengumumkan memiliki dua kapal selam pertamanya. Menyusul langkah Singapura yang sudah menambah kapal selam mereka hingga totalnya ada enam kapal selam. Bagaimana dengan Indonesia?

Menjadi Nomor Satu di Bawah Laut
Kapal selam KD Tar (Scorpene) dari Angkatan Laut Malaysia dalam The Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition di Langkawi Malaysia, 17 Maret 2015. Foto/Shuttestock

tirto.id - Semua tentang kapal selam rahasia. Kerahasiaan tentang kapal selam terusik manakala data-data rahasia kapal selam scorpene milik perusahaan kapal selam Perancis, DCNS terungkap pekan lalu. Sang pembocor data “Scorpene Leaks” ini adalah media The Australian.

Bocornya data ini menjadi pukulan berat bagi DCNS dan para konsumennya seperti India, Australia, Chili, Brasil, dan Malaysia. Data rahasia yang tertutup rapat kini terbongkar, seperti kemampuan frekuensi menyelam, jangkauan terpedo, kesenyapan di bawah air semuanya bocor ke publik.

Kapal selam punya kelebihan senjata mematikan seperti meriam kanon, torpedo, rudal anti pesawat, anti kapal permukaan, bahkan rudal balistik antar benua. Semuanya bisa meluncur secara diam-diam bak siluman. Itulah mengapa tidak ada satupun yang mau mengungkap rahasia kapal selam dan berlomba untuk memperbanyak armada kapal selam.

“Banyak negara benar-benar melihat keberadaan kapal selam sebagai pusat dari kekuatan angkatan laut mereka,” kata Bryan Clark dari Center for Strategic and Budgetary Assessments Amerika Serikat (AS) yang juga mantan awak kapal selam dikutip dari foreignpolicy.com.

Upaya memperkuat pertahanan tempur bawah laut bukan muncul begitu saja. Potensi konflik di lautan membuat negara-negara siaga. Termasuk konflik di Laut Cina Selatan yang melibatkan banyak negara.

Sumbu di Laut Cina Selatan

Adanya potensi ketidakstabilan di Laut Cina Selatan yang dimotori Cina mendorong negara di kawasan terutama Asia Pasifik bersiaga. Kondisi yang sempurna untuk memicu perlombaan kapal selam di Asia Pasifik.

“Sikap tegas Cina dalam sengketa Laut Cina Selatan dan pesatnya modernisasi kapal selam oleh Cina memacu negara lain seperti India, Jepang, Taiwan, Australia, dan Vietnam,” kata Analis dari dari Strategic Defence Intelligence (SDI) Sravan Kumar Gorantala.

Negara seperti Indonesia yang bersinggungan dengan Laut Cina Selatan mau tak mau juga harus ikut siaga. Sudah jadi rahasia umum, laut Indonesia yang luas ini "hanya" dijaga dua kapal selam, KRI Cakra (kode 401) dan KRI Nanggala (kode 402), yang merupakan kapal selam U-209/1300 buatan Jerman.

Pada masa lalu Indonesia memang sempat punya 12 kapal selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet yang ditakuti di Asia Tenggara, tapi itu cerita usang. Kini, upaya membangkitkan lagi kejayaan kapal selam muncul sejalan perubahan peta geopolitik di kawasan.

Pada Desember 2011, Indonesia memutuskan membeli 3 kapal selam baru dari Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan (Korsel) dengan kontrak senilai 1,1 miliar dolar AS. Pada 24 Maret 2016, DSME meluncurkan pesanan pertama kapal selam Type 209/1400 kelas Chang Bogo. Indonesia menargetkan bisa menambah armada kapal selam hingga 12 unit secara bertahap.

Beberapa media internasional seperti foreignpolicy.com, menganalisa kekuatan kapal selam yang sedang dibangun Indonesia. Indonesia dipercaya tak hanya menambah tiga unit kapal selam dari Korsel. Namun, ada tambahan dua kapal selam kelas Kilo dari Rusia yang sangat diperhitungkan dalam dunia kapal selam. Timang-timang membeli kapal selam buatan Rusia ini sudah dijajaki sejak era Presiden SBY.

Jauh sebelum Indonesia memperkuat armada kapal selamnya, Vietnam sebagai negara yang sering bergesekan dengan Cina, sejak 2009 sudah merogoh 2,6 miliar dolar untuk pengadaan enam kapal selam kelas Kilo dari Rusia.

Negara-negara lain yang jauh dari Cina juga tetap bersiaga, seperti India dan Australia. Australia yang relatif jauh dari pusat tumbukan konflik juga tak mau jadi penonton saja. Negeri Kanguru ini telah menggelontorkan 37,5 miliar dolar AS untuk mengganti enam kapal selam kelas Collins, dengan 12 kapal selam Scorpene Shortfin Barracuda buatan Perancis.

India juga punya ambisi sedang membangun 24 kapal selam baru mereka untuk 30 tahun ke depan. Langkah ini disebut-sebut untuk mengimbangi kekuatan kapal selam Cina. Ada 6 kapal selam Scorpene senilai 3 miliar dolar AS yang sedang dibangun. Kedua negara termasuk yang sudah komit memesan kapal selam Scorpene buatan Perancis. Sayangnya musibah kebocoran informasi ini telah membuat kedua negara dibuat pusing.

Berbeda dengan Australia dan India, Filipina sebagai negara yang bertikai langsung dengan Cina dalam konflik Laut Cina Selatan, menghadapi raksasa Cina dengan tangan kosong di bawah lautan, Filipina baru sebatas rencana membangun kekuatan bawah laut. Berdasarkan catatan globalfirepower.com, negara kepulauan ini tak satu pun punya kapal selam. Dari 105 negara, hanya 40 negara yang tercatat punya kapal selam. Juaranya AS dengan total kapal selam sebanyak 75 unit, Korea Utara (Korut) 70 unit, dan Cina 68 unit. Kekuatan kapal selam dua negara di Asia Pasifik ini sudah mengalahkan jumlah kapal selam AS.

Kondisi yang terjadi di Asia Pasifik yang jor-joran menggelontorkan belanja kapal selam, berdampak pada kenaikan belanja militer di kawasan yang sangat pesat. Stockholm International Peace Research Institute, mencatat ada kenaikan 5,4 persen belanja militer di Asia selama 2014-2015. Angka ini melampaui kenaikan belanja militer di seluruh dunia yang hanya naik 1 persen. Permintaan kapal selam yang terus bertambah menjadi daya tarif bisnis ini di dunia.

Laris Manis

Bocornya data rahasia produsen kapal selam Perancis memunculkan spekulasi. Ada yang mengaitkannya dengan persaingan bisnis antar negara produsen kapal selam dunia seperti Polandia, Norwegia, Jerman, dan lainnya. Bisnis pembuatan kapal selam memang menggiurkan.

Saat ini ada 451 kapal selam yang beroperasi di seluruh dunia dari jenis tenaga diesel-listrik hingga nuklir, jumlahnya akan terus bertambah. Menurut defenseworld.net nilai kontrak kapal selam yang kini sedang berlangsung mencapai 69 miliar dolar AS. Galangan kapal seperti DCNS (Perancis), Thyssenkurp Marine Systems (Jerman), DSME (Korsel), Russia’s United Shipbuilding Corp (USC), Reliance Defense (India), dan BAE Systems (Inggris) sedang sibuk menyelesaikan produksi kapal selam. Diperkirakan permintaan kapal selam akan terus tumbuh untuk satu dekade ke depan.

Berdasarkan proyeksi Strategic Defence Intelligence (SDI) kawasan Asia Pasifik akan menggeser Eropa sebagai pasar terbesar pengadaan kapal selam kedua setelah AS. Separuh kapal selam yang ada di dunia akan beroperasi di kawasan Pasifik hingga 2035 mendatang. Tahun lalu pasar pengadaan kapal selam di Asia Pasifik mencapai 7,3 miliar dolar AS, diperkirakan akan menembus 11 miliar dolar AS pada 2025. AS masih yang terbesar dalam belanja pertahanan bawah laut dengan proyeksi 102,2 miliar dolar untuk dekade berikutnya.

Bagi Indonesia menambah kapal selam sah-sah saja asalkan jangan terjebak dengan konflik terbuka negara-negara yang sedang berlomba. Langkah Indonesia “memaksa” Korsel merakit kapal selam ketiga yang dipesan melalui proses perakitan di PT PAL Surabaya untuk mencapai kemandirian merupakan sebuah keputusan cerdik. Indonesia tak boleh terjebak dua pusaran, perlombaan dan ketergantungan pada bisnis alutsista global. Esensi kerahasian perang kapal selam ada pada kemandirian industri kapal selam. Indonesia baru memulainya.

Baca juga artikel terkait POLITIK atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Politik
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti