Menuju konten utama

Meninggal Usai Divaksin: Perlunya Mendalami Ulang Efek AstraZeneca

Seorang penerima vaksin AstraZeneca meninggal dunia sehari setelah disuntik. Kini kasusnya tengah diteliti.

Meninggal Usai Divaksin: Perlunya Mendalami Ulang Efek AstraZeneca
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Sentra Vaksinasi Central Park dan Neo Soho Mall, Jakarta Barat, Sabtu (8/5/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

tirto.id - Vaksin COVID-19 AstraZeneca kembali menjadi kontroversi setelah seorang penerima di Indonesia meninggal dunia. Sebelumnya, vaksin ini ditangguhkan sementara di Eropa lantaran diduga mengakibatkan efek samping penggumpalan darah.

Pemuda berusia 22 tahun itu bernama Trio Fauqi Virdaus, asal Buaran, Jakarta Timur. Ia menerima vaksin pada Rabu (5/5/2021) dan meninggal sehari setelahnya.

Keluarga mengungkapkan sebelum menerima vaksin yang dikembangkan oleh University of Oxford dan perusahaan farmasi asal Inggris tersebut kondisi Trio baik-baik saja. “Sehat walafiat, bugar, masih kerja seperti biasa,” kata sang kakak Sabbihis Fathun Vickih di Jakarta, Senin (10/5/2021), mengutip Antara. Selain itu Vickih bilang adiknya tak memiliki riwayat penyakit tertentu.

Namun, Vickih menyebut Trio mengeluhkan pusing, demam, dan linu setelah mengikuti program vaksinasi di Gelora Bung Karno, Jakarta. Ia mengeluh sakit kepala luar biasa hingga akhirnya keluarga membawanya ke rumah sakit.

Kasus meninggalnya Trio sedang diinvestigasi oleh Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI). Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan mengatakan berdasarkan audit, gejala yang dialami Trio--demam, sakit kepala, kemudian sakit mag--memang merupakan KIPI AstraZeneca. Meski begitu dia bilang itu tidak berbahaya apalagi menyebabkan kematian.

Sedangkan berdasarkan dari kepustakaan, laporan, artikel, jurnal, maupun data dari WHO, yang patut diwaspadai dan termasuk fatal adalah bila sampai terjadi pembekuan darah. Pembekuan darah ini, kata Hindra, bisa terjadi di mata, paru-paru, perut, kemudian tungkai.

“Kalau misalnya ada harusnya ditemukan jumlah trombosit di bawah normal,” kata Hindra kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Selasa (11/5/2021). Trombosit di bawah normal merupakan indikator kuat seseorang mengalami pembekuan darah.

Sayangnya, tidak diketahui apakah Trio mengalami pembekuan darah atau tidak. Data soal itu tak ada sebab yang bersangkutan sudah meninggal sewaktu datang ke rumah sakit. “Gejala-gejala pembekuan darah tidak kelihatan pada yang bersangkutan. Pada yang sakit perut tidak ada, sakit paru-paru, sesak, sulit bernafas, tidak jelas.”

Trio sempat demam tinggi dan pingsan, namun baru dibawa ke rumah sakit 12 jam setelah pingsan.

“Jadi susah kami menentukan, mengkaji apakah ada keterkaitan,” katanya. “Tapi kami tidak bisa menyingkirkan bahwa ini akibat vaksinasi. Kami mau menyatakan ini terkait vaksinasi belum cukup bukti, tapi kami tidak bisa bilang ini tidak terkait karena, ya, memang begitu datanya yang ada.”

Penyebab kematian akan terang apabila dilakukan autopsi terhadap jenazah. Dapat diketahui apakah benar ada pembekuan darah atau tidak, kata Hindra.

Jika memang terbukti vaksin AstraZeneca berakibat fatal dan membahayakan masyarakat, maka Hindra mengatakan Komnas KIPI akan memberikan rekomendasi menghentikan penggunaan, tetapi keputusan akhir tetap ada pada pemegang program vaksinasi yakni Kementerian Kesehatan.

Setop AstraZeneca Jika Terbukti Berbahaya

Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Iris Rengganis mengatakan penting dilakukan autopsi jenazah pada kasus ini. Autopsi dapat membuktikan sebab kematian dengan terang, kata Iris, yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI).

“Kalau tidak diautopsi, kita tidak akan tahu penyebab sebenarnya. Jadi kita hanya bisa bilang kemungkinan tidak berhubungan tapi tidak bisa dibuktikan,” kata Iris kepada reporter Tirto, Selasa.

Mengetahui soal ini dengan terang semakin penting karena “ini, kan, tahun pertama vaksin baru.” Selain itu, “memang di luar negeri ada beberapa kejadian tapi dinyatakan tidak berhubungan, tapi di beberapa negara [lain] juga sudah menyetop juga [vaksin AstraZeneca],” ujarnya.

Bila setelah diteliti kematian tersebut terbukti berhubungan dengan vaksin AstraZeneca, maka vaksin tersebut “harus disetop dulu” agar kemudian AstraZeneca melakukan evaluasi atau perbaikan.

Pemerintah melalui Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan selama belum ada bukti yang menunjukkan bahwa kasus kematian tersebut berkaitan dengan vaksin AstraZeneca, maka vaksin tersebut tidak akan ditangguhkan.

“Masih [digunakan], kan WHO juga masih merekomendasikan. Selain itu manfaat vaksin jauh lebih besar untuk perlindungan COVID-19,” kata Nadia kepada reporter Tirto melalui pesan singkat, Selasa.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat menjawab pertanyaan wartawan dalam sesi konferensi pers daring pada Selasa siang. “Pemerintah masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan Komnas KIPI dan komda. Sejauh ini belum ada keputusan untuk menunda penggunaan vaksin AstraZeneca, “ ujar Wiku.

Baca juga artikel terkait VAKSIN ASTRAZENECA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino