Menuju konten utama

Menimbang Usul Bupati Sukabumi Menghapus BPJS Kesehatan

Pengamat dan ekonom menilai usul menghapus BPJS Kesehatan lebih banyak dampak negatifnya.

Menimbang Usul Bupati Sukabumi Menghapus BPJS Kesehatan
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, mengusulkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan "dibubarkan saja." "Teu kudu mayar deui (tidak usah bayar lagi)," katanya di Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Selasa (10/3/2020, dikutip dari Sukabumi Update.

Marwan lantas mengatakan sebaiknya BPJS Kesehatan diganti dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), yang menurutnya benar-benar wujud "pertanggungjawaban negara" atas kesehatan masyarakat.

"Kalau BPJS mah bayar. Tapi ketika telat sedikit, tidak bisa dikomplain. Kadang-kadang sok ngalieurkeun (bikin pusing)," katanya mengeluh.

Apa yang diusulkan Bupati Sukabumi pernah juga pernah diutarakan Wakil Wali Kota Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi pertengahan Februari lalu. Ia juga menilai Jamkesda lebih baik ketimbang BPJS Kesehatan. Ia pun mengusulkan pemerintah pusat mempertimbangkan kembali usul tersebut.

Jamkesda diperuntukkan bagi masyarakat miskin; sementara BPJS Kesehatan menyasar seluruh masyarakat. Penerima Jamkesda tidak perlu bayar iuran; sementara BPJS Kesehatan sebaliknya: masyarakat harus membayar sejumlah premi yang digolongkan ke dalam sejumlah kelas, kecuali fakir miskin.

Dengan adanya BPJS pada 2011 lalu, fungsi Jamkesda perlahan hilang dan uang untuk itu, kata seorang akademisi kesehatan masyarakat, bisa dipakai untuk keperluan lain seperti pembangunan infrastruktur kesehatan.

Situs BPJS Kesehatan menyebut setelah BPJS Kesehatan berlaku, banyak daerah yang memutuskan mengintegrasikan jaminan kesehatan daerahnya ke pusat.

Patut Dipertimbangkan?

Efektif atau tidaknya Jamkesda sangat tergantung dengan keuangan daerah dan komitmen kepala daerah. Suatu daerah bisa berhasil dengan Jamkesda karena, misalnya, uang untuk itu memang tersedia dan kepala daerahnya punya komitmen tinggi menyediakan jaring pengaman sosial tersebut.

Karena sifatnya yang 'tergantung' itulah ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira tak sepakat dengan usul Bupati Sukabumi atau Wakil Wali Kota Yogyakarta. "Belum tentu juga ketika dijadikan Jamkesda kapasitas fiskal tiap daerah siap. Ada daerah yang APBD-nya gemuk, ada yang kecil," kata Bhima kepada reporter Tirto, Rabu (11/3/2020).

Faktor lain kenapa BPJS Kesehatan lebih baik adalah karena pengawasannya lebih mudah.

Terakhir, katanya, mengembalikan jaminan kesehatan ke masing-masing daerah sama saja seperti melangkah mundur. "Kita sedang menuju universal health care seperti negara-negara Eropa. Dari berbagai referensi model sistem nasional, dengan segala kekurangannya, tetap lebih baik," katanya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar juga berkomentar serupa. Ia bahkan mengatakan Bupati Sukabumi sebenarnya tengah "memercik air ke muka sendiri" saat mengusulkan menghapus BPJS Kesehatan.

Ia mengatakan ada beberapa persoalan utama dari BPJS Kesehatan, yang salah satunya ada di pemerintah daerah.

"Persoalannya bukan di BPJS, tapi di rumah sakit. Ada oknum rumah sakit yang berbuat fraud terhadap pasien. Masyarakat disuruh beli obat sendiri. Fungsi rumah sakit itu diawasi pemerintah daerah melalui dinas kesehatan," katanya kepada reporter Tirto, Rabu.

Pemda juga menurutnya belum memaksimalkan kualitas puskesmas sehingga angka rujukan pasien ke rumah sakit masih tinggi. Hal itu pula yang membikin persoalan defisit di tubuh BPJS Kesehatan masih terjadi.

"Pertanyaannya, kenapa puskesmasnya tidak berkualitas? Karena pemdanya tidak mau buat itu jadi berkualitas. Itu kan balik lagi, pemda kritisi pembiayaan tapi dia juga enggak mau benahi puskesmas," katanya menegaskan.

BPJS Kesehatan juga merupakan program strategis nasional sehingga mau tidak mau pemerintah daerah patuh. "Pemda, menurut UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah harus mengikuti arahan program yang menjadi strategis nasional. Pemda harus mematuhi, jika tidak bisa kena Pasal 68," ujarnya.

Dalam UU 23/2014 Pasal 68 ayat 1 tertulis: "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis."

Maka, alih-alih mengeluh dan meminta BPJS Kesehatan dihapus seperti Bupati Sukabumi dan Wakil Wali Kota Yogyakarta, Timboel menyarankan agar pemerintah daerah "lebih serius menangani JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)."

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino