Menuju konten utama

Menimbang Penghapusan Jalur Mandiri PTN Usai Kasus Rektor Unila

Jalur seleksi mandiri PTN dinilai berpotensi jadi ladang korupsi elite kampus melakukan praktik jual beli kursi kepada mahasiswa baru.

Menimbang Penghapusan Jalur Mandiri PTN Usai Kasus Rektor Unila
Petugas KPK membawa Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani (kedua kiri) selaku tersangka untuk dihadirkan dalam konferensi pers hasil kegiatan tangkap tangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (21/8/2022). tabungan sebesar Rp1,8 miliar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani sebagai tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru melalui Jalur Mandiri 2022. Tiga tersangka lainnya, yaitu Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB) dan Andi Desfiandi (AD). Nama terakhir adalah pemberi suap.

Karomani cs disebut menerima suap dengan total kurang lebih Rp5 miliar. Dia disebut memperjualbelikan kursi mahasiswa baru dengan harga sekitar Rp100 hingga Rp350 juta per orang.

Belajar dari kasus tersebut, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mendesak kepada Kemendikbudristek untuk menghapus sistem PMB melalui jalur mandiri di PTN.

Menurutnya, jalur seleksi mandiri PTN sangat berpotensi menjadi ladang korupsi elite kampus untuk melakukan praktik jual beli kursi kepada mahasiswa baru.

“Jelas harus dihapus sistem jalur seleksi mandiri [PMB], karena arah kampus kian menjadi institusi privat yang komersil dan hanya bisa diakses oleh orang-orang kaya," kata Ubaid kepada reporter Tirto, Kamis (25/8/2022).

Ubaid menuturkan, penyuapan dan jual beli kursi di tingkat PTN sudah terbiasa terjadi. Bahkan kasus ini sudah sering terjadi. OTT rektor Unila, kata Martaji, hanyalah fenomena gunung es semata.

“Karena ini jalur gelap dan dikelola secara ugal-ugalan dengan mengatasnamakan otonomi kampus yang justru mengaburkan identitas kampus sebagai kampus negeri," ucapnya.

Hal senada diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina. Berdasarkan catatan ICW, sejak 2006 hingga Agustus 2016, tercatat sedikitnya 37 kasus korupsi yang terkait dengan perguruan tinggi.

Dari keseluruhan kasus korupsi tersebut, ICW mencatat terdapat sedikitnya 65 pelaku berasal dari lingkungan civitas akademika, pegawai pemerintah daerah, dan pihak swasta. Rinciannya yaitu 32 orang pegawai dan pejabat struktural di tingkatan fakultas atau universitas, 13 orang rektor atau wakil rektor, 5 orang dosen, 2 orang pejabat pemerintah daerah, dan 10 orang pihak swasta.

“Kami sangat menyayangkan korupsi di sektor pendidikan cukup tinggi. Ini sangat miris korupsi di dunia pendidikan," kata Almas kepada reporter Tirto.

DPR Dukung Seleksi Mandiri Dihapus

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf juga mengusulkan agar jalur ujian mandiri masuk PTN dihapuskan saja. Lalu, diganti dengan ujian tes tertulis.

“Baiknya memang jalur mandiri di PTN itu dihapus saja. Diganti dengan test seleksi resmi, gelombang 1, 2, dan 3. Dengan biaya semester progresif, jadi jelas dan terukur. Sehingga tidak terjadi lobby-lobby bawah tangan dan transparan penggunanya,” kata Dede melalui keterangan tertulis.

Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, kasus suap Rektor Unila harus menjadi cambuk untuk perbaikan tata kelola penerimaan mahasiswa PTN ke depannya.

Keleluasaan kampus dalam menerima mahasiswa baru lewat jalur mandiri perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan pejabat di PTN, kata dia.

Menurutnya, pemerintah bersama PTN harus menyadari bahwa sejatinya jalur mandiri adalah afirmasi untuk mahasiswa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus. Misalnya dari daerah tertinggal, mahasiswa tidak mampu, atau terkendala persoalan lainnya.

“Sayangnya, jalur mandiri ini kerap tidak transparan, tidak terukur, dan tidak akuntabel sehingga menjadi celah bagi tindakan penyimpangan dari para pejabat di lingkungan PTN. Jalur mandiri harus dikembalikan ke tujuan yang sebenar-benarnya, tujuan afirmasi,” tegasnya.

Kemudian perlu juga ditinjau ulang soal Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH) yang sebelumnya bernama Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang mengakibatkan kampus negeri berlomba-lomba membuka jalur mandiri untuk bisa membiayai sendiri.

Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu juga meminta pemerintah dan PTN untuk menjunjung tinggi transparansi dan objektivitas di dunia akademis. Sehingga, kata Dede, tidak terjadi lagi kasus suap di lingkungan kampus.

“Jangan sampai dunia akademis tercoreng karena adanya segelintir orang yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya sehingga melakukan cara-cara yang tidak transparan, cara-cara curang,” sambung Dede.

“Jangan sampai perilaku koruptif pejabat kampus merampas hak-hak warga negara atas pendidikan,” tambahnya.

Kemendikbudristek akan Lakukan Evaluasi

Kemendikbudristek mengatakan kasus suap Rektor Unila bukan karena sistem seleksi mandiri. Sesditjen Diktiristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, kasus tersebut bisa terjadi karena faktor individu.

“Kejadian OTT [Operasi Tangkap Tangan] ini bukan akibat dari system, tetapi merupakan penyelewengan oleh individu pimpinan," kata Tjitjik saat dihubungi reporter Tirto, Senin (22/8/2022).

Kendati demikian, dia mengatakan sistem penerimaan mahasiswa baru di PTN selalu dilakukan evaluasi setiap tahunnya.

Ia mengaku sangat menyesalkan terjadinya OTT Rektor Unila. Jika terbukti melakukan korupsi, maka tentu sangat menciderai muruah perguruan tinggi sebagai garda moral dan etika bangsa dalam memberantas korupsi.

Dalam menindaklanjuti kasus tersebut, Kemendikbudristek siap bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan perkara suap di lingkungan PTN.

“Kami kan terus bekerja sama dengan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia, termasuk di institusi perguruan tinggi," tuturnya.

Sementara itu, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mencopot Karomani sebagai rektor Unila. Dia langsung menggantikan posisi Karomani dengan salah seorang pejabat dari Kemendikbud. Hal itu dilakukan demi menghindari konflik kepentingan selama proses pemeriksaan oleh KPK.

“Jadi kami mengambil tindakan yang tegas untuk memastikan bahwa semua proses hukum berjalan di Unila dan untuk memastikan proses dalam hukum bahwa konflik kepentingan," kata Nadiem dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi X DPR RI pada Selasa (23/8/2022).

Selain mengganti posisi rektor, Nadiem juga akan melakukan investigasi yang dilakukan oleh tim dari Dirjen Dikti Ristek. Investigasi dilakukan oleh pihak eksternal kampus agar ada pengawasan sistemik sehingga bisa meminimalisir dan evaluasi agar terjadi peristiwa serupa.

“Kami terus mendalami dan mempelajari proses seleksi mahasiswa baru. Kami akan mengawal dan melakukan pendalaman dari sisi regulasi sehingga bisa menjadi lebih baik," ucapnya.

Perkembangan Kasus

KPK telah menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait dengan kasus suap menjerat rektor Unila, Karomani pada Senin (22/8/2022). Sejumlah barang bukti itu akan dianalisis untuk melengkapi berkas perkara.

Terbaru, KPK menemukan uang tunai sekitar Rp2,5 miliar dari penggeledahan di rumah Rektor Unila, Karomani dan beberapa pihak terkait lainnya pada Rabu (24/8).

“Mengenai jumlah uang cash yang ditemukan pada proses penggeledahan di rumah kediaman tersangka KRM dimaksud dan juga pihak terkait lainnya, tim penyidik berhasil mengamankan uang tunai yang jumlah totalnya senilai Rp2,5 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/8/2022).

Adapun uang itu dalam pecahan rupiah, dolar Singapura, dan euro. Selain uang tunai, KPK juga mengamankan dokumen dan barang bukti elektronik dari penggeledahan tersebut.

“Kami akan analisis dan segera sita sebagai barang bukti yang nantinya akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi maupun para tersangka yang kami periksa pada proses penyidikan ini," ucapnya.

Atas perbuatannya, Rektor Unila Karomani bersama kedua anak buahnya, Heryadi dan Muhammad Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi, Andi Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001.

Baca juga artikel terkait JALUR MANDIRI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz