Menuju konten utama
Periksa Data

Menilik Pergerakan Ekonomi di Masa Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 berlangsung hampir enam bulan sejak Maret lalu di Indonesia. Bagaimana perekonomian Indonesia bergerak di tengah pandemi ini?

Menilik Pergerakan Ekonomi di Masa Pandemi COVID-19
Periksa Data Ekonomi di Tengah Pandemi. tirto.id/Quita

tirto.id - Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona baru SARS-CoV-2 telah memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Dampak ini dapat dirasakan hampir di seluruh sektor perekonomian.

Pertama kali diumumkan kasusnya di Indonesia pada 2 Maret 2020, kasus positif di Indonesia hingga 27 Agustus 2020 tercatat sebanyak 162.884 kasus, dengan 118.575 pasien sembuh dan 7.064 meninggal. Kondisi yang berlangsung hampir setengah tahun ini tidak hanya memengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun, namun juga berdampak terhadap sektor tenaga kerja hingga melemahnya daya beli masyarakat.

Bagaimana pandemi COVID-19 mempengaruhi kondisi ekonomi khususnya pasar dan industri pada tahun berjalan ini? Berikut beberapa indikator yang dapat menggambarkan hal tersebut, mulai dari IHSG, pertumbuhan penjualan retail, hingga kunjungan wisatawan mancanegara.

IHSG

Indeks saham gabungan Indonesia dibuka pada level Rp6.283,58 pada awal tahun ini. Angka tersebut perlahan melemah hingga saat kasus positif corona pertama diumumkan di Indonesia pada 2 Maret lalu.

Meskipun sempat naik setelahnya, kondisi tersebut memburuk hingga mencapai titik terendah pada tahun ini di 24 Maret 2020. Pada titik tersebut, harga saham gabungan menyentuh level Rp3.937,63. Jika dihitung dari awal tahun hingga 25 Agustus 2020 (year-to-date), pergerakan IHSG sepanjang tahun ini minus 16,02 persen.

PMI Manufaktur

Kondisi pasar saham yang mencapai titik terendah pada akhir Maret turut diikuti oleh turunnya Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur. PMI Manufaktur merupakan indeks yang menggambarkan keyakinan para manajer pembelian pada industri pengolahan terhadap kondisi pasar industri tersebut.

Pada Januari 2020, PMI manufaktur tercatat sebesar 49,30 dengan tren fluktuatif, hingga mencapai titik terendah tahun ini pada April dengan level 27,50. IHS Markit menyebut angka tersebut merupakan yang terendah bagi Indonesia sepanjang sembilan tahun survei diadakan.

Kondisi tersebut, menurut IHS Markit, karena mulai diberlakukannya pembatasan ketat akibat corona melalui PSBB sehingga menyebabkan penutupan pabrik dan anjloknya permintaan, output, dan permintaan baru. Hal tersebut juga membuat para buruh pabrik terdampak pandemi tersebut. Jika dihitung dari awal tahun hingga Juli 2020 (year to date), pergerakan PMI Manufaktur sepanjang tahun ini sebesar minus 4,87 persen.

Penjualan Mobil

Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi industri otomotif. Angka penjualan mobil wholesales dapat menjadi sorotan pada topik ini. Pada Januari 2020, penjualan mobil mencapai 80.435 unit.

Dengan diberlakukannya PSBB dan adanya penutupan sementara pabrik, membuat angka penjualan mobil ikut menurun. Titik terendah terjadi pada Mei 2020 dengan “hanya” 3.551 unit yang terjual, kurang dari 10 persen dari angka penjualan pada Januari.

Beberapa pabrik otomotif sempat menghentikan operasional dan menutup pabrik untuk sementara akibat pandemi pada medio April lalu. Pabrik tersebut diantaranya Honda, Wuling, hingga Daihatsu. Secara year to date, pergerakan angka penjualan mobil wholesales dari awal tahun hingga Juli lalu sebesar minus 68,57 persen.

Penjualan Ritel

Pemberlakuan PSBB agaknya turut memengaruhi pertumbuhan penjualan ritel. Pada Januari 2020, pertumbuhan penjualan ritel sebesar -0,27 persen (y-o-y). Angka tersebut kemudian cenderung menurun seiring dengan mulai adanya kasus positif corona dan pemberlakuan PSBB.

PSBB yang berlaku di beberapa daerah pada medio April dan Mei membuat penjualan ritel anjlok. Pertumbuhan pada April tercatat sebesar -16,87 persen, dan Mei sebesar -20,61 persen. Kondisi tersebut mulai berangsur meningkat kembali sejak Juni lalu seiring dengan mulai dilonggarkannya pembatasan aktivitas.

Dewan Penasehat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta, menilai hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Peningkatan ini disebabkan oleh faktor psikologis para pengunjung. "Setelah terkunci selama dua atau tiga bulan, lalu pemerintah membuka kembali aktivitas ekonomi maka orang-orang wajar untuk antusias pengen ke pusat belanja," ujar Tutum dilansir Kontan.co.id, Selasa (11/8/2020).

Kunjungan Wisman

Tak hanya industri pengolahan dan penjualan ritel, pariwisata juga menjadi sektor yang turut terdampak pandemi. Demi pencegahan penyebaran virus corona, PT Angkasa Pura II sebagai operator Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang mengeluarkan peraturan menolak kedatangan warga negara asing dengan beberapa pengecualian pada awal April lalu.

Kebijakan tersebut diambil menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Bali juga belum membuka gerbang bagi kedatangan wisatawan mancanegara (wisman).

Pada Januari lalu, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebanyak 1,27 juta orang. Kondisi tersebut kemudian anjlok pada periode April hingga Juni. Dalam waktu tiga bulan tersebut, jumlah kunjungan wisman berkisar pada angka 160 ribuan orang. Sejak awal tahun hingga Juni 2020, secara year-to-date jumlah kunjungan wisman ke Indonesia turun hampir 100 persen.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Hanif Gusman

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Hanif Gusman
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara