Menuju konten utama

Menilik Nasib Pertamina Setelah PGE Melantai di Bursa

Pertamina diprediksi akan runtuh akibat salah langkah yang dilakukannya anak usahanya melalui IPO Pertamina Geothermal Energy.

Menilik Nasib Pertamina Setelah PGE Melantai di Bursa
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Tbk Ahmad Yuniarto (kedua kanan) bersama jajaran direksi bertumpu tangan pada konferensi pers Penawaran Umum Perdana Saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Tbk di Jakarta, Rabu (1/2/2023). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) akan melaksanakan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) mulai 1-9 Februari 2023 dengan melepas sebanyak-banyaknya 10,350 miliar saham biasa atas nama dengan penawaran berkisar antara Rp820-Rp945 per saham. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

tirto.id - PT Pertamina (Persero) diprediksi akan runtuh akibat salah langkah yang dilakukannya anak usahanya melalui IPO Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE). Adapun perusahaan berkode emiten PGEO itu merupakan subholding perusahaan plat merah.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra mengatakan, bisnis geothermal yang merupakan core business dari PGEO yaitu bisnis jangka panjang, dan seharusnya juga dibiayai dengan skema pembiayaan jangka panjang. Namun Pertamina justru mengambil risiko dengan melakukan skema pembiayaan jangka pendek (short term financing) melalui IPO.

“Investasi itu penting, tapi harus dilakukan dengan hati-hati karena ada cerita masa lalu,” katanya di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Dia menuturkan, bisnis geothermal bukan bisnis jangka pendek seperti sektor retail atau bisnis startup yang cepat sekali pergerakannya.

“Geothermal bias dinikmati 8-9 tahun mendatang. Masuk ke bisnis geothermal memang bagus, tapi lihat dulu risikonya," katanya.

Namun menjadi anomali ketika PGEO membiayai investasi yang bersifat long term dengan metode short term financing. Bisnis jangka panjang tapi cari modal jangka pendek. Membuka saham ke publik, yang mana para investor menganggapnya bisa mendatangkan keuntungan jangka pendek.

Parahnya lagi, lebih dari 50 persen investor saham di Indonesia adalah investor retail. Karakter mereka sangat labil, yakni mengamati pergerakan saham day per day untuk ambil cuan jangka pendek. Ini jelas berbeda dengan karakter bisnis geothermal.

Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi mengatakan, oversubscribed yang disebut mencapai 3,8 kali pada saat PGEO debut di bursa justru menjadi bumerang dan kekecewaan para investor retail.

“Harga saham PGEO hanya naik beberapa menit setelah pembukaan IPO,” ujar Nafi yang pernah menjabat sebagai Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia.

Namun kemudian anjlok turun sampai mengalami Auto Rejection Bawah alias ARB. Hingga tiga minggu kemudian saham PGEO terus tertekan di bawah harga IPO. Promosi sebelum IPO yang disuarakan dengan besarnya peminat saham PGEO dan fundamentalnya yang bagus seolah hanya jadi isapan jempol bagi investor.

Executive Director Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus mendeteksi adanya potensi salah pengelolaan di tubuh Pertamina melalui rencana IPO sejumlah anak usaha. Setelah PGE, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) juga akan segera go public pada tahun ini.

Dia menilai, ke depannya Pertamina terancam kehilangan hak kuasa karena aksi pelepasan saham negara pada sejumlah anak usaha tersebut. Yunus khawatir ini akan menjadi ancaman baru bagi Pertamina masuk pada lobang hitam kebangkrutan di tengah buruknya sistem manajemen perseroan.

Jika diingat, cerita kejatuhan Pertamina yang sempat terjadi pada tahun 1970-an bisa jadi akan terulang. Mengutip Washington Post terbitan 12 OKtober 1977, Pertamina di Indonesia hampir runtuh pada tahun 1975 setelah gagal membayar pinjaman luar negeri untuk membiayai anak perusahaan baru yang sedang tumbuh.

Kemudian, tulis Washington Post, ketika Pertamina tampaknya tidak mampu membayarnya pada awal tahun 1975, akhirnya pemerintah Indonesia untuk menutupi utang tersebut.

Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGE meyakini bahwa masa depan depan energi panas bumi Indonesia masih sangat menjanjikan. Apalagi sektor ini merupakan keniscayaan pada era transisi energi dan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang tengah masif belakangan.

Pjs Corporate Secretary PGE, Muhammad Taufik mengatakan, jika dibandingkan dengan EBT lain, panas bumi memiliki banyak kelebihan, lebih andal, tidak tergantung musim dan cuaca, tersedia setiap saat dan memiliki capacity factor tinggi.

"Tenaga panas bumi memiliki kombinasi yang menarik dibandingkan dengan jenis pembangkit listrik lainnya dengan keunggulan biaya yang kompetitif ," kata Taufik kepada Tirto, Kamis (16/3/2023).

Taufik menyebut ada beberapa keunggulan kompetitif dari energi panas bumi lainnya berdasarkan prospektus perseroan. Diantaranya dinamika industri yang kondusif dan kebijakan pemerintah yang mendukung energi panas bumi.

Kemudian PGE juga menjadi salah satu perusahaan panas bumi terbesar baik di Indonesia maupun global dalam hal kapasitas terpasang hingga 1.877MW. PGE saat ini sedang merencanakan pengembangan sebesar 600 MW di tahun 2027. Rencana pengembangan tersebut setara dengan 32 persen target penambahan kapasitas terpasang PLTP dalam RUPTL 2021-2030.

Baca juga artikel terkait INVESTASI PGEO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin