Menuju konten utama

Menilik Motif Politik PA 212 Ngotot Gelar Reuni di Patung Kuda

Wasisto menilai aksi reuni 212 tidak bisa dilepaskan sebagai upaya reorganisasi kelompok pendukung Rizieq Shihab usai FPI dibubarkan.

Menilik Motif Politik PA 212 Ngotot Gelar Reuni di Patung Kuda
Peserta aksi reuni 212 berfoto dengan latar belakang foto Imam FPI Habib Rizieq usai mengikuti aksi tersebut di kawasan Monas, Jakarta, Senin (2/12/2019). Reuni tersebut digelar untuk lebih mempererat tali persatuan umat Islam dan persatuan bangsa Indonesia. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.

tirto.id - Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) tetap menggelar kegiatan reuni 212 di tengah pandemi COVID-19. Kali ini, kelompok yang dipimpin oleh Slamet Maarif itu mantap akan menggelar reuni 212 dalam dua kegiatan dengan basis aksi super damai.

Pertama, kegiatan aksi di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Mereka akan melakukan aksi super damai pada pukul 08.00 WIB hingga 11.00 WIB. Pada momen tersebut, sejumlah tokoh akan menyampaikan pendapat di muka umum dengan tuntutan bela ulama, MUI, dan ganyang koruptor.

Setelah kegiatan penyampaian pendapat di Patung Kuda, Jakarta Pusat, massa akan diajak ke Masjid Az Zikra, Sentul, Bogor pada pukul 12.30-15.30. Kegiatan kedua adalah silaturahmi dan dialog 100 tokoh dengan tema “Bersama Mencari Solusi untuk Keselamatan NKRI.”

Ketua PA 212 Slamet Maarif membenarkan rencana dua kegiatan tersebut. “Insya Allah," kata Slamet saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (1/12/2021).

Slamet pun menjawab alasan mereka tetap menggelar kegiatan di Patung Kuda meski sempat mau dibatalkan. Ia menegaskan, kedatangan ke Patung Kuda dan kegiatan reuni tetap penting digelar sebagai upaya mengingat sejarah dan landasan kegiatan mereka di masa lalu.

“Agar tidak lupa sejarah dan filosofi 212," tegas Slamet.

Namun niatan PA 212 masih belum disetujui kepolisian. Polda Metro Jaya menegaskan tidak memberikan izin kegiatan aksi super damai PA 212 di Patung Kuda, Jakarta Pusat.

“Polda Metro tidak mengeluarkan izin," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan, Rabu (1/12/2021).

Zulpan tidak menjelaskan lebih lanjut alasan penolakan izin tersebut. Menurut dia, kepolisian bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Polri mengatur ketertiban masyarakat berdasarkan aturan dan hukum yang berlaku karena keselamatan masyarakat adalah yang utama,” sambung Zulpan.

Tak hanya itu, Polda Metro Jaya lewat Ditlantas Polda Metro Jaya berencana menyaring kendaraan yang masuk ke ibu kota. Hal itu dilakukan di daerah Kalimalang, Pasar Jumat, Lenteng Agung, Jalan Raya Bogor, Batuceper, dan Daan mogot untuk mencegah masuknya massa PA 212.

“Di kawasan masuk Jakarta ada yang kami filterisasi. Artinya kendaraan masih bisa melintas, kecuali (kendaraan atau) massa 212. Semua titik-titik masuk Jakarta itu akan ada pasukan,” ucap Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo, Rabu (1/12/2021).

Polisi juga akan menyekat kawasan Patung Kuda dan Monas, Jakarta Pusat, guna antisipasi kerumunan aksi PA 212. Area tersebut bakal steril dari publik sejak Kamis, 2 Desember 2021, pukul 00-21 WIB. Artinya pengendara tidak bisa melintas di kawasan itu pada jam tersebut, tapi masih bisa dilintasi kendaraan dinas yang menuju kantor kepolisian.

Aksi kepolisian yang melarang kegiatan 212 dipersoalkan oleh Slamet. Ia menegaskan bahwa aksi mereka sama seperti kelompok lain yang ingin berunjuk rasa.

“Besok itu aksi super damai yang dilindungi UU sebagaimana elemen dan masyarakat lain pun melakukan unjuk rasa, seharusnya dan saya sangat berharap pihak keamanan menjalankan kewajibannya untuk mengamankan jalannya unjuk rasa bukan sebaliknya menakut-nakuti dan mengancam rakyat," kata Slamet.

Slamet lantas mengaitkan dengan aksi demo yang digelar buruh beberapa waktu lalu di Patung Kuda. Selain itu, Slamet menyinggung bagaimana kelompok massa Aliansi Mahasiswa Papua yang dibolehkan untuk berdemo padahal menuntut merdeka.

“Tapi giliran umat Islam, alumni 212 diperlakukan sangat berbeda? Komisi 3 DPR RI harus bersuara ini. Ada warga negara yang diperlakukan tidak adil," kata Slamet.

Motif Politik PA 212 Ngotot Gelar Reuni

Peneliti politik Islam dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati memandang, aksi reuni 212 akan terus digelar setiap tahunnya. Aksi ini tidak lepas dari peran eks Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab sebagai motor gerakan alumni 212.

Dalam pandangan Wasisto, ada dua motif politik kegiatan reuni ini terus digelar. Pertama, gerakan ini berupaya menjaga eksistensi dengan mengatakan bahwa kelompok Islam konsisten dalam membela umat dan Islam.

Motif kedua adalah revolusi. Mereka ingin membangun gerakan yang hampir mirip dengan gerakan Ikhwan yang ada di Tahrir Square, Mesir mupub Gazi Square, Turki yang menekankan bahwa revolusi butuh simbol dan martir. Kelompok 212 ingin menunjukkan bahwa mereka siaga bila ada lagi kasus penistaan agama hingga siap menjadi kelompok yang membela kepentingan atas nama umat ketika umat merasa tidak diakomodasi.

“Paska pembuburan FPI, HRS dan pengikutnya berupaya untuk dapat panggung politik baru untuk terus eksis lewat 212. Bilamana sudah eksis, maka tujuan berikutnya adalah membentuk gerakan politik ‘revolusi’ atas nama umat Islam," kata Wasisto kepada reporter Tirto, Rabu (1/12/2021).

Wasisto menganggap, aksi 212 ini berupaya merangkul kelompok muslim 'sumbu pendek'. Kelompok 212 tengah berupaya menggerakkan massa Islam yang mengedepankan faktor emosional seperti keterpinggiran umat Islam dalam pergerakan.

Di sisi lain, aksi reuni 212 tidak bisa dilepaskan sebagai upaya reorganisasi kelompok pendukung Rizieq setelah FPI dibubarkan. Saat ini, gerakan 212 tengah seperti 'ayam kehilangan induk' dengan tidak sedikit tokoh yang berafiliasi dengan Rizieq dan pembubaran FPI.

Selain itu, isu yang dimainkan sudah tidak mengena dan tidak sedikit tokoh eksternal mulai menjauh dari PA 212. Gerakan 212 dinilai hanya mewakili sedikit umat Islam Indonesia sehingga tidak lagi dilihat sebagai kelompok menjanjikan, apalagi setelah melihat Pilpres 2019.

Kini, Wasisto memandang gerakan 212 bisa saja menjadi gerakan yang dirangkul pemerintah atau tidak. Semua tergantung sikap pemerintah terhadap gerakan yang dipimpin Slamet ini.

“Tergantung apakah pemerintahan paska 2024 itu merangkul mereka atau tidak. Kalau misal mereka diakomodasi, ada mekanisme kontrol yang perlu diterapkan. Metodenya saya pikir lebih pada ‘stick and carrot’ kalau misal mereka resisten, akan digebuk. Apabila mereka akomodatif, maka akan mendapat perlakuan tertentu," kata Wasisto.

Sementara itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Padjajaran Kunto A. Wibowo menilai ada sejumlah motif kegiatan reuni 212 dipaksakan untuk digelar. Namun ia memastikan motif kegiatan tidak lagi berfokus soal agama.

“Kalau bicara soal motif menurut saya motifnya sudah berkelindan," kata Kunto kepada reporter Tirto, Rabu (1/12/2021).

Motif pertama adalah membela agama. Mereka ingin merespons aksi-aksi yang menyasar pada ulama dan tokoh agama seperti kisah penangkapan anggota MUI oleh Densus 88, kemudian aksi membela kriminalisasi ulama seperti Rizieq Shihab hingga mengangkat isu penembakan laskar FPI.

“Jadi menurut saya ini motif pertama yang sangat kental nilai agama, ulamanya gitu. Ini yang mungkin jadi motif pertamanya," kata Kunto.

Motif kedua adalah upaya pengumpulan massa. Pandemi COVID membuat mereka sulit mengorganisasi massa dan menjalankan agenda 212. Mereka berupaya membangun eksistensi kembali setelah terdampak COVID.

"Menurut saya ini merupakan motif kedua yang terlihat jelas mereka ingin tetap eksis, mereka kelompok 212 ini ingin tetap dipandang oke sebagai sebuah kekuatan riil, kekuatan massa riil dan bisa mengumpulkan massa yang banyak gitu," kata Kunto.

Motif ketiga adalah soal politik 2024. Hal ini penting sebagai upaya menunjukkan kekuatan mereka dalam mengelola massa, apalagi setelah 212 berpisah dengan Prabowo usai Pilpres 2019 dan isu politik identitas masih laku di Indonesia. Oleh karena itu, potensi PA 212 sebagai gerakan politik masih menjadi sebuah alasan meski pembuktian kekuatan basis massa mereka masih penuh perdebatan.

“Motif ini juga ada walaupun mungkin ini baru pemanasan sebelum misalnya nanti 2022 atau 2023 pasti akan lebih kenceng lagi ini usaha eksistensi dan menunjukkan 212 masih punya kekuatan massa besar dan bisa mengumpulkan voters yang banyak," kata Kunto.

Bagi Kunto, motif politik akan lebih terasa karena reuni 212 kali ini bisa diasumsikan sebagai upaya reorganisasi serta merangkul massa Rizieq setelah FPI dibubarkan dan menawarkan konsep baru. Dengan demikian, basis massa yang dikumpulkan bisa ditawarkan kepada parpol maupun kandidat Pilpres demi menaikkan daya tawar dalam politik nasional.

"Tawaran itu jelas akan jadi tawaran politik yang akan dicari oleh para calon-calon presiden maupun partai-partai yang akan berlaga di 2024," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait REUNI 212 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz