Menuju konten utama
Periksa Data

Menilik Masifnya Alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah

Pada 2017, DKI Jakarta menempati posisi pertama dengan anggaran belanja pegawai mencapai 66,4 persen. Posisi kedua ditempati oleh Kepulauan Riau.

Menilik Masifnya Alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah
Header Periksa Data Anggaran Belanja Pegawai. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada 14 November lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta agar pemerintah daerah mengelola dana yang ditransfer pemerintah dengan efisien. Pasalnya, ia menemukan 70 persen alokasi dana dari total APBD digunakan untuk menanggung urusan pegawai ketimbang diperuntukkan bagi masyarakat dan infrastruktur.

Sri Mulyani mencatat bahwa sekitar 13,4 persen dana APBD ternyata digunakan untuk perjalanan dinas. Lalu sekitar 17,5 persennya untuk jasa kantor. Total nilainya mencapai 31 persen dari APBD. Besar belanja pegawai, sementara itu, menyentuh sekitar 36 persen. Jika ditotal dengan pos belanja sebelumnya, Menkeu berkesimpulan, sekitar 70 persen belanja APBD hanya digunakan untuk mengurusi pejabat daerah.

Menurutnya, hal ini merupakan ironi karena masyarakat hanya mendapat sisa sekitar 30 persen atau sepertiganya saja. Ia mengatakan, porsi anggaran yang demikian harus diubah sehingga masyarakat mendapat manfaatnya.

Berdasarkan laporan "Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2015-2018" (PDF) oleh Badan Pusat Statistik (BPS), belanja daerah terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung.

Belanja Tidak Langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan pengeluaran tidak terduga. Belanja Tidak Langsung sifatnya tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara itu, Belanja Langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Jika dicek dari laporan tersebut, pos belanja yang berhubungan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah sebagai berikut: Belanja Pegawai Tidak Langsung; Belanja Pegawai Langsung; serta Belanja Barang dan Jasa.

Belanja Pegawai Tidak Langsung adalah belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil. Belanja Pegawai Tidak Langsung ini meliputi uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD, gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Kemudian, Belanja Pegawai Langsung adalah pengeluaran untuk honorarium/upah, lembur dan pengeluaran lain untuk meningkatkan motivasi dan kualitas pegawai dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

Sementara itu, Belanja Barang dan Jasa adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari setahun, dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

Hal tersebut meliputi bahan pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak dan penggandaan, sewa gedung, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atribut, pakaian kerja, pakaian khusus hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan, pindah tugas, pemulangan pegawai serta belanja barang dan jasa lainnya.

Berdasarkan jenisnya, pos anggaran perjalanan dinas dan anggaran kantor seperti yang disebut Sri Mulyani masuk dalam Belanja Barang dan Jasa.

Masih menurut laporan "Keuangan Pemerintah Provinsi 2015-2018", belanja pegawai yang terdiri dari Belanja Pegawai Langsung, Belanja Pegawai Tidak Langsung, serta Belanja Barang dan Jasa mengambil porsi yang cukup besar dari realisasi APBD. Jumlahnya mencapai antara 40 hingga 48 persen. Tahun 2018 merupakan tahun ketika anggaran tersebut paling besar, yakni 48,4 persen atau Rp169,3 triliun. Kemudian, dari 2016 ke 2017 saja, anggaran belanja pegawai terhadap APBD bertambah sebesar 8,5 persen atau sekitar Rp42 triliun.

Jika dilihat berdasarkan provinsi, pada 2018, Aceh merupakan provinsi yang porsi anggaran untuk pegawainya paling besar, yakni 66,6 persen dari total APBD, atau sekitar Rp10,04 triliun. Posisi kedua ditempati oleh DKI Jakarta dengan 60,9 persen atau Rp43,31 triliun. Sementara posisi ketiga ditempati oleh Gorontalo dengan 60,2 persen atau Rp1,09 triliun.

Selain kedua daerah di atas, ada 18 provinsi yang anggaran untuk belanja pegawainya di atas 50 persen dari APBD. Dari 18 provinsi tersebut, sebanyak tujuh provinsi berada di Sumatera; Aceh, Bengkulu, Kep. Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Jambi. Kemudian, sebanyak lima provinsi berada di Sulawesi; Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.

Pada 2017, DKI Jakarta menempati posisi pertama dengan anggaran belanja pegawai mencapai 66,4 persen atau sekitar Rp33,91 triliun. Posisi kedua ditempati oleh Kepulauan Riau dengan 64,6 persen atau Rp1,96 triliun. Sementara posisi ketiga ditempati oleh Gorontalo dengan 63,2 persen atau Rp1,10 triliun.

Menariknya, pada 2017, Aceh tidak masuk ke dalam daftar 10 besar provinsi dengan anggaran belanja pegawai terbesar. Provinsi itu berada di posisi ke-20 dengan anggaran Rp6,74 triliun atau 48,7 persen dari APBD. Catatan lain, terdapat pula 18 provinsi yang anggaran belanja pegawainya melebihi 50 persen dari APBD.

Mengapa belanja pegawai DKI Jakarta besar? Pemerintah DKI menganggarkan belanja pegawai dan belanja barang jasa sebesar Rp43,31 miliar dari total Rp71,17 miliar. Kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI pada periode 2015 boleh jadi merupakan faktor penting yang memengaruhi besarnya angka belanja pegawai di DKI.

Dalam laporan "Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2014-2017" oleh BPS tampak bahwa anggaran belanja pegawai DKI Jakarta naik sekitar Rp5 triliun menjadi Rp17,31 triliun pada 2015 dari Rp12,60 triliun pada 2014. Pada 2016, belanja pegawai DKI naik lagi menjadi Rp19,36 triliun dengan porsi sebesar 32,6 persen. Catatan penting, jumlah PNS DKI Jakarta pada 2016 sekitar 269 ribu orang.

Menkeu Sri Mulyani sendiri telah meminta agar pemerintah daerah dapat mengelola dana yang ditransfer pemerintah dengan efisien. Ia juga menilai sepertiga dari APBD bisa dihemat dengan mengurangi perjalanan dinas yang tidak perlu.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Politik
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara