Menuju konten utama

Menikmati Kejutan Demi Kejutan Boston Marathon 2018

Berbeda dengan beberapa tahun ke belakang, lomba Boston Marathon kali ini banyak menampilkan hal tak terduga.

Menikmati Kejutan Demi Kejutan Boston Marathon 2018
Desiree Linden dari AS melintasi garis finish untuk memenangkan kejuaraan Maraton Boston ke-122 di Boston, Massachusetts, AS, 16 April 2018. REUTERS / Brian Snyder

tirto.id - Lomba lari Boston Marathon 2018 yang dihelat Senin kemarin menghasilkan cerita berbeda. Bagi Jepang dan Amerika, khususnya, lomba Boston Marathon kali ini menjadi akhir paceklik panjang.

Di nomor putri Desiree Linden menjadi perempuan Amerika pertama dalam 33 tahun terakhir yang menjuarai lomba lari yang diikuti tiga puluh ribu peserta ini. Pun begitu di nomor putra. Dengan catatan waktu 2 jam, 15 menit, dan 53 detik, Yuki Kawauchi adalah pelari Jepang pertama yang keluar sebagai juara sejak Toshihiko Seto pada 1987.

Kesamaan lain di antara keduanya, mereka bukanlah pelari unggulan. Di nomor putri nama Shalane Flanagan menjadi buah bibir setelah memenangkan New York City Marathon 2017. Di nomor putra, pelari maraton nomor satu dunia asal Kenya, Geoffrey Kirui, lebih difavoritkan.

Namun, di tengah hujan deras dan terpaan angin berkecepatan 18 mil perjam, semua prediksi itu tak menjadi kenyataan. Dalam start lomba dengan suhu terdingin dalam 30 tahun terakhir ini, Linden mencatatkan waktu 2 jam, 39 menit, dan 53 detik. Bukan torehan waktu yang istimewa —catatan Linden merupakan yang terendah di nomor putri sejak 1978—namun itu cukup untuk membuatnya jadi juara.

Kendati penampilan Linden dan Kawauchi merupakan sebuah kejutan, namun tak ada yang lebih mengejutkan selain pencapaian yang diraih Sarah Sellers dalam lomba kali ini. Perempuan yang berprofesi penuh sebagai perawat di Arizona ini meraih peringkat kedua. Padahal ia bukan pelari profesional, tak dikenal dan tanpa sponsor.

“Ia [Sellers] melintasi garis finis mengenakan tank top warna biru, celana pendek dan topi basebal hitam—tak ada logo merek mentereng atau sepatu lari umumnya,” tulis Sara Germano di Wall Street Journal.

Lomba lari Boston Marathon 2018 memang menghasilkan cerita berbeda dan tak terduga. Selain Sellers, peringkat tiga, empat, dan lima ditempati pula oleh pelari maraton tak dikenal. Rachel Hyland adalah guru bahasa Spanyol dari Massachusetts; Krista DuChene ibu tiga anak dan ahli diet bersertifikat asal Kanada. Sedangkan Jessica Chichester asal New York berprofesi sama seperti Sellers, yakni sebagai perawat.

Terinspirasi Olimpiade Pertama

Selain sebagai salah satu lomba lari jarak jauh paling bergengsi di dunia, Boston Marathon pun merupakan yang tertua, dan menurut cerita lahir karena keterpesonaan.

John Adam adalah anggota tim Amerika yang berangkat ke perhelatan Olimpiade pertama di Yunani pada 1896. Di sana, kabarnya, ia begitu terkesan dengan cabang olahraga maraton yang dipertandingkan hingga selepas pulang ia tak menunggu lama dan langsung menyarankan kepada Boston Athletic Association (ia kebetulan salah satu anggotanya) untuk membuat lomba sejenis.

Selang setahun, lomba yang diprakarsainya itu tercipta. Boston Marathon digelar pertama kali pada 19 April 1897, bertepatan dengan Hari Patriot, hari libur untuk memperingati dimulainya Perang Kemerdekaan Amerika, dan diikuti oleh lima belas peserta. John J. McDermott asal New York menjadi pelari pertama yang menjuarai Boston Marathon.

Infografik Maraton Boston

Setiap tahunnya, menurut ESPN, Boston Marathon menarik minat sekitar 500.000 penonton. Jumlah itu sekitar delapan puluh persen dari keseluruhan penduduk Boston. Meski lomba hanya digelar satu hari, yakni pada Senin ketiga bulan April, namun auntusiasme sudah mulai terasa satu minggu sebelumnya.

Sebagaimana standar maraton, Boston Marathon memiliki rute lari sepanjang 26.2 mil atau 42.195 km, bermula di Hopkinton dan berakhir di Boylston Street. Namun, di tahun sebelum 1924, panjang rutenya lebih pendek dari itu, yaitu 24.5 mil.

Boston Marathon pun dianggap memiliki salah satu rute lari terberat di dunia. Rute tanjakan yang bermula di Newton Hill dan berakhir di Heartbreak Hill menjadi penyebabnya. Meski empat bukit itu tidak terlalu besar, namun karena letaknya ada di kilometer 32-34 setelah garis start, banyak pelari yang sudah surut staminanya ketika memasuki rute tersebut.

Kualifikasi usia untuk mengikuti Boston Marathon tidak boleh kurang dari 18 tahun. Sedangkan kualifikasi lainnya, calon pelari harus menyelesaikan program maraton standar yang sudah disertifikasi nasional oleh badan yang memiliki afiliasi dengan International Association of Athletics Federations.

Pemboman Boston Marathon

Pada 15 April 2013, dua buah bom yang diletakkan terpisah sekitar 180 meter di Boylston Street meledak pada pukul 02.49 sore waktu setempat. Saat itu lomba lari Boston Marathon yang masih berlangsung, terpaksa dihentikkan. Tiga penonton menjadi korban tewas, 264 lainnya mengalami luka-luka.

Tragedi tersebut menghentak dunia. Bahkan kini setelah lima tahun berselang, sebagaimana dilansir Reuters, jalannya Boston Marathon masih berada di bawah pengawalan ketat.

Tahun ini, untuk memperingati lima tahun tragedi tersebut, panitia lomba dan pejabat resmi kota mengadakan acara mengheningkan cipta dan peletakkan karangan bunga di dua lokasi pemboman. Menurut David Leon More, penulis olahraga sekaligus pelari maraton, bakal ada gestur semacam itu setiap lima atau sepuluh tahun di Boston. Namun, bagi mereka yang berada di Boston Marathon 2013, seperti dirinya, kejadian mengerikan tersebut bakal muncul jelas tiap kali mereka mengikuti lomba lagi.

“Saya masih bisa melihat perasaan goncang dan takut tergambar di wajah orang-orang, kepanikan di jalan, ponsel yang tak berfungsi, perasaan ngeri tidak mengetahui apakah keluargaku selamat, kekhawatiran mengenai kondisi orang-orang,” tulisnya di USA Today.

Kendati demikian, justru itulah yang akan dilakukan More: untuk terus berlari di Boston Marathon. “Terkadang kita tidak tahu cara terbaik menghadapi duka dan penderitaan orang lain. Terkadang cara terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah dengan datang,” tulisnya.

Dan berlari lagi.

Baca juga artikel terkait MARATON atau tulisan lainnya dari Bulky Rangga Permana

tirto.id - Olahraga
Reporter: Bulky Rangga Permana
Penulis: Bulky Rangga Permana
Editor: Zen RS