Menuju konten utama

Mengungkap Kampiun Piala Dunia 2022 dari Perspektif Ekonomi

Ajang Piala Dunia ternyata berkorelasi positif dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB).

Mengungkap Kampiun Piala Dunia 2022 dari Perspektif Ekonomi
Lionel Messi dari Argentina mencium trofi saat ia merayakan bersama timnya pada akhir pertandingan sepak bola final Piala Dunia antara Argentina dan Prancis di Stadion Lusail di Lusail, Qatar, Minggu, 18 Desember 2022. Argentina menang 4-2 dalam pertandingan a adu penalti setelah pertandingan berakhir imbang 3-3. (AP Photo/Hassan Ammar)

tirto.id - Argentina sukses memboyong trofi Piala Dunia 2022 setelah mengalahkan Prancis pada pertandingan yang digelar di Qatar. Jika memakai kaca-mata ekonomi makro siapa pemenang turnamen sepak bola terbesar di dunia ini?

Argentina menekuk Prancis lewat adu penalti dengan skor 4-2. Ini menjadi kemenangan ketiga bagi Argentina, setelah kemenangan di tahun 1978 dan 1986. Berkat Lionel Messi dan timnya, trofi emas tersebut kembali ke Argentina setelah absen selama 36 tahun.

Tidak hanya membawa kejayaan bagi negaranya, tim nasional pemenang piala dunia juga mengantongi pundi-pundi uang. Mengutip laporan Bloomberg, FIFA telah menganggarkan hadiah hingga US$440 juta atau setara Rp6,82 triliun (asumsi kurs Rp15.500/US$).

Tim Argentina membawa pulang US$42 juta atau sebesar Rp651 miliar. Lalu, Perancis sebagai runner-up mengantongi hadiah US$30 juta, sementara tim peringkat ketiga dan keempat berturut-turut memperoleh US$27 juta dan US$25 juta.

Pemberian hadiah tidak hanya berhenti di peringkat ketiga. Masing-masing dari 32 tim partisipan akan mendapat bagian. Tim yang gagal di babak penyisihan akan memboyong masing-masing US$9 juta. Tiap tim yang berpartisipasi juga menerima uang US$1,5 juta.

Kucuran dana FIFA tidak hanya mengalir ke tim nasional yang lolos babak penyisihan Piala Dunia. Sekitar 416 klub profesional yang menjadi bagian keanggotaan FIFA juga akan mendapat jatah total senilai US$209 juta.

Selain itu juga terdapat kompensasi tambahan bagi pemain yang terpilih berlaga di Piala Dunia. Kompensasi tersebut kemudian dibayarkan ke klub pemain. Bisa dibilang, semua yang terkait dengan pergelaran sepak bola kecipratan berkah.

Namun jika bicara ekonomi makro, ajang Piala Dunia ternyata juga berkorelasi positif dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB).

Ketika pada 2010 Qatar dinobatkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022—menyisihkan Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, Jepang, dan Australia, banyak yang bertanya-tanya: bagaimana mungkin negara di jazirah Arab tanpa sejarah sepak bola ini bisa terpilih?

CNN bahkan sempat mengangkat berita bahwa tim evaluator FIFA menilai pemberian mandat penyelenggaraan Piala Dunia ke Qatar berisiko tinggi, karena kurangnya infrastruktur dan iklim panas yang menyengat.

pembangunan stadion piala dunia qatar 2022

Para pria bekerja di lokasi pembangunan stadion Ras Abu Aboud, yang dilatar belakangi oleh pemandangan kota di Doha, Qatar. AP Photo/Vadim Ghirda

Jika mengacu pada studi Matheson, jawabannya kemungkinan besar terkait dengan biaya. Ada tiga komponen biaya yang begitu fantastis sehingga tak sembarang negara tertarik untuk memikulnya dengan menjadi penyelenggara Piala Dunia.

Pertama, biaya pembangunan infrastruktur olahraga. FIFA mewajibkan penyelenggara memiliki minimal 12 stadiun modern yang bisa menampung 40.000 penonton, dan setidaknya satu stadion berkapasitas 80.000 untuk pertandingan pembukaan dan final.

Kedua adalah biaya infrastruktur umum untuk mengakomodasi wisatawan selama acara berlangsung, seperti bandara, sistem transportasi masal, hotel, dst.

Dan terakhir, ada biaya operasional penyelenggaraan acara yang mencakup biaya akomodasi pemain dan pelatih, administrator, biaya penyiaran, biaya keamanan, biaya pemasaran, dan lainnya.

Manfaat Ekonomi bagi Qatar

Setelah lebih dari satu dekade waktu persiapan, Qatar berhasil membuktikan seluruh dunia bahwa mereka mampu menjadi tuan rumah dan justru tercatat sebagai penyelenggaraan Piala Dunia termahal sepanjang sejarah.

Qatar menghabiskan setidaknya US$220 miliar, atau 15 kali lipat lebih besar dari belanja Rusia untuk Piala Dunia 2018. Negara minyak tersebut juga membelanjakan US$300 miliar untuk memperkuat infrastruktur termasuk metro, jalan raya, bandara, pelabuhan dan kota baru, dikutip dari yourstory.

Akan tetapi, Qatar juga mencatatkan manfaat signifikan. Merujuk Al Jazeera, di 10 bulan pertama tahun ini, Qatar mencetak penanaman modal asing US$4 miliar. Pasar sahamnya juga moncer, dengan indeks QSE (Qatar Stock Exchange) lompat 24,7%.

“Jika kita melihat kinerja pasar saham Qatar dalam lima tahun terakhir, ketika persiapan terkait Piala Dunia dipercepat dalam hal kecepatan kerja, pasar saham Qatar naik lebih dari 50%,” ujar Akber Khan, Direktur Senior Manajemen Aset di Al Rayan.

Lebih lanjut, penyelenggaraan Piala Dunia bagi Qatar adalah strategi melambungkan profil negaranya dan pengaruh globalnya. Piala Dunia berfungsi untuk “menempatkan suatu negara di peta” sebagai tujuan wisata.

Infografik Ongkos Piala Dunia

Infografik Ongkos Piala Dunia. tirto.id/Fuad

“Secara khusus, tujuan Qatar adalah menggunakan acara ini sebagai batu loncatan untuk memamerkan keunggulannya, dan semoga meningkatkan kedatangan wisatawan internasional dari 2,1 juta pada 2019, menjadi 6 juta per tahun hingga 2030,” ungkap Saugata Sakar, Kepala Penelitian QNB Financial Services.

Jutaan wisatawan yang berkunjung akan memberikan keuntungan bagi perekonomian lokal. Piala Dunia diperkirakan menghasilkan setidaknya US$17 miliar untuk ekonomi Qatar. Angka itu diraih saat kegiatan berlangsung.

Beberapa panelis ekonom yang dirangkum oleh Focus-Economics, memprediksi pertumbuhan ekonomi Qatar naik 3 kali lipat di 2022, dibanding laju PDB 2021 yang hanya 1,6%. Pertumbuhan juga melebihi rerata pertumbuhan Negara Teluk.

Walaupun begitu, beberapa pihak meyakini bahwa manfaat ekonomi bukanlah hal utama yang dikejar oleh pemerintah Qatar, karena perhitungan manfaat secara makro tersebut tidak dapat menutup biaya fantastis yang telah dikeluarkan.

“Akan ada manfaat jangka panjang bagi warga asli Qatar,” kata Christina Philippou, dosen keuangan olah raga University of Portsmouth, Inggris kepada Business Standard. “...tapi jika tujuan sepenuhnya adalah untuk mengangkat Qatar ke kancah dunia, saya berpikir aspek penguatan reputasinya lebih terbatas.”

Argentina Juga Pemenangnya

Banyak pakar meyakini bahwa menjadi tuan rumah Piala Dunia tidak memberikan manfaat signifikan pada perekonomian. Ambil contoh keuntungan tiket dan kenaikan harga kamar akomodasi yang lebih banyak dinikmati Fédération Internationale de Football Association (FIFA).

Matheson mengungkapkan bahwa kenaikan akomodasi tidak berarti gaji karyawan hotel atau restoran meningkat. Apalagi, pergelaran Piala Dunia umumnya berlangsung di bulan Juni dan Juli, yang notabene memang periode puncak kunjungan wisatawan global.

Studi Allmers dan Maennig mencatat saat AS dan Prancis menjadi tuan rumah Piala Dunia 1994 dan 1998, tak ada kenaikan kunjungan wisatawan. Penelitian Baade dan Matheson malah mengungkapkan kota-kota tuan rumah Piala Dunia 1994 di AS memikul kerugian hingga US$9,3 miliar.

Infrastruktur stadium yang megah juga tidak dapat memberi manfaat maksimal bagi penyelenggara usai turnamen berakhir. Stadium Arena da Amazonia yang dibangun Brasil dengan total biaya US$298 juta kini hanya berfungsi sebagai depo bus.

Sebaliknya, negara pemenang Piala Dunia lah yang dipercaya menerima dampak positif secara ekonomi. Reportase Washington Times mengungkap pemegang trofi Piala Dunia akan mengalami rerata peningkatan PDB sebesar 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya.

Argentina WCup Soccer

Penggemar sepak bola Argentina merayakan kemenangan tim mereka di Piala Dunia atas Prancis, di Buenos Aires, Argentina, Minggu, 18 Desember 2022. (AP Photo/Matilde Campodonico)

Pertumbuhan tersebut bahkan terjadi saat ekonomi negara pemenang sedang tertekan. Hal ini dibuktikan Spanyol, yang saat memboyong trofi Piala Dunia 2010 mencatatkan pertumbuhan ekonomi 0%, dari sebelumnya minus 3,6% di tahun 2009.

Peneliti Universitas Surrey, Dr Marco Mello, juga berpendapat serupa dalam studi berjudul “A Kick for The GDP: The Effect of Winning The FIFA World Cup” Negara juara Piala Dunia setidaknya memperoleh kenaikan PDB sebesar 0,25% secara tahunan.

“Hasil penelitian memperkuat gagasan bahwa kesuksesan di salah satu kompetisi olahraga internasional yang paling banyak dilihat dan bergengsi itu, berpotensi mempengaruhi siklus bisnis,” ujar Marco.

Lebih lanjut, studi yang sama juga menemukan bahwa peningkatan PDB negara pemenang didorong oleh pertumbuhan ekspor dan perbaikan neraca perdagangan. Ini kemungkinan dihasilkan dari daya tarik internasional yang lebih besar, yang dinikmati setelah memenangi kompetisi paling bergengsi di dunia.

Sayangnya, peningkatan PDB hanya dirasakan sesaat dan tak berkelanjutan. Reportase Washington Times menyebutkan bahwa dalam gelaran delapan Piala Dunia sebelumnya, PDB negara pemenang tersebut menyusut setelah setahun.

Sementara itu, riset Dr Marco menunjukkan periode yang lebih singkat. Hasil analisis menemukan bahwa memenangkan Piala Dunia mengarah pada peningkatan pertumbuhan PDB signifikan hanya dalam dua kuartal setelah kemenangan.

Oleh karenanya, dari perspektif ekonomi makro, lebih mendingan menjadi negara peserta Piala Dunia—dan memenanginya—ketimbang menjadi negara penyelenggara.

Baca juga artikel terkait BISNIS atau tulisan lainnya dari Dwi Ayunintyas

tirto.id - Bisnis
Penulis: Dwi Ayunintyas
Editor: Arif Gunawan Sulistiyono