Menuju konten utama
Pertumbuhan Ekonomi

Mengukur Potensi Ekonomi Digital jadi Penangkal Ancaman Resesi

Dalam upaya mendukung pengembangan ekonomi digital, pemerintah tidak bisa hanya sekadar narasi dan mendukung saja.

Mengukur Potensi Ekonomi Digital jadi Penangkal Ancaman Resesi
Warga mengamati aplikasi-aplikasi 'start up' yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Mengenakan jas abu-abu, dipadu dengan kemeja putih dan dasi merah, Presiden Joko Widodo berdiri di atas podium coklat berambang burung Garuda. Dengan penuh penekanan, ia menegaskan bahwa transformasi keuangan digital menjadi salah satu kunci ekonomi berkelanjutan dan pemulihan ekonomi masa depan.

“Agenda transformasi ekonomi digital di sektor keuangan merupakan prioritas kita bersama,” kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Advancing Regional Digital Payment Connectivity Connectivity digelar Bank Indonesia, di Bali, beberapa waktu lalu.

Upaya Jokowi mendorong transformasi ekonomi digital di Indonesia bukan tanpa dasar. Hal ini tidak terlepas dari potensi ekonomi digital di dalam negeri cukup besar dan nilainya yang menggiurkan.

Hasil riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company 2022, memproyeksikan ekonomi digital di Indonesia akan mencapai GMV (Gross Merchandise Value) senilai 77 miliar dolar AS pada tahun ini. Hal itu terlihat setelah bertumbuh sebesar 22 persen selama setahun terakhir ini.

Kemudian hingga 2025, ekonomi digital Tanah Air juga diproyeksi akan mencapai 130 miliar dolar AS. Tumbuh dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 19 persen. Lalu pada 2030 akan tumbuh lebih dari tiga kali lipat mencapai kisaran nilai 220 miliar dolar AS sampai 360 miliar dolar AS.

“Ini adalah salah satu kunci ekonomi berkelanjutan dan sangat bermanfaat bagi pemulihan ekonomi agar lebih kuat inklusif dan kolaboratif,” kata Jokowi.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah saat ini telah mendukung secara penuh pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Terlebih ekonomi digital juga memiliki peran penting dalam mencapai visi menjadi negara maju pada 2045.

“Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat dan menjadi penopang perekonomian dalam negeri akibat dampak pandemi," kata Luhut dalam sambutan kuncinya pada diskusi bertajuk Enunciating New Indonesia Homeground Unicorns dikutip Selasa (6/9/2022).

Luhut bahkan mengklaim pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sangat pesat jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Dalam paparannya, Luhut menyebut, nilai ekonomi digital Indonesia 2021 mencapai angka sebesar 70 miliar dolar AS dan diprediksi tumbuh dua kali lipat pada 2025.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar pun mengamini. Dia menyebut ekonomi digital Indonesia saat ini sangat kuat dan menjadi terbesar di ASEAN. Selain karena ekonomi digital, terdapat beberapa faktor lain yang menjadikan Indonesia sebagai sumber kuat pertumbuhan ekonomi ASEAN.

Beberapa di antaranya adalah jumlah penduduk terbesar, demografi muda, serta kelompok usia masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang potensial masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh dan berkembang.

“ASEAN sendiri mungkin bisa menjadi satu-satunya kawasan di dunia yang masih bisa menikmati pertumbuhan ekonomi yang sehat di tahun-tahun mendatang,” bebernya.

Mahendra menjelaskan untuk mencapai potensi tersebut, pemerintah, bank sentral, dan OJK, melakukan koordinasi dan kerja sama untuk memastikan kebijakan, layanan regulator. Selanjutnya kepada perusahaan maupun perusahaan rintisan, yang akan membuat target itu dapat dicapai, diberikan dengan potensi terbaik dengan cara yang bisa dilakukan regulator.

Jadi Solusi Atasi Ancaman Resesi

CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani meyakini, ekonomi digital dapat mendorong pemulihan ekonomi sekaligus membantu Indonesia terbebas dari ancaman resesi. Seperti diketahui, sejumlah lembaga internasional memperkirakan ekonomi dunia diselimuti awan gelap atau terjadi resesi pada 2023.

Mayoritas negara di dunia, saat ini sedang mengalami inflasi dengan tingkat yang bermacam-macam. Beberapa negara seperti Turki, Sri Lanka, Argentina, dan Iran mengalami inflasi dengan tingkat di atas 50 persen pada tahun ini dan diproyeksikan belum akan kembali normal dalam waktu yang dekat.

Ekonomi dunia bahkan sempat terpukul sepanjang 2020 akibat pandemi COVID-19. Kondisi tersebut pun semakin diperparah dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina sejak Februari 2022 hingga sekarang. Kedua negara tersebut memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.

Kondisi Indonesia sendiri pun perlu diwaspadai. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi September 2022 melonjak 1,17 persen secara bulanan. Inflasi September ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014. Lonjakan inflasi pada September lalu sudah diramal banyak analis dan ekonom ketika Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi pada 3 September.

Namun berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk menekan laju inflasi, salah satunya dengan mengoptimalisasi ekonomi digital di Indonesia. Pengembangan ekonomi digital di Indonesia sendiri semakin berkembang didorong dengan adanya pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung menggunakan platform digital di berbagai sektor.

“Ekonomi digital kami yakini dapat membantu perkembangan ekonomi dengan lebih cepat," ujarnya dalam keterangan resminya.

Contoh paling nyata, misalnya pemerintah mampu memangkas rantai pasok produk pangan ke konsumen., Melalui aplikasi, para petani bisa menjajakan produk sayur mayur, buah, hingga hasil ternak langsung ke konsumen akhir.

Tidak hanya itu, masyarakat semakin dipermudah dengan luasnya perdagangan berbasis digital (e-commerce) dan didukung pula dengan berkembangnya keuangan berbasis digital (Fintech). Pertumbuhan transaksi juga semakin cepat dengan penggunaan uang elektronik (E-money) dan transaksi non-tunai lebih efektif dan efisien.

Karena itu, dia mendorong agar Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmen untuk melakukan reformasi struktural perekonomian Indonesia yang mendukung inovasi dan transformasi digital.

Pengamat Ekonomi Digital, Heru Sutadi menilai, ekonomi digital bisa menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan. Terlebih karena ekonomi digital sangat inklusif dan dapat diterapkan ke berbagai sektor.

“Kalau kita lihat eko digital inklusif yang sifatnya kerakyatan. Tidak harus menjadi pengusaha besar, tetapi tiap UMKM dan masyarakat bisa menjadi faktor penguat dari perjalan ekonomi digital di Indonesia," kata Heru saat dihubungi Tirto, Kamis (24/11/2022).

Dia menuturkan, salah satu penyelamat ekonomi Indonesia selama pandemi adalah UMKM. Lantaran para pelaku usaha tersebut terus bergerak memanfaatkan teknologi untuk tetap bisa menjual produknya.

“Sehingga mereka ini yang membuat ekonomi Indonesia pulih dan tangguh. Bukan karena menteri si A dan B, tapi masyarakat itu yang memproteksi dirinya sendiri dengan cara memanfaatkan pengembangan ekonomi digital,” kata Heru.

Bisa dibayangkan, kata dia, jika masyarakat dan pelaku UMKM hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah saat pandemi, dan tidak memanfaatkan ekonomi digital, maka beban keuangan negara akan semakin besar.

“Tapi kalau kita bisa mendorong pengembangan ekonomi digital lebih inklusif tentu akan mendongkrak ekonomi negara lebih baik," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menekankan dalam upaya mendukung pengembangan ekonomi digital pemerintah tidak bisa hanya sekadar narasi dan mendukung saja. Harus ada aksi nyata benar-benar dilakukan seperti penguatan dan pengembangan infrastruktur ke daerah-daerah.

“Masyarakat juga diberikan edukasi literasi supaya meraka bisa jadi bagian faktor penguat ekonomi digital Indonesia. Jadi pemerintah harus turun tangan tidak sekadar narasi mendukung saja,” kata dia.

Pengamat ekonomi dari IndiGo Network, Ajib Hamdani menambahkan, transformasi digital akan bisa mengakselerasi ekonomi, terutama untuk para UKM. Pandemi telah membuat shifting pasar dengan cepat, dan digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan.

Namun, kata Ajib, di sini ada dua permasalahan. Pertama adalah literasi digital yang masih rendah. Dari total sekitar 65 juta pelaku UKM, masih di bawah 30 persen yang melek digital.

“Perlu effort dari seluruh stakeholder agar terjadi edukasi dan peningkatan literasi digital sehingga program transformasi digital bisa lebih terakselerasi," katanya.

Permasalahan kedua adalah isu cybersecurity. Pemerintah harus mendorong regulasi yang pro dengan keamanan siber. Sehingga program ini memberikan jaminan keamanan buat publik.

Tantangan Menuju Ekonomi Digital

Terlepas dari besarnya potensi ekonomi digital, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memahami, terdapat pula sejumlah tantangan dalam pengembangannya di Tanah Air. Pertama, disparitas akses internet khususnya antar wilayah dan antar tingkat pendapatan, di mana konektivitas utamanya antara pulau Jawa dan pulau lainnya masih belum merata.

Tantangan kedua adalah keamanan siber, yang juga sangat penting dan nyata sebagai ancaman terhadap ekonomi digital. Dengan demikian, perlindungan data bagi konsumen menjadi sangat kritis.

Perlakuan pajak yang sama antara pengusaha lokal dan asing turut menjadi salah satu masalah dan keterbatasan skema pendanaan bagi perusahaan rintisan alias startup. Serta rendahnya sumber daya manusia di bidang wirausahawan.

Berdasarkan peluang dan tantangan tersebut, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berpendapat, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan karena kemajuan teknologi akan mengubah cara dunia bekerja.

“Kita juga harus lebih tanggap dan bersiap menghadapi tantangan risiko dan dinamika perkembangan ekonomi digital ke depan,” kata dia.

Pertumbuhan sektor ekonomi digital diiringi pula dengan transaksi keuangan digital. Meskipun tidak diragukan lagi bermanfaat untuk meningkatkan inklusi keuangan, pertumbuhan sektor ekonomi digital juga menciptakan platform baru untuk pencucian uang dan kejahatan ekonomi.

Melihat hal ini, Johana Gani juga mendorong agar Pemerintah Indonesia mempersiapkan diri dan beradaptasi termasuk salah satunya memperkuat keamanan siber dan perlindungan data pribadi.

“Seperti yang kita tahu, banyak terjadi kasus serangan siber sepanjang 2022, hal ini tentunya perlu menjadi perhatian ekstra bagi pemerintah," ungkap Johanna.

Selain itu, diperlukan juga gencarnya sosialisasi untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat. Ini penting karena dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan keamanan publik, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan memperluas akses ke layanan sektor publik.

“Prospek pertumbuhan ekonomi digital Indonesia masih sangat menjanjikan, namun perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan inklusif," tutup Johanna.

Baca juga artikel terkait EKONOMI DIGITAL atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz