Menuju konten utama

Menguji Klaim Khasiat Jamu Penangkal COVID-19

Jahe, kunyit, dan temulawak memang bagus untuk menambah daya tahan tubuh, tapi tak serta-merta bisa menyembuhkan COVID-19.

Menguji Klaim Khasiat Jamu Penangkal COVID-19
Ilustrasi obat tradisional. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sejak wabah COVID-19 menyerang, segala produk dengan klaim pencegahan dan penyembuhan mendadak laris manis di pasaran, tak terkecuali ragam rempah nusantara seperti jahe, kunyit, dan temulawak. Mereka dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh sehingga bisa menangkal transmisi virus corona.

Mari menguji klaim kesehatan dari bahan-bahan yang jadi daya pikat di masa kolonialisme tersebut.

Sebelum membahas kandungan dalam jahe dan tanaman rimpang lainnya, sebaiknya kita lebih dulu memahami sistem kerja imun. Tubuh manusia dan hewan memiliki mekanisme unik untuk menangkal berbagai patogen berbahaya seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Mekanisme “penjaga gerbang” dari sistem kekebalan tubuh itu ditemukan oleh Bruce Beutler dan Jules Hoffmann.

Mereka mengungkapkan bahwa respon imun punya fase bawaan dan adaptif untuk menangkal patogen. Seperti dilansir dari laman Nature, patogen menginvasi tubuh lewat luka terbuka atau mukosa. Karenanya untuk mencegah penularan COVID-19, kita diminta rajin mencuci tangan dan menghindari memegang wajah.

Sebab tangan yang terkontaminasi virus bisa saja menjadi media penularan ketika menyentuh mata, hidung, atau mulut. Ketika sudah masuk ke dalam tubuh, patogen akan memperbanyak diri dan memiliki misi untuk merusak sel dalam tubuh, alias membikin penyakit. Tapi, perjalanan mereka mencapai tahap ini tidaklah mudah.

Patogen akan dihadang oleh makrofag (sel pada jaringan di darah putih) sebagai garda depan penjaga tubuh. Perang antar keduanya akan mengundang bala bantuan dari sela lain pada jaringan darah putih, bernama neutrofil. Tentara layer kedua ini bertugas mencegah patogen membuat kerusakan lebih lanjut seperti infeksi dan penyakit.

Jika peperangan masih sengit, maka sel dendritik yang sedari awal mengawasi jalannya perang akan memanggil pasukan tambahan berupa antigen. Kemudian Sel T dan Sel B maju ke medan perang melawan pantogen, mereka memproduksi senjata berupa antibodi untuk melumpuhkan musuh.

Ketika para tentara menang melawan musuh, sel tubuh yang mati akibat perang tumbuh kembali. Sementara sel imun yang sudah selesai bertugas akan bunuh diri. Tapi mereka meninggalkan sel memori yang merekam ciri-ciri musuh, sel memori ini akan mengenali dan membunuh musuh yang sama di masa mendatang dan membentuk kekebalan adaptif.

Berkat paparan komprehensif dari Bruce Beutler dan Jules Hoffmann, dunia pengobatan modern akhirnya menemukan jalan pengembangan, pencegahan, dan terapi berbagai macam infeksi, penyakit inflamasi, bahkan kanker.

Rimpang-rimpangan Tanaman Dewa

Sudah sejak lama ramuan jahe dipercaya memiliki kemampuan untuk meredakan berbagai macam gejala penyakit seperti pilek, mual, radang sendi, migrain, dan hipertensi. Fakta ini tercantum dalam edisi kedua Herbal Medicine: Biomolecular and Clinical Aspects. Herbal yang lazim dikonsumsi dengan madu ini menawarkan senyawa anti-inflamasi termasuk antioksidan--zat yang melindungi tubuh dari kerusakan oleh radikal bebas.

Studi oleh Sepide Mahluji, dkk (2013) menyimpulkan bahwa suplemen jahe yang dikonsumsi oral berhasil mengurangi peradangan pada pasien diabetes tipe 2. Suplemen jahe juga dapat mengurangi gangguan pencernaan, kembung, dan kram usus.

Sementara penelitian lain yang diterbitkan di jurnal Ethnopharmacol (2013) menyebut seduhan jahe segar--kita mengenalnya sebagai wedang jahe--memiliki khasiat antivirus dan sifat antibakteri. Tim peneliti menemukan bahwa wedang jahe bisa menangkal virus penyebab infeksi pernapasan (HRSV).

Hanya saja takaran jahe dalam penelitian tersebut rata-rata berdosis tinggi, sehingga belum diketahui efek ramuan jahe “penangkal” corona--yang rata-rata dosisnya tidak pasti atau takarannya disupervisi oleh ahli.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranat menyebut tanaman herbal lain, yakni kunyit mengandung zat kurkumin yang bekerja meningkatkan daya tahan tubuh. Manfaat serupa diberikan oleh zat polifenol dalam jahe. Kunyit juga memiliki zat anti kataral yang dapat memperbanyak produksi lendir.

Lendir tersebut bisa membatu mengeluarkan virus saat menyerang saluran pernapasan. Hanya saja Hardhi menggarisbawahi efek-efek tersebut baru bisa didapat setelah mengonsumsi herbal rimpang secara rutin dalam jangka waktu panjang.

Khasiatnya juga cuma membantu meningkatkan daya tahan tubuh, bukan membunuh virus maupun bakteri. Terlebih, virus corona dalam klaim penyembuhan obat tersebut belum tentu SARS-CoV-2 pemicu COVID-19. Tapi bisa saja virus corona penyebab pilek biasa.

“Jangan samakan jahe atau kunyit itu seperti antibiotik (bersifat membunuh bakteri),” ujar Hardhi.

Solusinya Hanya Cuci Tangan

Dari Vietnam yang berhasil menyembuhkan semua pasien COVID-19 Indonesia perlu belajar, bahwa pemerintah memiliki andil besar dalam upaya preventif dan penanganan.

Dr Kidong Park, perwakilan WHO di Vietnam, mengatakan keberhasilan Vietnam adalah buah usaha pemerintah proaktif dan konsisten. Dua pekan setelah kasus COVID-19 pertama kali diumumkan, Kementerian Kesehatan Vietnam langsung melarang sekitar 10 ribu penduduk Son Loi keluar rumah selama 20 hari.

Mereka juga meliburkan sekolah, menghentikan impor, dan melarang konsumsi hewan liar. Di waktu bersamaan pemerintah meningkatkan pengawasan intensif, pengujian laboratorium, memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi dan manajemen kasus di fasilitas kesehatan, serta memberikan komunikasi risiko, dan kolaborasi multi-sektoral.

“Di tahap penyembuhan dokter akan mengobati gejala pasien, pasien diminta menjalani diet ketat bergizi. Lalu tingkat saturasi oksigen dalam darah pasien selalu dimonitor,” tulis Al Jazeera merangkum upaya-upaya penanganan yang dilakukan negara ini.

Infografik Cara Tubuh Menghadapi Patogen Berbahaya

Infografik Cara Tubuh Menghadapi Patogen Berbahaya. tirto.id/Fuadi

Tak lupa himbauan untuk selalu cuci tangan, melakukan pemeriksaan suhu, dan penyemprotan desinfektan di tempat-tempat publik. Agaknya sejauh ini cara yang paling efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19 adalah cuci tangan, sementara penyembuhan masih bersifat suportif.

WHO juga sudah memperingatkan bahwa antibiotik tak manjur menyembuhkan COVID-19 karena hanya berfungsi pada infeksi bakteri. Sementara infeksi virus seperti SARS-CoV obatnya hanyalah vaksin--bukan jahe atau rimpang-rimpangan lain.

Sebagian besar virus (termasuk SARS-CoV-2) tersusun dari RNA, protein dan lipid. Bayangkan bentuk virus ini serupa tembok yang disusun dari batu bata dengan perekat berupa kombinasi ikatan hidrogen. Mereka semakin menempel kuat pada permukaan kasar seperti kayu, kain, dan kulit karena permukaan kasar membentuk lebih banyak ikatan hidrogen.

Pondasi kuat virus hanya bisa diruntuhkan dengan kelembaban, sinar matahari (sinar UV), dan panas (gerakan molekuler). Jadi cuci tangan dengan sabun terbukti paling ampuh meruntuhkan benteng virus. Dilihat dari struktur penyusunnya sabun mengandung zat seperti lemak yang dikenal sebagai amphiphiles (secara struktural mirip lipid dalam membran virus).

“Molekul sabun bersaing dengan lipid dan ikatan non-kovalen lain yang membantu protein, RNA, dan lipid menempel,” jelas Palli Thordarson seorang ahli kimia dari Universitas New South Wales, dilansir dari Market Watch.

Ringkasnya, sabun melarutkan perekat yang menyatukan virus. Disinfektan, atau cairan, tisu, gel, dan krim yang mengandung alkohol memiliki efek serupa tetapi tidak seefektif sabun. Agen antibakteri dalam produk-produk tersebut tidak banyak mempengaruhi struktur virus.

Boleh-boleh saja minum jahe dan rimpang sejenisnya untuk memperkuat daya tahan tubuh. Yang salah adalah menganggap semua sebagai obat COVID-19. Padahal kita punya cara yang lebih praktis, yakni cukup dengan cuci tangan pakai sabun.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Windu Jusuf