Menuju konten utama
Sistem Pendidikan Nasional

Mengkritisi Draf Revisi UU Sisdiknas, Omnibus Law Sektor Pendidikan

P2G menilai dari 150 pasal draf RUU Sisdiknas, ada sekitar 40 pasal yang perlu direvisi, ditambahkan, bahkan dihapus.

Mengkritisi Draf Revisi UU Sisdiknas, Omnibus Law Sektor Pendidikan
Sejumlah murid SD Negeri Kota Baru mengikuti Ujian Penilaian Akhir Sekolah di Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/6/2021). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj.

tirto.id - Pemerintah melalui Kemendikbudristek berencana merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Rencananya revisi UU Sisdiknas rencananya akan menyinkronkan 23 undang-undang terkait pendidikan.

Sejumlah regulasi tersebut, antara lain: UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 43/2007 tentang Perpustakaan, UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU 11/2014 tentang Keinsinyuran.

Kemudian UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, UU 18/2019 tentang Pesantren, UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU 13/2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, serta regulasi yang beririsan lainnya.

Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menilai RUU Sisdiknas ini seperti omnibus law di bidang pendidikan.

“Apa yang bisa kami simpulkan? RUU Sisdiknas ini seperti omnibus law di bidang pendidikan, karena banyak sekali pasal-pasal pukul rata," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Z Haeri kepada reporter Tirto, Jumat (11/2/2022).

Pada Kamis. 10 Feberuari 2022, kata Iman, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengundang 30 organisasi guru melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan uji publik RUU Sisdiknas.

Namun, Iman menyayangkan undangan beserta dokumen RUU Sisdiknas dan Naskah Akademik yang berisi 150 pasal tersebut diberikan satu minggu sebelum FGD digelar.

“Kami perlu berlari cepat untuk menganalisis dokumen ini sampai jarang tidur. Kami juga waktu FGD protes karena waktu yang diberikan sempit. Setiap organisasi juga hanya diberikan waktu lima menit untuk menyampaikan," ucapnya.

Iman menjelaskan, dari 150 pasal, ada sekitar 40 pasal yang dinilai perlu direvisi, ditambahkan, bahkan dihapus. Di antara 40 pasal itu, P2G mengkritisi sejumlah poin.

Pertama, kata Iman, terdapat pasal yang terbolak-balik antara hak dan kewajiban, yakni di Pasal 12, 78, 83, dan lainnya di draf revisi UU Sisdiknas.

Pasal 12 misalnya berbunyi: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”

Kemudian Pasal 78 berisi:

(1) Setiap Warga Negara yang berusia 7 sampai dengan 18 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib: a. menjamin ketersediaan daya tampung pendidikan dasar dan pendidikan menengah; dan b. membiayai pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Lalu Pasal 83 menyebut: “Setiap Warga Negara berhak mengikuti pendidikan anak usia dini dan pendidikan tinggi.”

“Dalam pasal ini malah pendidikan adalah kewajiban warga negara, padahal ini hak mereka. P2G sempat menyampaikan ada upaya negara lepas tanggung jawab,” kata Iman.

Kedua, kata Iman, P2G mengapresiasi di dalam RUU tersebut terdapat kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar dan menengah, dibandingkan UU sebelumnya hanya sampai pendidikan dasar saja.

“Tapi ini bertentangan dengan poin lainnya, pemerintah wajib membiayai, tapi ada juga warga negara wajib membiayai,” kata Iman.

Ketiga, mengenai jenjang karier guru. Iman menilai selama ini guru jenjang kariernya mentok, padahal dia berharap guru punya jenjang karier yang jelas.

“Misalnya guru yang ikut jadi PNS dan PPPK kemarin sudah mengajar lama, setelah jadi PPPK dari nol lagi kariernya, kan kasihan. Harusnya dia melanjutkan kariernya yang selama ini dilakukan," ucapnya.

Keempat, kata Iman, mengenai format evaluasi dan asesmen. Kelima, soal kesejahteraan guru, dirinya merekomendasikan agar terdapat upah minimum (UMP) layaknya buruh. Keenam mengenai Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan ketujuh soal kurikulum.

Perihal SNP dan kurikulum, Iman mengkritik naskah akademik yang dipakai. Misal untuk SNP hanya merujuk satu penelitian yang dilakukan satu lembaga riset di tiga kabupaten saja. Padahal ada 500-an kabupaten/kota di negeri ini.

“Soal kurikulum, istilah kerangka kurikulum mengacu pada paper panelis UNESCO di Afrika tahun 2007. Kami kira itu sudah ketinggalan zaman,” kata Iman.

P2G juga menemukan pasal karet di Pasal 49 ayat 2 tentang ‘kontribusi positif’ pelajar tingkat menengah. Namun, belum jelas apa yang dimaksud kontribusi positif. “Bagaimana jika pelajar ikut aksi solidaritas mendukung perjuangan warga Wadas? Bukankah itu kontribusi positif?" ucapnya.

Iman yang berprofesi sebagai guru sejarah pun menyayangkan tidak adanya mata pelajaran sejarah yang menjadi muatan wajib pada Pasal 93 RUU Sisdiknas. Hal tersebut serupa dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 tahun 2022.

“Artinya, memang mata pelajaran sejarah tidak dianggap penting untuk menjadi pembahasan. Saya kira untuk memperjuangkan mapel sejarah masih panjang,” kata Iman.

Lebih lanjut, kata dia, dalam naskah akademik disebutkan bahwa UU Sisdiknas ini nantinya tidak perlu mengatur hal-hal yang sifatnya spesifik. Sebab, aturan lebih rinci akan diatur oleh peraturan pemerintah dan turunannya.

“Padahal RUU ini akan menjadi grand design pendidikan nasional. Padahal, sekali lagi, pintu partisipasi elemen masyarakat yang azali dalam ketatanegaraan ada dalam keterlibatan pembentukan UU. Waktu yang singkat membuat kami tidak bisa bicara lebih banyak,” kata dia.

DPR Belum Bahas

Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan dan kebudayaan mengatakan belum memulai pembahasan mengenai rencana merevisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Saat ini bola masih di pemerintah.

“RUU Sisdiknas merupakan usul Pemerintah namun masih dalam proses penyusunan oleh pemerintah," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian kepada reporter Tirto, Jumat (11/2/2022).

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan, legislatif masih menunggu surat resmi dari pemerintah agar bisa mulai pembahasan. “Belum masuk surat resminya dan belum masuk prolegnas prioritas 2022," ujar Ferdiansyah kepada reporter Tirto.

Sebelumnya Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda mengatakan DPR dan pemerintah telah sepakat untuk merevisi UU Sisdiknas secara menyeluruh. Rencananya semua regulasi terkait pendidikan (UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen) akan menjadi satu.

“Ini dalam rangka pembaharuan dan transformasi pendidikan kita," ujar Huda dalam diskusi daring bersama PB PGRI, 30 Desember 2021.

Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang mengaku belum menerima informasi terbaru mengenai RUU Sisdiknas. “Mohon maaf kami belum mendapatkan update informasinya," kata Anang saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (11/2/2022).

Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan draf revisi UU Sisdiknas sedang dalam tahap pembahasan panitia antar-kementerian. Sebab RUU Sisdiknas telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2020-2024.

“Saat ini RUU tersebut sedang dalam tahap pembahasan Panitia Antar Kementerian (PAK),” kata Anindito kepada reporter Tirto, Senin (14/2/2022).

Sampai saat ini, kata Anindito, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Kemendikbudristek juga telah dan terus mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan uji publik RUU Sisdiknas beserta naskah akademiknya sesuai peraturan perundang-undangan.

Pembahasan dalam PAK maupun umpan balik dari uji publik digunakan untuk memperbaiki naskah akademik dan rancangan UU.

“Draf yang saat ini beredar bukan draf final,” ucapnya.

Setelah pembahasan PAK dan uji publik, lanjut dia, akan dilakukan harmonisasi oleh Kemenkumham dan kemudian diajukan untuk proses pembahasan dengan DPR sesuai prosedur yang berlaku.

Dia menuturkan, RUU Sisdiknas disusun untuk memperkuat pendidikan Indonesia agar SDM Indonesia kian siap menjawab tuntutan zaman yang sudah berubah.

“Karena itu Kemendikbudristek mengundang masukan/pendapat/saran yang konstruktif dari seluruh masyarakat,” kata dia.

Baca juga artikel terkait UU SISDIKNAS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz