Menuju konten utama

Menggadai Data Diri demi Ngutang Pinjaman Online

Aplikasi pinjaman online mewajibkan akses terhadap hal-hal pribadi penggunanya.

Menggadai Data Diri demi Ngutang Pinjaman Online
Ilustrasi Credit Online. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Zulfadhli, sopir taksi Blue Bird, ditemukan tewas di dalam kamar kosan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Zul, sapaan akrabnya, ditemukan bunuh diri. Zul meninggalkan surat wasiat yang tidak biasa. Bukan sekadar pesan kepada keluarganya, tetapi juga kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam surat wasiat tersebut, Zul meminta lembaga pengendali institusi keuangan itu untuk menghentikan praktik pinjaman online.

“Wahai para rentenir online, kita bertemu nanti di alam sana,” tulisnya.

Pinjaman online, yang disebut Zul dengan istilah “jebakan setan” merupakan bentuk dari perkembangan zaman bernama financial technology (fintech). Analis kebijakan Financial Technology Office Bank Indonesia, Pandu Kuntoaji, mengatakan fintech merupakan integrasi layanan keuangan dengan teknologi yang mengubah model bisnis keuangan konvensional. Ia mengubah proses keuangan menjadi sederhana.

Tercatat, ada beberapa jenis layanan yang termaktub dalam fintech, misalnya payments, clearing & settlements deposits, lending & capital raising, market provisioning, dan investment management.

Kematian Zul mengingatkan pada kisah-kisah buruk pinjaman online. Pada pertengahan 2018 misalnya, publik dihebohkan dengan RupiahPlus, aplikasi pinjaman online, yang tiba-tiba menghubungi pihak yang sama sekali tidak memiliki ikatan utang-piutang dengannya. Kala itu, contohnya, Ali Akbar dihubungi RupiahPlus atas utang yang dilakukan teman semasa SMP, yang telah lama tidak berinteraksi dengannya.

“Saya jadi ngeri, tahu-tahu dihubungi, padahal saya bukan emergency contact [peminjam],” terang Ali waktu itu.

Atas tindakan di luar aturan itu, OJK memberi Surat Peringatan (SP) 1 pada RupiahPlus. RupiahPlus setidaknya melanggar dua aturan. Pertama, ia melanggar Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan. Kedua, ia melanggar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

Aplikasi ini, selepas menerima SP 1, lantas dibekukan. Kini ia bersalin rupa menjadi Perdana, yang dalam laman Google Play-nya, “berjanji tidak akan melihat nomor kontak, SMS, album foto, dan informasi privasi Anda lainnya.”

Mengakses Data Pribadi Pengguna

Aplikasi pinjaman online berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan ponsel di Indonesia. Aplikasi jenis ini memungkinkan penggunanya meminjam uang atau juga membeli barang dengan cara dicicil, tanpa kartu kredit. Data OJK, aplikasi pinjaman online, berikut fintech berjenis lending lainnya, telah menyalurkan uang sebesar Rp16 triliun hanya pada Oktober 2018 saja. Angkanya meningkat Rp14 triliun dari tahun sebelumnya.

Salah satu alasan berkembangnya pinjaman online, berikut jenis fintech lending lainnya, ialah ketiadaan syarat yang berbelit, khususnya tentang agunan. Hanya bermodal KTP pengguna bisa memperoleh dana segar atau barang yang diinginkan.

Lalu, di mana kepercayaan aplikasi berasal?

Ruby Alamsyah, analis forensik digital dari JARNUS Digital Forensic, menyebut secara tersirat bahwa data pengguna, seperti daftar nomor kontak, adalah jaminannya. “Data [yang diambil si aplikasi] merupakan cara perusahaan mengamankan bisnis mereka,” urai Ruby.

Menengok ke Google Play, toko aplikasi Android, aplikasi-aplikasi pinjaman online umumnya meminta hak akses ke bagian-bagian sensitif ponsel penggunanya. Akulaku, misalnya, meminta akses Kontak guna membaca/melihat daftar kontak si pengguna, meminta akses log telepon, hingga meminta akses membaca SMS si penggunanya.

Hal yang sama ditemui pada TunaiKita. Aplikasi pinjaman online ini meminta hak akses untuk membaca log telepon, status dan identitas telepon, juga SMS milik pengguna.

Hak-hak akses tersebut bisa dimanfaatkan perusahaan fintech mengintip, bukan hanya data si pengutang, tapi juga orang-orang yang tidak berhubungan dengan si perusahaan. Seperti yang dialami Ali.

Dalam paparan Ruby, data-data pribadi pengguna terambil oleh si perusahaan fintech melalui fitur-fitur yang tersemat di aplikasi pinjaman online tersebut. “Ini sama saja seperti spyware [aplikasi mata-mata],” tegasnya.

Sialnya, spyware yang menghisap data-data pribadi ala aplikasi pinjaman online memiliki imunitas. Imunitas yang dimaksud ialah adanya consent alias persetujuan dari si pengguna atas hak akses yang diminta aplikasi. “[Ketika pengguna sudah menyetujui] data telah menjadi milik si aplikasi. Pengguna tidak bisa berbuat apa-apa,” papar Ruby.

Pengguna aplikasi pinjaman online memang dituntut untuk tidak bisa untuk tidak menyetujui. Jika hak-hak akses atas log telepon hingga SMS tidak diberikan, aplikasi tidak bisa terpasang. Akibatnya, pengguna tidak bisa berutang.

Infografik Keponya Aplikasi Utang

Infografik Keponya Aplikasi Utang

Adrian Gunadi, pendiri Investree sekaligus Wakil Ketua Umum I Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia, menegaskan secara tersirat bahwa perusahaan fintech dilarang menyalahgunakan data penggunanya. Ia mencontohkan, bahwa “data kontak tidak bisa diambil” dan hal tersebut telah termaktub dalam kode etik Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia, asosiasi yang wajib dimasuki para pelaku fintech jika ingin beroperasi di Indonesia.

Dalam berhubungan dengan perusahaan fintech, Adrian menyarankan masyarakat hanya melakukannya dengan yang terdaftar di OJK, bukan yang tidak. Fintech yang terdaftar di OJK serta tergabung dalam asosiasi memiliki standardisasi khusus, seperti mengatur bunga, pola penagihan, hingga transparansi informasi.

“Jangan mencoba-coba [bertransaksi] dengan yang belum terdaftar,” paparnya.

Perilaku fintech yang meniadakan agunan dan menjadikan data sebagai jaminan menegaskan bahwasanya data di masa ini adalah “mata uang” dan “bahan bakar.” Hal itu diucapkan Jovan Kurbalija, Founding Director DIPLO, organisasi nirlaba tata kelola internet global.

Maka dari itu, bersikaplah bijaksana terkait data Anda. Pikirkan baik-baik ketika hendak menceklis atau memberi akses bagi aplikasi pinjaman online atau aplikasi apa pun untuk menyedot "mata uang" dan "bahan bakar" yang Anda miliki.

Baca juga artikel terkait PINJAMAN ONLINE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani