Menuju konten utama

Mengenal Seni Peran Teater Tradisional dan Karakteristiknya

Teater tradisional dilakukan atas dasar tata cara secara tradisional atau pengalaman pentas generasi tua.

Mengenal Seni Peran Teater Tradisional dan Karakteristiknya
Aktor senior Teater Gandrik, Butet Kertaredjasa (kanan) dan Susilo Nugroho beradu akting pada pementasan "Para Pensiunan 2049" di Ciputra Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/12/2019). ANTARA FOTO/Moch Asim/pd

tirto.id - Seni peran teater tradisional adalah jenis teater yang berkembang di berbagai suku bangsa Indonesia. Perkembangannya itu dengan menggunakan kaidah dan pola pementasan yang bersumber dari estetika asli budaya Indonesia. Menurut buku Menjadi Bintang karya Eddie Karsito, semula seni peran dikenal dengan seni drama.

Seni peran juga dikenal dengan sandiwara atau seni tradisi. Istilah "sandiwara" diambil dari bahasa Jawa, yaitu sandi dan warah yang diartikan sebagai pembelajaran (warah), diam-diam, dan rahasia (sandi).

Munculnya seni peran tradisional di Indonesia ditandai dengan adanya Sandiwara Keliling, Randai dan Bakaba (Sumatera), Tarling, Topeng Cirebon. Selain itu, juga ada Ludruk, Ketoprak, Gatoloco, dan Wayang Orang (Jawa). Lantas, apa saja karakteristik teater tradisional?

Karakteristik teater tradisional

Dilansir dari buku Seni Budaya SMP/MTs Kelas VIII Semester 1, pertunjukan seni peran teater tradisional dilakukan atas dasar tata cara dan pola yang diikuti secara tradisional (turun temurun) atau pengalaman pentas generasi tua (pendahulu).

Kemudian, dialihkan atau dilanjutkan ke generasi muda (generasi penerus), mengikuti, serta setia kepada pakem yang sudah ada. Pementasan teater tradisional dilakukan di alam terbuka atau di pendopo yang penontonnya dapat melihat dari berbagai sisi yang terbuka. Teater tradisional diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Teater rakyat

Ciri teater rakyat yaitu: improvisasi, sederhana, spontan, dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh-contoh teater rakyat:

  1. Makyong dan Mendu dari daerah Riau dan Kalimantan Barat
  2. Randai dan Bakaba dari Sumatra Barat
  3. Mamanda dan Bapangdung dari Kalimantan Selatan
  4. Arja, Topeng Prembon, dan Cepung dari Bali
  5. Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling dan Ketuk Tilu dari Jawa Barat
  6. Ketoprak, Srandul, Jemblung, Gatoloco dari Jawa Tengah
  7. Kentrung, Ludruk, Ketoprak, topeng Malang, Reog dan Jemblung dari Jawa Timur
  8. Cekepung dari Lombok
  9. Dulmuluk dan Sumatra selatan dan Sinrili dari Sulawesi Selatan
  10. Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi dari Jakarta
2. Teater klasik

Munculnya teater klasik bermula dari lingkungan keraton. Hal ini yang menyebabkan karakter teater klasik sudah mapan atau segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya).

Tidak hanya itu, teater klasik juga memiliki sifat feodalistik. Contoh teater klasik; Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek.

Unsur cerita dalam teater klasik bersifat statis, tapi memiliki daya tarik. Diperlukan kreativitas seorang dalang atau pelaku teater klasik untuk dapat menghidupkan lakon dalam pertunjukan.

3. Teater transisi

Teater transisi adalah teater yang bersumber dari teater tradisional tapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat, contoh teater transisi:

  1. Komidi stambul;
  2. Sandiwara dardanela;
  3. Sandiwara srimulat;
  4. Sandiwara Miss Cicih.

Ciri dan fungsi teater tradisional

1. Ciri-ciri teater tradisional

  1. Cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi, atau kehidupan sehari-hari.
  2. Penyajian dengan dialog, tarian, dan nyanyian.
  3. Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan terdapat dua unsur emosi sekaligus, yaitu tertawa dan menangis.
  4. Pertunjukan mempergunakan tetabuhan atau musik tradisional.
  5. Penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab bahkan terlibat dalam pertunjukan dan berdialog langsung dengan pemain.
  6. Mempergunakan bahasa daerah.
  7. Tempat Pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton).
  8. Unsur lawakan selalu muncul.
2. Fungsi teater tradisional

  1. Pemanggil kekuatan gaib.
  2. Menjemput roh-roh pelindung untuk hadir di tempat terselenggaranya pertunjukan

    Unsur lawakan selalu muncul.

  3. Memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat.
  4. Peringatan pada nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan maupun kepahlawanannya.
  5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang seperti keberhasilan menempati suatu.

    kedudukan, jabatan kemasyarakatan, atau adat.

  6. Pelengkap upacara untuk saat-saat tertentu dalam siklus waktu. Upacara kelahiran, kedewasaan, dan kematian.
  7. Sebagai media hiburan. Fungsi hiburan ini yang lebih menonjol di kalangan teater rakyat.

Baca juga artikel terkait SENI TEATER TRADISIONAL atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Alexander Haryanto