Menuju konten utama

Mengenal Kilang Tuban yang Bikin Warga Sekitar Kaya Mendadak

Kilang Tuban bikin warga sekitar mendadak punya uang banyak. Bagaimana latar belakang proyek ini?

Mengenal Kilang Tuban yang Bikin Warga Sekitar Kaya Mendadak
Kilang Minyak milik Pertamina. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/foc.

tirto.id - Media sosial diramaikan oleh video viral yang berisi antrean truk pengantar mobil di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Mobil-mobil itu baru saja dibeli warga setelah mereka memperoleh uang pembebasan lahan dari kilang milik PT Pertamina-Rosneft.

Jumlah yang diterima warga terbilang fantastis. Per meter persegi dihargai Rp600 ribu-Rp800 ribu atau melampaui nilai pasar.

Pertamina menggarap proyek ini dengan menggandeng investor asal Rusia, Rosneft. Pada Oktober 2016, mereka membentuk perusahaan patungan bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia dengan komposisi saham 55 persen Pertamina dan 45 persen Rosneft.

Menurut Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek ini merupakan penugasan pemerintah kepada Pertamina dan masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi Rp211,9 triliun. Targetnya pembangunan selesai tahun 2024.

Pemerintah memproyeksikan proyek ini dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi BBM dalam negeri atau disebut New Grass Root Refinery (NGRR). Pemerintah juga memermak kilang yang sudah ada atau Refinery Development Master Plan (RDMP) untuk tujuan serupa.

Kilang Tuban bakal diintegrasikan dengan kilang petrokimia milik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama. Total kapasitas kilang ini mencapai 15 juta ton per tahun (MMTA) dengan 3,6 MMTA digunakan untuk petrokimia dan sisanya memproduksi BBM hingga 300 ribu barel minyak per hari.

Sayangnya rencana pembangunan Kilang Tuban tak mulus akibat kendala pembebasan lahan. Tahun 2016 lalu Rosneft bahkan sempat mengancam Pertamina. “Jika Januari 2017 masalah tanah belum selesai, Rosneft akan meminta Pertamina untuk mengembalikan semua biaya yang dikeluarkan oleh Rosneft,” ucap Wakil Bupati Tuban Noor Nahar Hussain, Jumat 25 November 2016.

Masalah pembebasan lahan juga menghambat rencana groundbreaking yang direncanakan pada Juli 2017. Rencana itu menyesuaikan dengan instruksi pemerintah pusat agar pembebasan lahan dapat rampung paling lambat 3 Juli 2017. Pemkab Tuban bahkan sempat menilai rencana groundbreaking terlalu dini.

Saat berkunjung ke Tuban, Selasa 13 November 2018, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016-2019 Ignasius Jonan sempat meminta Pertamina mengirim tim--untuk kesekian kalinya--agar masalah cepat diselesaikan. “Jika tidak bisa diselesaikan terpaksa harus pindah lokasi pembangunan kilangnya,” ucap Jonan.

Kilang Tuban memerlukan sekitar 900 Ha tanah. Per November 2018 ESDM mencatat sekitar 800 Ha masih terkendala pembebasan lahan. Di rencana lokasi ada 350 Ha lahan milik KLHK dan sisanya milik masyarakat sekitar.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklasifikasikan Kilang Tuban ke dalam daftar investasi mangkrak lantaran pembangunannya terus tertunda sejak 2017. Belakangan BKPM membentuk tim khusus untuk menyelesaikan pembebasan lahan. Per Mei 2020, proses pembebasan lahan mengalami kemajuan dan telah mencapai 92 persen dari total 841 Ha yang dibutuhkan.

Per 9 Juni 2020, Pertamina menyatakan pengukuran dan pembebasan lahan di beberapa desa seperti Desa Kaliuntu, Sumurgeneng, dan Wadung serta beberapa desa lain di kecamatan Jenu sudah rampung. Waktu itu proses pembayaran ganti rugi sudah berlangsung. Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Talulembang menargetkan “sisa pembayaran selesai paling lambat September 2020.”

Bermula dari Aset Bermasalah

Selain perkara peningkatan produksi minyak, kehadiran kilang Tuban tidak bisa dilepaskan dari kilang milik TPPI yang sudah lebih dulu ada di dekat lokasi itu. Kilang Tuban sejak awal direncanakan bakal diintegrasikan dengan kilang TPPI peninggalan Grup Tirtamas yang terlilit utang Rp3,2 triliun kepada sejumlah bank saat krisis moneter 1998.

Utang itu membuat pemerintah terseret. Awalnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) membentuk perusahaan baru bernama Tuban Petro untuk menyelesaikan perkara ini. Perusahaan kemudian menerbitkan multiyear bond yang diserap pemerintah dan harus dilunasi 2014.

Sayangnya, hingga 2014, pemerintah tak kunjung memperoleh pembayaran. Alhasil pemerintah mengonversi utang senilai Rp2,62 triliun menjadi saham PT Tuban Petrochemical Industries (TPI) sehingga kepemilikan pemerintah menjadi 95,9 persen.

Pada 13 Januari 2020, Pertamina mengumumkan pembelian saham seri B Tuban Petro senilai Rp3,2 triliun agar dapat menjadi pemegang kendali perusahaan. Pembelian saham ini memuluskan langkah Pertamina mengintegrasikan kilang peninggalan TPPI dengan GRR di Tuban yang sudah direncanakan sejak 2016.

Baca juga artikel terkait KILANG MINYAK TUBAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino