Menuju konten utama

Mengenal Ikon Kota DKI Jakarta dan Sejarahnya

Mengenal ikon kota DKI Jakarta dan bagaimana sejarahnya. 

Mengenal Ikon Kota DKI Jakarta dan Sejarahnya
Ilustrasi. Ondel-Ondel di Jakarta. FOTO/Reno Esnir/pd/18.

tirto.id - Provinsi DKI Jakarta menyimpan banyak keunikan, termasuk berbagai tempat sejarahnya. Di kota ini dulunya menjadi salah satu saksi sejarah perjuangan melawan penjajah.

Misalnya pada tahun 1527, Fatahillah memimpin pasukan gabungan Demak-Cirebon dan berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Lantas, nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta yang menjadi cikal nama Jakarta seperti saat ini.

Perjalanan panjang kota Jakarta yang pada 22 Juni 2021 ini berusia 49 tahun, memiliki berbagai ikon yang tak lekang dimakan zaman.

Ikon ini mewakili Jakarta sebagai simbol yang khas wilayah tersebut. Beberapa ikon Jakarta di antaranya yaitu:

1. Kota Tua

Kota Tua dulu menjadi pusat kota Batavia Tua. Bangunan utamanyaadalah Municipal Hall atau yang dikenal dengan Stadhuis. Keunikan bangunan tersebut terdapat air mancur yang sekaligus menjadi penyuplai air pada gedung-gedung di sekitarnya.

Kota Tua dijadikan pemerintah Belanda saat itu untuk membangun benteng, kanal, dan gedung perkantoran. Melansr laman Jakarta Tourism, Kota Tua sekarang ini juga dikelilingi oleh berbagai bangunan pendukung pariwisata.

Misalnya Museum Seni Murni dan Keramik yang menampilkan lukisan para maestro seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah, Affandi, dan sebagainya.

Di sana juga berdiri Stasiun Kereta Api, Kota atau dikenal dengan Stasiun Beos, dengan desin artdeco yang dipertahankan bentuknya hingga sekarang.

2. Galangan kapal VOC

Galangan kapal VOC merupakan tempat yang dulunya sebagai galangan bagi kapa-kapal kecil dengan mempekerjaan orang-orang pribumi.

Fungsi lainnya yaitu untuk tempat perbaikan atau dok untuk kapal-kapal besar pengangkut rempah-rempah. Galangan tersebut didirikan pada tahun 1628 dengan luas mencpai 2.000 meter persegi.

Lokasi gedung Galangan VOC ada di Jalan Kakap No. 1-3 Penjaringan, Jakarta Utara. Gedungnya tidak terpisahkan dari keberadaan Museum Bahari dan Menara Syahbandar.

Museum Bahari di waktu lalu merupakan gudang rempah-rempah dan Museum Syahbandar menjadi navigasi kapal-kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Kawasan Galangan Kapal VOC pernah menjadi pusat perdagangan ikan utama di wilayah Asia selama hampir 200 tahun.

Mengutip laman Pemprov Jakarta, para pedagang yang datang antara lain dari Puau Decima di Nagasaki (Jepang), Cape Town (Afrika Selatan, Ternate, hingga Bandar Surat di pantai Teluk Arab.

3. Monumen Nasional (Monas)

Bagi pelancong yang baru datang ke Jakarta, belum lengkap tanpa berkunjung ke Monas. Monumen ini menunjukkan ikon Jakarta yang khas dengan patung api berlapis emas di puncaknya.

Di dalam Monas terdapat museum yang menggambarkan diorama perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sana juga disematkan teks asli Proklamasi Kemerdekaan RI.

Di samping itu, bila ingin naik ke puncak, tersedia lift yang akan membawa pengunjung menikmati Jakarta di ketinggian.

Monas juga menjadi tempat rekreasi. Di sekitarnya kini terdapat taman dengan air mancur yang bisa menjadi sarana rekreasi dan berolahraga. Hewan rusa juga ditempatkan di sana yang berkeliaran bebas di pepohonan rindang.

4. Museum Nasional

Sebelum berdiri Museum Nasional, mulanya terjadi revolusi intelektual dengan berkembangnya pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan di Eropa tengah.

Di Harleem, Belanda, berdiri organisasi De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) pada tahun 1752 yang fokus untuk penelitian ilmu pegetahuan ini.

Kehadiran organisasi-organisa seperti itu, membuat orang-orang Belanda di Batavia juga membuat himpunan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) yang berdiri 24 April 1778.

Organisasi ini berdiri sebagai lembaga independen untuk memajukan penelitian pada seni dan ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu biologi,fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah.

Seiring berjalannya waktu, koleksi dari BG tidak lagi mampu tertampung di tempat lama. Lantas, pemerintah Hindia-Belanda membangun gedung museum pada tahun 1862 yang sekarang ini menjadi Museum Nasional.

Museum Nasional dikenal pula sebagai Gedung Gajah atau Museum Gajah. Melansir laman Museum Nasional, penyebutan ini merujuk pada patuh gajah dari perunggu yang berdiri di halaman depan museum.

Patung tersebut hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah datang di museum pada tahun 1871.

5. Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Museum ini dulu menjadi rumah bagi konsulat Kerajaan Inggris di tahun 1927. Rumah itu lalu menjadi rumah Laksamana Tadashi Maeda yang menempatinya mulai tahun 1942 hingga Agustus 1945. Di tempat inilah perumusan naskah proklasi kemerdekaan Indonesia dilakukan.

Melansir laman Museum Perumusan Naskah Proklamasi, usulan menjadikan rumah bekas kediaman Laksamana Musa Tadashi Maeda disampaiakan oleh Mendikbud kala itu, Prof.Dr. Nugroho Notosusanto, di tahun 1984.

Ketika masih dilakukan kajian pendirian, rumah atau gedung tersebut dipakai untuk kantor Perpustakaan Nasional selama satu tahun.

Selanjutnya, setelah melalui kajian panjang, gedung yang berada di Jalan Imam Bonjol No. 1 Menteng Jakarta Pusat itu ditetapkan sebagai museum pada 2 November 1992.

Penetapannya disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0476 Tahun 1992.

6. Pelabuhan Sunda Kelapa

Pelabuhan Sunda Kelapa didirikan pada zaman Batavia pada abad 12. Pelabuhan ini menjadi sarana lalu lintas transportasi dan menjadi titik awal pembangunan Jakarta. Belanda sangat lama berada di Batavia hingga lebih dari 300 tahun.

Pelabuhan ini sekarang masih difungsikan. Hanya saja, penggunaannya dibatasi sebagai pelabuhan internal pulau untuk perahu-perahu tradisional. Nama lama "Kalapa" dipakai lagi untuk nama pelabuhan di tahun 1970.

Baca juga artikel terkait HUT DKI JAKARTA KE-494 atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo