Menuju konten utama

Mengapa Teroris Kerap Menyasar Parade Militer?

Sabtu lalu, parade militer di Kota Ahvaz, Iran, dikacaukan oleh serangan teror dari kelompok bersenjata. Setidaknya 29 orang tewas dan 70 orang terluka.

Mengapa Teroris Kerap Menyasar Parade Militer?
Dalam foto ini yang disediakan oleh Kantor Berita Mahasiswa Iran, ISNA, anggota pasukan bersenjata Iran dan warga sipil berlindung dalam penembakan saat parade militer menandai peringatan ke-38 tahun invasi Irak ke Irak, di kota barat daya Ahvaz, Iran, Sabtu , 22 September 201. AP PHOTO / ISNA, Behrad Ghasemi

tirto.id - Iring-iringan parade militer tahunan yang digelar pada Sabtu (22/9) di Kota Ahvaz, Provinsi Khūzestān, Iran, berakhir kacau. Parade peringatan Perang Irak-Iran yang seharusnya berlangsung khidmat itu berubah menjadi insiden berdarah.

Di tengah acara iring-iringan militer, tentara Korps Garda Revolusi Iran dan para warga yang menonton parade tiba-tiba dihujani peluru oleh sekelompok milisi bersenjata.

Setidaknya 29 orang tewas dan 70 lainnya terluka. Mengutip keterangan militer Iran, kantor berita negara (INRA) menyebutkan bahwa pelakunya adalah empat pria berseragam militer. Pasukan keamanan berhasil menewaskan tiga orang pelaku, sementara satu sisanya meninggal di rumah sakit.

"Teroris yang direkrut, dilatih, dipersenjatai, dan dibayar oleh rezim asing telah menyerang Ahvaz," kata Menteri Luar Negeri Iran Javid Zarif di akun Twitter-nya.

Sampai Minggu (23/9), asal-usul kelompok pelaku belum dapat dipastikan. Kantor berita INRA sempat menuding pelaku serangan berasal dari Patriotic Arab Democratic Movement (PADM), sebuah kelompok separatis lokal yang terdiri dari Muslim Sunni. PADM langsung menolak mentah-mentah klaim tersebut.

Kelompok lain yang juga diduga sebagai pelaku adalah Arab Struggle Movement for the Liberation of Al-Ahwaz. Namun, Yacoub Hor Al-Tustari, juru bicara kelompok tersebut, mengatakan kepada CNN bahwa kelompoknya tidak bisa disalahkan.

ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Sebuah pola pengakuan klasik yang kerap dilakukan ISIS tiap kali muncul aksi teror di berbagai negara.

Juru bicara Korps Garda Revolusi Iran menuding Arab Saudi dan Amerika Serikat sebagai dalang kejadian ini. Serangan tersebut memang terjadi di tengah tensi panas antara Riyadh dan Teheran itu. Hubungan segitiga antara AS, Iran dan Saudi sendiri tidak sedang baik-baik saja, khususnya terkait konflik di Irak dan Suriah yang saat ini masih membara.

Parade militer ini penuh makna bagi publik Iran. Ingatan akan Perang Iran-Irak (1980-1988) yang menewaskan ratusan ribu nyawa termasuk puluhan ribu warga sipil hingga kini menyisakan duka dan trauma yang mendalam.

Dalam analisisnya di CNN Nic Robertson menyatakan, Iran perlu menilik lagi situasi di Timur Tengah, di mana pengaruh Teheran makin "mendarah daging di lembaga-lembaga Irak dan mengakar di Suriah".

Selain itu, Robertson juga mengingatkan bahwa pada awal September, Iran membombardir Kota Koysinjac, daerah kekuasaan Partai Demokrat Iran Kurdistan di Irak utara. Serangan Iran berhasil menghancurkan beberapa bangunan markas besar partai separatis ini dan menewaskan banyak pasukannya. Partai Demokrat Iran Kurdistan menyatakan akan melakukan aksi pembalasan.

Infografik Aksi teror di parade militer

Mengapa Menyasar Parade Militer?

Terlepas dari tensi tinggi hubungan Iran dengan para lawan-lawannya yang diklaim Robertson potensial memicu serangan di Kota Ahvaz, serangan teror dalam suasana iring-iringan militer ternyata bukan barang baru.

Pada Sabtu 4 Agustus 2018 lalu, ketika Presiden Venezuela Nicolas Maduro menghadiri parade militer di ibu kota Caracas, tiba-tiba dua buah drone berbahan peledak terbang ke arah iring-iringan militer. Tidak ada korban jiwa, namun beberapa orang luka-luka. Setelah peristiwa, Maduro menyatakan telah terjadi upaya percobaan pembunuhan kepala negara.

Pada 12 Mei 2012, Angkatan Darat Yaman terpaksa menghentikan latihan untuk acara parade militer tahunan di Sana'a karena sebuah serangan bom bunuh diri. Korban tewas dari pihak militer mencapai 120 orang. Kelompok Al-Qaeda mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Jauh sebelum peristiwa di Ahvaz sabtu lalu, sebuah bom meledak pada 18 September 2010 di Kota Mahabad, Iran. Waktu itu, Teheran sedang menyelenggarakan parade militer memperingati Perang Iran-Irak. Sebanyak 12 warga sipil tewas. Garda Revolusi Iran mengklaim bahwa pelakunya adalah separatis Kurdi yang terafiliasi dengan Partai Ba'ath Irak, Israel, dan AS.

Pembunuhan terhadap Presiden Mesir Anwar Sadat pada 6 Oktober 1981 juga terjadi di tengah parade militer yang saat itu digelar untuk memperingati Operasi Badr 1973. Sekelompok orang berseragam memberondongkan peluru ke arah tribun presiden dan para pejabat lainnya.

Pelaku serangan rupanya berasal dari tubuh militer Mesir yang diketahui berafiliasi dengan kelompok Jihad Islam Mesir (EIJ). EIJ menolak Perjanjian Camp David yang diteken untuk mengakhiri permusuhan antara Israel dan Mesir. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Anwar Sadat, Menachem Begin selaku Perdana Menteri Mesir, dan dan Jimmy Carter sebagai Presiden AS.

Hampir semua negara menggelar parade militer yang menampilkan keahlian dan ketrampilan angkatan bersenjata dari negeri yang bersangkutan. Parade militer biasanya diselenggarakan untuk peringatan sebuah peristiwa (perang atau konflik bersenjata lainnya), kelahiran negara, atau satuan matra dalam tubuh militer. Kegiatan parade militer tertua, terbesar dan paling terkenal di Eropa adalah Parade Militer Hari Bastille di Perancis yang diadakan setiap 14 Juli di Paris, bertepatan dengan penyerbuan Penjara Bastille pada 14 Juli 1789 yang mengawali Revolusi Perancis.

Pada dasarnya, aksi teror dirancang untuk mencapai tujuan politik tertentu dengan menyebarkan ketakutan. Menurut Edward Orehek dan Anna Vazeou-Nieuwenhuis dalam artikelnya yang berjudul "Understanding the Terrorist Threat: Policy Implications of a Motivational Account of Terrorism" (2014), aksi teror jelas dilancarkan untuk memancing respons emosional pihak musuh.

"Terorisme adalah peperangan psikologis, yang bertujuan menanamkan rasa tidak aman di antara anggota kelompok sasaran. Terorisme membutuhkan motivasi untuk membenarkan agresi dan kemampuan menembus pertahanan musuh" tulisnya.

Logis jika parade militer punya punya nilai strategis sebagai sasaran. Parade militer adalah pameran kedigdayaan negara, didatangi kepala negara, dan umumnya ditonton banyak orang. Dengan menyerang iring-iringan militer secara langsung, teroris mengharapkan kesan bahwa negara tak berdaya dan aparatnya gagal mengantisipasi ancaman terhadap kepala negara. Beberapa kelompok teroris bahkan menanti-nanti respons negara yang lebih keras pasca-kejadian, misalnya memberlakukan darurat militer atau menyatakan perang kepada negara yang dituduh melindungi teroris.

Di Indonesia, drama penyanderaan di Mako Brimob, Depok, Mei lalu dapat dibaca dengan cara yang sama. Kendati berawal dari masalah perut dan tak melibatkan parade militer, fakta bahwa serangan tersebut terjadi di tengah lingkungan aparat bersenjata telah memunculkan pertanyaan seputar kesiapan negara dalam mengantisipasi serangan teror.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf