Menuju konten utama

Mengapa Sebaiknya Anda Tidak Lagi Menyukai Kucing

Di balik perangainya yang menggemaskan, kucing sejatinya adalah hewan yang mengerikan

Mengapa Sebaiknya Anda Tidak Lagi Menyukai Kucing
Ilustrasi pembenci kucing. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pete Marra, kepala divisi Smithsonian Migratory Bird Center pernah mengungkapkan sebuah hal yang mungkin akan membuatnya dibenci para pecinta kucing di manapun: “Tidak ada orang yang menyukai ide untuk membunuh kucing. Tapi, terkadang, hal itu diperlukan.”

Tentu saja Marra bukan pembenci kucing an sich. Profesinya sebagai aktivis hewan sekaligus seorang ekologis hewan liar, justru menunjukkan hal sebaliknya: Ia kerap mengadvokasi hak insani para hewan selama bertahun-tahun, bahkan juga memelihara kucing di rumahnya. Argumen kontroversial tersebut “hanyalah” merupakan salah satu kesimpulan dari bukunya berjudul Cat Wars: The Devastating Consequences of a Cuddly Killer (2016).

“Saya menyukai kucing, mereka hewan yang menakjubkan dan mengagumkan. Ini adalah hal yang tidak disadari orang. Saya adalah aktivis hewan liar dan domestik. Jika ibu saya tahu saya tidak menyukai kucing, ia akan jungkir balik di makamnya,” demikian kelakar Marra.

Dalam buku tersebut, Marra berargumen dari perspektif seorang kepala pusat penelitian burung liar di Amerika Serikat. Hasil penelitiannya selama bertahun-tahun menunjukkan, kucing merupakan ancaman serius bagi kelangsungan eksistensi (dan ekosistem yang dibangun) burung, bahkan melebihi manusia.

Salah satu penelitian lain dari APPA (American Pet Products Association) tahun 2017-2018 menunjukkan, ada sekitar 94 juta ekor kucing yang dipelihara oleh keluarga di Amerika. Jumlah ini bahkan melampaui anjing: hewan yang kadung dianggap sebagai peliharaan favorit di negara tersebut.

Namun dari total jumlah tersebut, hanya dua per tiga hingga tiga perempat yang merupakan kucing baik-baik. Maksudnya, insting pemburu mereka sudah tereduksi karena terbiasa menjadi hewan rumahan. Sementara, seperempat dari total tersebut masih menjadi hewan ganas yang kerap memangsa hewan kecil lainnya di alam liar. Pada titik ini, bagi Marra, masalah telah menjadi amat serius.

Mengacu kepada penelitian Wildlife Society and the American Bird Conservancy, kucing liar rata-rata membunuh dua hewan lain tiap minggunya. Hal yang tak jauh berbeda juga ditunjukkan Nature Communications dalam penelitian yang dilansir pada 2013 lalu. Tiap tahun, kucing membunuh sebanyak 1,4 hingga 3,7 miliar burung serta 6,9 dan 20,7 miliar mamalia ( tikus, tikus, kelinci, tupai, dan tikus).

Untuk mengatasi masalah ini, Marra menganjurkan solusi agar kucing sebaiknya dipelihara dan dijadikan sebagai hewan rumahan. Dengan mendapatkan “subsidi” dari pemiliknya (makanan hingga perawatan, termasuk interaksi yang intens dengan banyak manusia), maka naluri dasar kucing untuk memangsa hewan lain pun perlahan dapat terkikis. Anjuran ini juga disepakati oleh Human Society of United States.

Dalam penelitiannya pada tahun 2012, Marra memperkirakan ada sekitar 30 hingga 80 juta kucing liar di Amerika Serikat. Jumlah tersebut kurang lebih sama dengan penelitian yang dilakukan Adithya Sambamurthy dari Center for Investigative Reporting yang dilansir The Reveal pada Juli 2016. Sementara dari Human Society mengasumsikan keberadaan kucing liar di kisaran angka 30 hingga 40 juta ekor.

Bagi Marra, jumlah tersebut tentu saja membahayakan, terutama jika kucing-kucing liar tadi bermukim di daerah konservasi berskala high-priority. Untuk mengatasi itu semua, Marra menyebut tak ada solusi yang mudah, namun tetap wajib dilakukan. Sebagaimana tulisan di bukunya yang dikutip artikel "The Moral Cost of Cats":

“Dalam area konservasi yang ketat, tak ada toleransi untuk kucing liar. Jika mereka terperangkap, kucing-kucing tersebut harus segera dikeluarkan dan tidak lagi dikembalikan. Jika tidak ada tempat penampungan bagi mereka, dapat dilakukan euthanasia terhadap kucing tersebut. Jika mereka tidak berhasil ditangkap lewat jebakan, harus ada upaya pencegahan lain, baik dengan menggunakan racun atau memakai jasa pemburu profesional.”

Seekor Kucing yang Memusnahkan Seluruh Spesies Burung Langka

Ketakutan Marra bisa jadi tampak berlebihan. Tapi kisah legendaris berikut ini niscaya dapat membuat orang memahami bahwa apa yang dikatakan Marra memang beralasan.

Kisah ini bermula pada tahun 1894. Kala itu, di selatan Selandia Baru, terdapat sebuah pulau kecil bernama Pulau Stephens yang hanya memiliki luas 2,6 km persegi. Namun karena berada dalam jalur pelayaran, maka didirikanlah sebuah mercusuar di pulau tersebut. Mercusuar itu dijaga oleh seorang bernama David Lyall dan seekor kucing peliharaannya yang ia beri nama Tebbles.

Saat Lyall bertugas, Tebbles selalu dibiarkan bermain keliling pulau. Tiap pulang dari hutan, Tebbles kerap membawa berbagai hasil buruannya kepada Lyall. Si majikannya pun senang karena kucing tersebut rupanya dapat bertahan hidup di alam liar. Hingga pada suatu hari, Tebbles membawakan bangkai seekor burung yang belum pernah dilihat oleh Lyall sebelumnya.

Lyall pun merasa penasaran, maka ia pun mengirimkan bangkai burung tersebut kepada Sir Walter Buller, seorang naturalis yang juga pakar burung. Setelah diidentifikasi, Buller membenarkan bahwa burung tersebut merupakan satwa endemik yang hanya ditemukan di Pulau Stephens. Burung nokturnal itupun diberi nama Stephen Island Wern (Traversia lyalli)).

Infografik Bahaya Menyukai Kucing

Burung yang juga kerap disebut sebagai Lyall's wren ini memiliki kebiasaan berburu pada malam hari, tidak bisa terbang, memakan serangga. Burung ini sangat kecil, paruhnya hanya berukuran 14mm, sayapnya mempunyai kepanjangan 46-49 mm, dan ekornya 17 mm. Jenis jantan sedikit lebih besar dari jenis betina. Hasil studi arkeologi menunjukkan bahwa burung ini hidup di daratan besar Selandia Baru di zaman dulu.

Pada mulanya, Tebbles mendapat pujian karena berkat dirinyalah diketahui bahwa ternyata ada satwa endemik di Pulau Stephen. Buller dan tim dari British Ornithologists Union pun rencananya akan segera berangkat kesana untuk melakukan penelitian. Namun, rencana itu akhirnya tidak pernah terealisasi karena suatu hal yang begitu mengejutkan: Tebbles rupanya telah memangsa seluruh Little Bird Stephen Wern yang ada di pulau tersebut.

Kendati demikian, tidak semua peneliti menyalahkan Tebbles. Pada tahun 2004, Ross Galbreath dan Derek Brown dari Ornithological Society of New Zealand menulis sebuah esai yang menyebut bahwa kepunahan Little Bird Stephen Wern diakibatkan oleh beberapa faktor. Mereka memperkirakan bahwa kian sedikitnya populasi burung tersebut mula-mula diakibatkan oleh tikus yang dibawa oleh orang Maori. Dan juga diduga ada kucing liar lain di pulau tersebut yang turut memangsa selain Tebbles.

Namun terlepas dari kesimpangsiuran fakta yang ada, dakwaan terhadap kucing (liar) sudah kadung diputuskan sejak itu: Di balik wajah mereka yang imut dan perangai yang menggemaskan, apa boleh buat, kucing ternyata juga adalah “pembunuh yang kejam”.

Faktor lain yang membuat kucing berbahaya adalah mereka dapat menularkan virus toxoplasmosis kepada manusia. toxoplasmosis berasal dari hewan parasit bersel satu yang sering juga disebut protozoa. Dalam hal ini, ia dikenal sebagai parasit toxoplasma atau toxoplasma gondii. Jika Anda pernah mendengar bahwa kucing menyebabkan kemandulan bagi wanita, inilah virus penyebabnya.

Sejatinya bukan hanya kucing yang dapat terinfeksi toxoplasma, namun nyaris semua hewan berdarah panas juga bisa diserang. Hanya saja, kucing merupakan inang definitif toxoplasma. Sebab hanya dalam tubuh kucinglah toxoplasma dapat berkembangbiak dengan kedua cara, seksual dan non seksual. Namun demikian, penularan melalui bulu dan liur masih dapat dicegah dengan mencuci tangan memakai sabun hingga bersih.

Dalam kasus yang ekstrim, infeksi akut toxoplasma dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada pria dan bila berlangsung intens akan menyebabkan kemandulan. Hal ini terjadi lantaran toxoplasma dapat menyebabkan terjadinya penyempitan atau bahkan tertutupnya saluran sperma. Akibatnya pria tersebut menjadi mandul, karena sperma yang diproduksi tidak dapat dialirkan untuk membuahi sel telur.

Sementara pada wanita, infeksi toxoplasma yang berlangsung terus menerus dapat menginfeksi saluran telur wanita. Bila saluran ini menyempit atau tertutup, sel telur yang telah dihasilkan oleh indung telur (ovarium) tidak dapat sampai ke rahim untuk dibuahi oleh sperma. Untuk kasus yang paling berbahaya, toxoplasma dapat menyebabkan cacat dan kebutaan. Dan jika si wanita tengah hamil, maka janinnya akan memiliki ukuran kepala yang besar dan berisi cairan (hidrocephalus).

Hal lain yang tak kalah mengerikan yang dapat diakibatkan oleh Toxoplasma adalah: parasit itu dapat memanipulasi pikiran perempuan untuk melakukan bunuh diri. Laporan Time pada 2012, yang merujuk pada penelitian dari University of Maryland School of Medicine, menunjukkan bahwa wanita yang terinfeksi parasit tersebut memiliki peluang bunuh diri lebih besar dari yang tidak atau bahkan yang memang menderita penyakit mental.

"Kami tidak dapat memastikan bahwa Toxoplasma gondii dapat menyebabkan para wanita berupaya bunuh diri, tetapi kami menemukan hubungan prediktif antara infeksi dan upaya bunuh diri," ujar Dr. Teodor Postolache, ketua penelitian yang juga seorang profesor psikiatri dan direktur Program Mood and Anxiety di University of Maryland School of Medicine.

Pertanyaannya: kenapa kecenderungan tersebut hanya berlaku kepada wanita? Secara saintifik, ikatan antara kucing dan wanita memang berlangsung lebih intim dibanding dengan pria. Namun demikian, kucing tak peduli hal tersebut. Bagi mereka, wanita dan pria sama saja: sama-sama mudah untuk dimanipulasi.

Sebagai contoh, pernahkah Anda mendengar kucing mendengkur? Jika Anda mengira itu merupakan bentuk kecintaan mereka terhadap Anda, maka Anda salah. Dengkuran kucing hanyalah salah satu cara mereka untuk memanipulasi majikannya agar dimanjakan. Kucing melakukan hal tersebut karena mereka memahami bahwa mengeong terus menerus hanya akan membuat manusia terganggu.

Jadi, bagaimana, masih suka kucing?

Baca juga artikel terkait HEWAN PELIHARAAN atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Nuran Wibisono