Menuju konten utama

Mengapa Pemilu Legislatif AS Lebih Menarik dan Penting?

Terpilihnya kelompok LGBTQ, Muslim dan native Amerika dalam pemilu legislatif AS memberikan warna dan harapan baru bagi iklim demokrasi Amerika saat ini.

Mengapa Pemilu Legislatif AS Lebih Menarik dan Penting?
Ratusan orang berkumpul di distrik Castro San Francisco untuk merayakan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden dan Wakil Presiden terpilih Kamala Harris pada hari Sabtu, 7 November 2020. (AP Photo/Noah Berger)

tirto.id - Rivalitas Donald Trump dan Joe Biden dalam pemilihan presiden (Pilpres) AS cukup menyedot perhatian dunia, terlebih setelah sang petahana harus kalah.

Namun, pemilu AS sejatinya lebih dari sekadar kubu Trump atau Biden. Selain Pilpres, pemilu AS 2020 juga menggelar pemilihan legislatif (legislative election) untuk memperebutkan kursi Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Hasilnya, juga tak kalah, atau justru, jauh lebih menarik dari hasil pemilihan presidennya.

The Conversation menyebut pemilu legislatif sebagai kemenangan “Gelombang LGBT”. Dari catatan LGBTQ Victory Fund—sebuah organisasi politik non-partisan yang memberikan dukungan teknis, finansial, strategi kepada kandidat dan pejabat LGBTQ di AS—setidaknya terdapat 1.006 kandidat LGBTQ yang maju dalam pemilu legislatif tahun 2020. Jumlah ini meningkat sekitar 41 persen dibanding tahun 2018.

Adalah Sarah McBride, yang berhasil meraih satu kursi Senat di negara bagian Delaware sekaligus transgender pertama yang terpilih untuk posisi tersebut di Amerika Serikat.

Melansir New York Times, McBride, 30, yang seorang Demokrat cum aktivis, mengalahkan Steve Washington yang seorang Republikan di Distrik Senat Negara Bagian Pertama, termasuk di antaranya Wilmington, dengan mudah.

Ia mengatakan “hasil tersebut memberikan pesan kuat kepada kaum muda yang tengah berjuang untuk beradaptasi dengan dunia: bahwa demokrasi kita cukup besar untuk menampung suara mereka dan bagaimana suara mereka juga penting.”

McBride sempat menjadi staf magang Gedung Putih pada masa pemerintahan Obama dan melobi Majelis Umum Delaware tentang RUU Hak Transgender yang disahkan menjadi UU pada 2013.

Sementara di New York, situasi di Kongres akan lebih beragam setelah Ritchie Torres, yang berasal dari Demokrat menang di Distrik 15 New York, yang mencakup sebagian besar Bronx selatan dalam pertarungan memperebutkan satu kursi di DPR, demikian yang dilaporkan AJ Plus. Ini berarti, Torres menjadi Afro-Latino gay pertama yang menduduki jabatan tersebut. Sebelumnya ia sempat mengalahkan Anggota Dewan Kota New York Ruben Diaz Sr. yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan homofobik.

Selain Torres, Mondaire Jones, yang juga seorang Demokrat juga akan mewakili Distrik 17 New York sekaligus menjadi gay kulit hitam pertama dengan posisi tersebut. Ia mendapat dukungan penuh dari petahana Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) dan Bernie Sanders.

Terpilihnya Muslim dan Penduduk Asli Amerika

Di Oklahoma, Mauree Turner, yang mengidentifikasi dirinya seorang non-biner (istilah gender yang tidak merujuk pada laki-laki atau perempuan) dari Partai Demokrat berhasil meraih satu kursi dewan di Distrik 88. Ia mengalahkan Kelly Barlean yang seorang Republikan dengan 71 persen suara. Turner, 27, sekaligus salah satu dari kandidat Muslim yang berhasil terpilih dalam pemilu legislatif AS, demikian seperti dikutip Middle East Eye.

Selain Turner, ada delapan Muslim berpengaruh lainnya yang berhasil mencetak sejarah terpilih sebagai anggota Senat dan Dewan dalam pemilu AS 2020. Di Indiana, ada Fady Qaddoura, seorang keturunan Palestina yang berafiliasi dengan Partai Demokrat. Ia menjadi Muslim pertama yang menduduki jabatan tersebut mengalahkan rivalnya dari Partai Republik, John Ruckelshaus dengan persentase 52:48.

Di Dewan Delaware, Madinah Wilson-Alton meraih 71 persen suara dan membuatnya sebagai legislator Muslim pertama di daerah itu. Dalam kampanyenya, ia menyuarakan sistem pendanaann pendidikan kepada semua ana-anak agar mendapat akses pendidikan yang berkualitas.

Sama-sama berdarah Palestina, Iman Jodeh mewakili satu kursi di Dewan Perwakilan Colorado, juga menjadi legislator Muslim pertama di daerah itu.

Ada pula Samba Baldeh yang menang di Wisconsin, Zohran Kwame Mamdani yang menang di Majelis Negara Bagian New York, Nida Allam yang meraih satu kursi di Komisi Daerah Carolina Utara dan sempat bekerja dengan Bernie Sanders pada 2016, Abraham Aiyash yang meraup suara di Distrik 4 Michigan, dan Omar Fateh yang terpilih sebagai anggota senat Minnesota. Seluruhnya diusung oleh Partai Demokrat.

Selain kelompok LGBTQ dan Muslim, jumlah kandidat perempuan native Amerika juga menembus rekor baru dalam keterpilihan di pemilu legislatif AS.

Mereka adalah Deb Haaland, seorang Laguna Pueblo—suku asli Amerika yang menempati New Mexico—dan Sharice Davids, seorang bangsa Ho-Chunk—penduduk asli Wisconsin, Illinois, Minnesota dan Missouri—yang mewakili Kansas. Mengutip laporan The Guardian, keduanya berhasil mempertahankan kursi anggota Dewan setelah terpilih pada pemilu legislatif pada 2018. Keduanya berasal dari Demokrat.

Mereka akan bergabung dengan Yvette Herrel, seorang Cherokee—suku asli Amerika—dari Partai Republik.

Berdasarkan laporan Pusat Perempuan dan Politik Amerika (CAWP), ada 18 perempuan penduduk asli Amerika yang maju sebagai kandidat legislatif dalam pemilu tahun ini, sebuah rekor dalam setahun. Persentase perempuan native Amerika yang mengikuti pemilu legislatif sebesar 2,6 persen dari keseluruhan kandidat perempuan. Ini merupakan pencapaian tertinggi sejak CAWP mengumpulkan data pada 2004.

Terpilihnya sejumlah legislator dari kelompok-kelompok minoritas memperlihatkan bahwa demokrasi Amerika—setidaknya dalam jajaran legislatif-- semakin berkembang dan dewasa dengan membuka diri pada keberagaman dan kelompok-kelompok rentan.

Presiden LGBTQ Victory Fund Annise Parker menyebut kemenangan McBride, misalnya, sebagai “modal yang kuat untuk mengembangkan kepemimpinan dan pengaruh transgender dalam iklim politik saat ini."

Sangat mungkin jika pada akhirnya legislatif Amerika justru lebih menjanjikan, seperti membuat UU baru yang lebih progresif dan mengakomodir kelompok rentan atau minoritas, ketimbang sekadar hiruk pikuk rivalitas Trump-Biden.

Baca juga artikel terkait PEMILU AS atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Politik
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Restu Diantina Putri