Menuju konten utama

Mengapa PDIP Tak Laku di Sumbar Sejak Dulu & Bikin Megawati Bingung

Di Sumbar, PDI Perjuangan (PDIP) selalu kalah dalam perebutan kursi Pilpres, Pileg, hingga Pilkada.

Mengapa PDIP Tak Laku di Sumbar Sejak Dulu & Bikin Megawati Bingung
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berpidato usai pengumuman nama-nama calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang diusung dalam Pilkada Serentak 2020 di Jakarta, Rabu (19/2/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Megawati Soekarnoputri merasa heran mengapa masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) tidak menyukai PDI Perjuangan (PDIP), partai yang dipimpin olehnya. Pernyataan itu dia utarakan usai mengumumkan Mulyadi dan Ali Mukhni sebagai jagoan dalam Pilgub Sumbar, Rabu (2/9/2020).

"Seperti saya melihat Sumatera Barat, saya pikir kenapa ya rakyat di Sumbar itu sepertinya belum menyukai PDIP?" kata Megawati.

Dia juga mengaku bingung mengapa kader PDIP sangat sulit untuk menjadi pejabat di Provinsi Sumbar. Megawati lantas sedikit menyinggung sejarah, bahwa tokoh pendiri bangsa dari Sumbar banyak beraliran nasionalis. Misalnya saja, Mohammad Hatta, dwitunggal Soekarno, bapak biologis Megawati yang juga merupakan presiden pertama RI.

"Ini kan tugas kita mengapa ada daerah-daerah yang belum bisa dan belum mau memercayai alat perjuangan parpol yang namanya PDIP," tuturnya kepada kader PDIP.

Pada waktu yang sama, Ketua DPP Bidang Politik PDIP Puan Maharani pun menyindir, “Semoga Sumbar bisa menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila.”

Pernyataan ini pun menuai kontroversi dan banyak pihak yang mengkritisinya. Mulai dari kelompok masyarakat sampai partai politik. Bahkan Puan Maharani sampai dipolisikan akibat pernyataan.

PDIP Tak Laku Sejak Dulu Kala

Peniliti Politik Universitas Andalas Ilham Azre menuturkan kepada reporter Tirto, Jumat (4/9/2020), secara historis: "PDIP memang tidak pernah bisa menguasai Sumatera Barat".

Kendati Megawati merupakan anak dari Sukarno—presiden pertama sekaligus pendiri PNI, hal tersebut tidak bisa mendongkrak popularitas PDIP. Bahkan saat pemilu 1955 saja, PNI hanya meraih suara 1 persen di Sumbar dan kalah dari Masyumi.

Selain itu, jika melihat perolehan kursi di DPRD Provinsi Sumbar periode 2019-2024, PDIP kerap menjadi minoritas, yakni hanya 3 anggota saja. Bahkan sejak Pemilu 1997 kader PDIP menjadi minoritas mengisi kursi legislatif.

Justru yang belakangan ini meningkat di DPRD Sumbar yakni Partai PKS selama dua periode. Pada tahun 2019 saja, PKS berhasil memperoleh sebanyak 10 kursi di DPRD Sumbar.

Tak hanya itu, selama dua periode atau 10 tahun, PKS menang dalam Pilkada Sumbar dan berhasil menempati posisi Gubernur. Terakhir Sumbar dipimpin kader PKS, Irwan Prayitno.

Tak hanya itu, dalam pemilihan presiden (Pilpres) saja, kandidat yang diusung oleh PDIP selalu kalah. Pada Pilpres 2014, Jokowi-Jusuf Kalla kalah juga dan hanya mendapatkan 46,16 persen suara di Sumbar. Kemudian Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf kalah dan hanya mendapatkan 28,15 persen suara di Sumbar.

Namun, Ilham mengatakan, kekalahan Jokowi selama dua periode disebabkan kegagalan tim sukses PDI-P menangkal politik identitas yang masif kala itu.

Selain itu, PDI-P juga tidak memaksimalkan gerakan tradisional di akar rumput. Padahal menurutnya dulu "PDI-P mempunyai sayap partai untuk merekrut pemilih Islam."

Mengapa Tak Laku?

Direktur Eksekutif Vixpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai penyebab PDI-P mendapatkan suara yang sedikit di Sumbar lantaran partai berlambang banteng itu tidak mampu membaca selera dan sentimen masyarakat di Sumatera Barat, yang didominasi pemilih bercorak nasionalis religius. Sehingga popularitas partai banteng tidak pernah bagus.

Menurutnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak mau bermain dengan sentimen populisme. Terlalu menjaga suara pemilih nasional yang tersebar di Pulau Jawa.

"Sementara pemilih Minang senang dengan pemimpin ketua umum partai yang membela Islam. Tidak mendiskreditkan Islam dan berselancar pada sentimen populisme," ujarnya kepada reporter Tirto, Jumat (4/9/2020).

Lain sisi, pemilih di Sumatera Barat merupakan tipe yang rasional dan kritis. Mereka memilih dengan mempertimbangkan keberhasilan, penampilan, dan rekam jejak partai di parlemen—saat sekarang ataupun masa lalu.

"Faktornya tidak tunggal. Namun asal-usul, nilai budaya tradisional, agama menjadi salah satu tolok ukur mutlak dalam menentukan pilihan partai," ujarnya.

Sedangkan Ilham Azre mengatakan, kelemahan PDI-P juga disebabkan, tidak adanya sosok ketokohan dalam kader maupun ketua partai yang merepresentasikan masyarakat Sumbar, beserta akar kulturalnya.

"Perbaiki ketokohan. Cari tokoh lokal yang merepresentasikan masyarakat di Sumbar. Lalu lebih akomodatif terhadap isi yang sifatnya sentimen agama agar lebih bersahabat," ujarnya.

Dirinya menilai, penyataan Puan Maharani yang dilontarkan tempo hari malah akan memperburuk suara PDI-P di Sumbar. "Akan semakin membangun persepsi negatif terhadap PDI-P," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PDIP atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan & Alfian Putra Abdi
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Dieqy Hasbi Widhana