Menuju konten utama

Mengapa Orang Mudah Percaya Klaim Berlebihan Obat Corona?

Pandemi COVID-19 belum menunjukkan akan berakhir. Semakin banyak klaim obat Corona yang beredar dan belum tentu kebenarannya.

Mengapa Orang Mudah Percaya Klaim Berlebihan Obat Corona?
Produk berbahan Eucalyptus inovasi Badan Litbang Pertanian yang diklaim berkhasiat menangkal virus corona penyebab COVID-19. ANTARA/Kementan.

tirto.id - Semakin banyak kasus COVID-19 di Indonesia menimbulkan kekhawatiran yang mendalam. Hal itu dimanfaatkan sebagian orang dengan memproduksi obat yang diklaim dapat membasmi virus dan menyembuhkan pasien yang terinfeksi Corona.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut bahwa obat herbal atau jamu yang diklaim bisa menyembuhkan dan atau membunuh virus COVID-19 adalah tidak benar, dan mengelabui konsumen. Sampai sekarang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) belum pernah memberikan izin edar terhadap obat herbal semacam itu, bahkan untuk obat kimia sekalipun.

“Adalah sebuah pelanggaran jika produsen melakukan over klaim, dan hal tersebut bisa dipidana, karena melanggar berbagai UU, antara lain UU Perlindungan Konsumen dan UU Kesehatan,” kata Tulus kepada reporter Tirto, Selasa (11/8/2020)

Oleh karena itu YLKI meminta agar BPOM melakukan pengawasan lebih ketat terhadap peredaran obat yang memiliki klaim berlebihan. Ia juga meminta agar pejabat publik tidak memberikan contoh buruk dalam memberikan pernyataan atau mempromosikan produk yang tidak memiliki standar yang jelas.

“Contohnya kalung eukaliptus. Kemudian terakhir dilakukan oleh orang yang mengaku profesor berinisial HP. Hal tersebut merupakan preseden buruk dan melakukan tindakan pembodohan pada masyarakat konsumen,” ujarnya.

Dosen psikologi perilaku konsumen Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat mengatakan situasi pandemi COVID-19 yang penuh ketidakpastian membuat masyarakat atau konsumen mencari harapan. Dan itu muncul dari obat-obat yang diklaim yang bisa menyembuhkan Corona.

“Dalam kondisi seperti ini wajar ketika ada harapan yang kecil pun kemudian kita menjadi overestimate. Respons yang umum seperti itu,” kata dia. kepada reporter Tirto, Selasa (11/8/2020).

Secara umum memang respons masyarakat tidak langsung percaya. Namun, ada tipologi konsumen yang responsnya berbeda.

Pertama, ada konsumen yang memiliki need for cognition yang tinggi. Konsumen dengan tipe itu selalu mencari penalaran yang logis untuk apa yang dijanjikan sebuah produk. Mereka memang hidup dari janji ke janji produsen ke konsumen, katanya. “Janji itu ada pada iklan, endorser, selebritis, atau publik figur yang meng-endorse produk tertentu,” kata dia.

Konsumen jenis ini, kata Rahmat, kerap kali tidak membiasakan diri berpikir kritis.

Kelompok konsumen lain tergolong dogmatis--lagi-lagi tanpa berpikir rasional. Mereka percaya saja dengan perkataan seseorang yang mereka puja.

Kemunculan konsumen ini juga terkait dengan fakta bahwa dalam situasi pandemi di Indonesia, masyarakat sangat kekurangan patokan dan rujukan seorang figur yang kuat yang memberikan edukasi dan pertimbangan ilmiah.

“Yang paling dipercaya dalam situasi seperti ini kan sains. Jadi publik figur, tokoh pemerintahan, syukur-syukur kepala negara harusnya secara konsisten menggunakan patokan kebijakan berdasarkan pendapat para ilmuwan,” ujarnya.

Selama kebijakan atau pernyataan pemerintah tidak berdasarkan landasan ilmiah, maka masyarakat akan mencari sendiri, dan yang paling dekat dengan mereka adalah para artis, yang alih-alih mencerahkan tetapi malah juga cenderung menyesatkan.

Kalung Anti Corona hingga Obat Herbal

Ada beberapa obat yang diklaim bisa menyembuhkan orang dari Corona. Obat ini dipromosikan oleh pejabat, juga para artis.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pernah mengatakan kalung bernama 'Anti Virus Corona Eucalyptus' yang dibuat oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian dapat mematikan Corona.

Kontak 15 menit bisa membunuh 42 persen Corona, dan semakin lama maka lebih banyak yang tereliminasi. “Kalau setengah jam, dia bisa 80 persen,” klaim Syahrul di Kementerian PUPR, Jumat (3/7/2020) lalu.

Klaim Menteri Pertanian didengungkan oleh publik figur. Penyanyi Yuni Shara mengatakan kalung eukaliptus membuatnya tenang. "Kadang ada hal yang tidak dapat dikerjakan dari rumah sehingga harus keluar. Dengan adanya inovasi kalung eukaliptus ini, saya jadi merasa lebih safety," katanya.

Segala klaim yang dilontarkan oleh Mentan itu dipertanyakan oleh berbagai pihak. Salah satunya, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Suwijiyo Pramono. Pramono tak memungkiri kalau eukaliptus bermanfaat bagi pasien COVID-19, lebih tepatnya, zat aktif pada eukaliptus yang dihirup berpotensi melegakan pernapasan mereka yang mengalami gejala sesak napas dan mengencerkan dahak.

Namun, eukaliptus, kata dia, belum bisa dianggap sebagai obat atau antivirus atau vaksin COVID-19. Masih diperlukan pembuktian dengan proses yang panjang hingga pengujian klinis atau tes pada manusia.

“Kalau disebut sebagai obat antivirus COVID-19 belum bisa. Apalagi kalau digunakan per oral untuk obat tidak direkomendasikan karena jika dosis penggunaan tidak tepat akan berbahaya,” katanya.

Setelah kalung anti Corona, kemudian muncul obat herbal yang dibuat oleh Hadi Pranoto. Dalam wawancaranya dengan penyanyi Erdian Aji Prihartanto alias Anji, Hadi mengklaim obat buatannya “terdapat kandungan untuk membunuh COVID-19” dan aman dikonsumsi masyarakat lantaran sudah mendapat izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan nomor TR203636031.

Produknya didaftarkan oleh PT Saraka Mandiri Semesta, berlokasi di Kabupaten Bogor, dengan merek Bio Nuswa Obat Tradisional & Suplemen Makanan (ASROT) tertanggal 14 April 2020. Bio Nuswa dipasarkan dalam botol berukuran 250 ml sebagai produk obat tradisional.

Namun, dalam laman resmi BPOM, tak ada satu pun keterangan yang menyebut Bio Nuswa dapat menyembuhkan orang dari virus Corona.

Kemudian Hadi dalam wawancara video juga bilang menyuplai obat tersebut untuk pasien di RS Darurat Wisma Atlet. Klaim itu dibantah oleh Koordinator Operasional Wisma Atlet, Kepala Kesehatan Komando Daerah Militer Jayakarta (Kakesdam Jaya) Kolonel Ckm Donny Guntur.

Ia menegaskan klaim Hadi “tidak betul.” “Obat apa yang dipakai Hadi Pranoto enggak perlu dibahas. Kami enggak pakai dan bapak itu enggak pernah komunikasi dengan kami,” kata Donny, Senin (3/8/2020).

Baca juga artikel terkait OBAT CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri