Menuju konten utama

Mengapa Manusia Gemar Bernostalgia?

Nostalgia membuat manusia masa sekarang jadi lebih kuat menghadapi tantangan kekinian atau ketakutan yang dicemaskan dari masa depan. Itu kenapa orang-orang suka sekali dengan nostalgia.

Mengapa Manusia Gemar Bernostalgia?
Sampai kapanpun, orang memang masih akan bernostalgia. Musik adalah alat paling cepat dan efektif untuk membangkitkan nostalgia [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Kemarin para penggemar Linkin Park membuat keriuhan di media sosial. Mereka bergegap gempita menyambut perayaan 16 tahun album Hybrid Theory milik grup nu-metal Linkin Park. Album yang memang sukses berat pada masanya. Hingga sekarang album itu terjual hingga 28 juta keping dan mentahbiskan album yang rilis pada Oktober 2000 sebagai album debut terlaris di abad 21. Universe Publishing memasukkan Hybrid Theory dalam senarai “1001 Albums You Must Hear Before You Die”.

"The sound of your voice printed on my memory. Even if you're not with me, I'm with you. #LP #HybridTheory," cuit akun @lapinchelety di Twitter, mengutip sebagian lirik "With You", salah satu nomer dalam album Hybrid Theory.

Mereka, para penggemar Linkin Park itu, sejatinya sedang menghayati nostalgia. Bersamaan dengan mengenang Hybrid Theory, mereka sesungguhnya juga sedang mengenang masa ketika mereka muda, saat masih remaja, ketika pertama kali menyimak Hybrid Theory. Yang dikenang akhirnya tak hanya Linkin Park, tapi juga masa-masa yang sudah lama berlalu, nuansa yang telah menjadi lampau.

Momen-momen nostalgis ini nyaris selalu ada setiap saat. Mulai yang berkaitan dengan peristiwa, hingga karya. Dari peristiwa konser besar, hingga perilisan album musik, film, buku, hingga komik. Untuk musik, misalkan, tahun ini sudah ada peringatan 25 tahun album Nevermind milik Nirvana, Loveless milik My Bloody Valentine, hingga Blood Sugar Sex Magik milik Red Hot Chili Peppers. Yang bernostalgia pun tidak hanya penggemar. Melainkan juga para pembuat karya.

Manusia memang menyukai kenangan, nostalgia. Terhadap apapun. Ini menjelaskan kenapa tren retro muncul ke permukaan. Beberapa film serial digarap dengan setting lawas. Mulai Mad Men yang bersetting dekade 60-an, hingga Stranger Things yang mengingatkan anak-anak 80-an tentang betapa menyenangkannya bermain Dungeons & Dragons hingga lupa waktu.

Misalkan lagi: di Indonesia, orang-orang bahkan membuat festival 90-an, untuk mengingat betapa cerianya era itu. Musik. Kudapan. Hingga mainan. Kelompok pecinta 90-an juga merambah media sosial, membuat laman penggemar. Semuanya bernostalgia.

"Dulu di zamanku, aku masih bisa mandi di sungai yang bersih."

"Wah jajanan Anak Mas itu 90-an banget. Bikin inget masa-masa pulang sekolah trus jajan."

"Dulu sepulang sekolah biasa maen gembot ketengan."

"Generasi 90-an memang yang terbaik."

Segala macam pernyataan sejenis bisa kamu temukan di laman-laman serupa. Mau dari era 70, 80, hingga 90. Semua berisi nostalgia tentang betapa menyenangkannya hidup di era itu, di zaman masing-masing. Sekaligus memperlihatkan betapa paradoksnya laku nostalgis macam itu: tiap generasi merasa generasinya lebih baik, zaman tertentu dianggap lebih baik dari zaman yang lain.

Nostalgia untuk Kekuatan Hari Ini

"Nostalgia adalah perasaan hangat yang kita rasakan sewaktu kita memikirkan tentang kenangan-kenangan terindah dari masa lalu kita," kata Erica Hepper, dosen di School of Psychology, Universitas Surrey.

"Seringkali nostalgia terasa campur aduk. Kebanyakan bikin bahagia dan nyaman, walau kadang ada perasaan sedih karena yang kita kenang itu beberapa sudah hilang."

Nostalgia membuat manusia masa sekarang jadi lebih kuat menghadapi tantangan kekinian atau ketakutan yang dicemaskan dari masa depan. Di masa lalu, saat masih muda, segalanya terasa menyenangkan. Andil utama kepusingan hanyalah PR dari sekolah. Atau tak punya uang buat menelpon gebetan dari wartel. Beranjak dewasa, penyebab kepusingan makin beragam dan tak tahu adab. Mulai cicilan KPR, kartu kredit, hingga kenaikan harga barang yang tak berbanding lurus dengan kenaikan gaji.

Itu kenapa orang-orang suka sekali dengan nostalgia. Hal ini membuat kita merasa hangat. Nyaman. Saat masa kini tak berhasil ditaklukkan, maka kembalilah pada masa lalu yang menyenangkan, kelampauan yang manis dan enak dikenang.

Menurut ahli psikologi, nostalgia adalah kecenderungan alami manusia. Hepper, juga Clay Routledge (profesor psikologi di North Dakota State University), mengatakan rata-rata orang bernostalgia sekali dalam seminggu. Nostalgia ini bisa dipicu oleh berbagai hal: aroma, wangi, lagu, makanan, hingga foto.

Marcel Proust, sastrawan besar Prancis, membuat istilah involuntary memory dalam novelnya yang terkenal À la Recherche du Temps Perdu (In Search of Lost Time, atau Remembrance of Things Past). Orang-orang menerjemahkan involuntary memory dengan istilah: kenangan. Ia tak serta merta muncul, melainkan hadir karena pemicu khusus.

Menurut Proust, kenangan bisa muncul, atau tiba-tiba terlepas dari kotak pandora ingatan, karena ada rasa makanan, aroma, atau perasaan terhadap obyek tertentu yang menjadi pemicu. Dalam kasus Proust, kenangannya terhadap masa kecil muncul sewaktu dia menyantap kue yang dicelupkan ke teh. Tiba-tiba, muncullah kenangan: Proust kecil sedang makan kue dicelup teh bersama bibinya. Serta merta, dalam momen yang sama, semesta masa kecil itu hadir dalam kesadaran si tokoh dalam novel Proust.

Inilah yang dimaksud “involuntary memory”: kenangan yang serentak-seketika muncul ke permukaan, dipicu suatu hal (dalam kasus Proust adalah aroma teh), yang dari sanalah bagian atau keseluruhan masa lalu pun hadir. Ini berbeda dengan “voluntary memory”: masa lalu yang coba diingat dengan sadar melalui fakultas intelijensi kita. Semacam hafalan, sesuatu yang diingat-ingat, bukan hal yang sekonyong hadir sebagaimana kenangan.

Justru karena itulah maka nostalgia menjadi penting. Ia dibutuhkan terutama untuk kepentingan masa kini, bukan untuk masa lalu. Pada 2012, Routledge dan sekondannya menulis paper di jurnal Memory. Mereka menyatakan bahwa nostalgia membantu orang untuk menghubungkan pengalaman masa silam dengan keadaannya sekarang -- persisnya menghangatkan dan menguatkan masa kini tiap orang.

"Nostalgia membuat orang-orang merasa dicintai dan dihargai, meningkatkan persepsi kehangatan serta dukungan di saat kamu sedang kesepian," kata Routledge pada Huffington Post.

Infografik Nostalgia

Hikayat Nostalgia: Dari Penyakit hingga Politik

Istilah nostalgia berakar dari kata Yunani Kuno, “nostos” (rindu pada rumah dan kampung halaman) dan “algos” (rasa sakit, duka,). Dalam berbagai kamus, nostalgia dapat diartikan sebagai kerinduan terhadap rumah atau lingkungan sekitar; juga rindu hal-hal di masa lalu; atau ingatan masa kecil atau masa muda seseorang.

Kata nostalgia ini pertama kali dicetuskan Johannes Hofer, seorang mahasiswa kedokteran asal Swiss, pada 1688. Saat itu, nostalgia masih dianggap sebagai "curable disease", dianggap sama seperti demam. Namun nostalgia ini juga dianggap bisa bersifat fatal. Nostalgia biasa menimpa orang-orang yang rindu rumah. Mulai dari pelaut hingga budak dari Afrika. Dalam buku Cyclopaedia of Practical Medicine (1833), nostalgia dimasukkan dalam kelompok penyakit endemik.

Penjelasannya adalah, "... gejala depresi yang sering ditemukan pada orang-orang yang jauh dari negara asal mereka, saat mereka merasakan keinginan kuat untuk kembali ke rumah, kawan-kawan, dan tempat mereka saat muda."

Saat terjadi perang saudara di Amerika Serikat, penyakit nostalgia ini dianggap serius. Pada dua tahun pertama perang, ada sekitar 2.588 kasus nostalgia yang dilaporkan. Sekitar 13 kasus di antaranya menyebabkan pasien meninggal. Para dokter di Swiss percaya kalau opium, lintah, juga perjalanan ke pegunungan Alpen bisa menyembuhkan penyakit nostalgia ini.

Namun, Dr. Sedikides dan koleganya dari Universitas Southampton yang rutin mempelajari nostalgia sejak 2008, menemukan bahwa nostalgia adalah hal yang umum terjadi. Bahkan sudah bisa terjadi pada anak umur 7 tahun yang mengingat hal menyenangkan tentang liburan atau perayaan ulang tahun.

"Bagian-bagian nostalgia di Inggris sama dengan di Afrika, Amerika Selatan, di seluruh dunia," ujar Tim Widlschut, kolega Sedikides.

Topik nostalgia memang nyaris universal. Tak jauh-jauh dari teman, keluarga, liburan, pernikahan, pesta, hingga nongkrong. Kisah nostalgianya cenderung melihat diri sendiri bahagia dengan dikelilingi oleh orang-orang terdekat.

Yang perlu diingat, nostalgia tidak selamanya berisi tentang kenangan bahagia. Kadang tercampur pula dengan kenangan pahit, atau malah amat buruk. Tapi menurut para ilmuwan di Southampton ini, elemen positif nostalgia melebihi elemen negatifnya.

"Kisah nostalgia sering dimulai dengan kenangan buruk dan aneka ria masalahnya. Tapi biasanya berakhir dengan baik. Ini karena bantuan dari orang-orang terdekat," kata Sedikides pada The New York Times. "Jadi kamu akan merasakan kebersamaan yang lebih kuat, dan kamu menjadi lebih baik."

Nostalgia juga tidak hanya bisa bersifat personal. Ia bisa juga menjangkiti kelompok besar, bangsa, bersifat sebagai nostalgia kolektif, dan tentu bersifat amat politis. Esais Svetlana Boym dalam artikelnya, Nostalgia and Its Discontents, memberi contoh: orang-orang Rusia bernostalgia tentang perestroika, revolusi di Uni Soviet, sebagai simbol masa keemasan bangsa, yang stabil dan kuat. Karenanya, kata Svetlana, nostalgia tidak hanya bersifat restrospektif, tapi bisa juga bersifat prospektif. Jadi bukan hanya untuk menguatkan masa kini dari seseorang yang butuh motivasi dan kehangatan, tapi bahkan untuk merancang masa depan.

"Nostalgia yang aku maksud tidak hanya tentang rezim masa lalu, negara adikuasa, atau kekaisaran yang telah runtuh. [...] Nostalgia sejarah bisa membuat kita menengok ke belakang, tidak cuma tentang kebaruan atau kemajuan teknologi, tapi juga tentang kemungkinan (ideologi) yang mustahil (semacam utopia), hingga tikungan-tikungan sejarah yang tak bisa diprediksi," kata Svetlana.

Inilah yang terjadi dengan bangsa Israel. Nostalgia tentang tanah masa silam yang terenggut, memicu kerinduan yang menahun, juga turun temurun, untuk kembali ke tanah asal, tanah yang dijanjikan itu. Dorongan nostalgik itu dilambari elemen utopian, atau prospektif dalam istilahnya Boym, yang membuat nostalgia bangsa Israel bisa digubah menjadi tenaga politik untuk merealisasikan negara Israel modern.

Ini pula yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya melalui Muhammad Yamin, yang mengulang-ulang nostalgia Majapahit-isme. Bersamaan dengan reproduksi tiada henti kisah kejayaan Majapahit, juga Sriwijaya, dalam buku-buku pelajaran sejarah, pada dasarnya sedang dibayangkan sebuah masa depan yang gilang gemilang: tentang Indonesia yang jaya, yang agung.

Recep Tayyip Erdogan, penguasa Turki, terus menerus mengulang retorika kehebatan Kesultanan Ottoman. Saat merayakan penaklukan Konstantinopel yang ke-563 pada Mei lalu wajah Erdogan terpampang di baliho-baliho besar yang bertuliskan “Yeniden Diriliş, Yeniden Yükseliş” (Resurrection, Reascendance), lengkap dengan angka 563 yang dicetak besar. Saat Erdogan berpidato di puncak perayaan, barisan prajurit yang mengenakan seragam tentara zaman Ottoman berbaris rapi. Sudah terang pesan apa yang hendak disampaikan dari materi-materi visual seperti itu: mari mengkhidmati nostalgia untuk alasan prospektif.

Majapahit bagi Yamin, tanah asal bagi Israel atau Ottoman bagi Erdogan inilah yang dimaksud kerinduan terhadap rumah dan kampung halaman, pada “nostos”, dan selama kerinduan itu tak terpenuhi seseorang niscaya dilamun rasa sakit, duka -- atau “algos”. Itulah nostalgia, “nostos” dan “algos”.

Merayakan Nostalgia

Nostalgia dipicu oleh banyak hal. Pada abad 18 hingga 20, nostalgia dipicu keberadaan yang jauh dari rumah. Sedangkan Proust mendapati kue dan teh sebagai benda yang memicu kenangan dan nostalgia. Sedangkan Peneliti dari Tilburg University, J.J.M Vingerhoets, mengatakan bahwa musik adalah alat paling cepat dan efektif untuk membangkitkan nostalgia. Mendengarkan lagu tidak hanya menghadirkan nostalgia, tapi juga merasa lebih hangat secara psikis.

Ini menjelaskan kenapa kalau kamu iseng melihat video-video lagu lawas di Youtube, suguhan terbaik bukan videonya. Melainkan ada di kolom komentar. Segala macam jenis orang akan menumpahkan kenangannya terhadap lagu tersebut. Menariknya, kita akan terbawa simpatik. Merasa bahagia kalau membaca nostalgia yang mengharukan -- semisal lagu yang menjadi latar pernikahan. Atau turut merasa sedih karena lagu itu mengingatkan pada perpisahan atau kematian seseorang.

Sampai kapanpun, orang memang masih akan bernostalgia. Terutama di masa-masa berat. Menengok sebentar ke masa silam memang kerap menyenangkan. Mengingat apa yang sudah pernah terjadi. Mengenang siapa yang datang dan pergi. Dan benar apa kata Linkin Park: nostalgia itu menerabas waktu dan kehadiran fisik. Ia melebihi itu semua.

The sound of your voice printed on my memory. Even if you're not with me, I'm with you.

Baca juga artikel terkait NOSTALGIA atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti