Menuju konten utama

Mengapa LeBron Pantas Diidolakan?

LeBron James memang pemain basket hebat, tapi sebagai manusia ia juga sosok yang memang menarik.

Mengapa LeBron Pantas Diidolakan?
LeBron James dari Cleveland Cavaliers merayakan kesuksesan karirnya setelah mencetak 30.000 poin saat pertandingan melawan San Antonio Spurs di AT & T Center. FOTO/REUTERS

tirto.id - Kuarter keempat pertandingan NBA Final Wilayah Timur antara tuan rumah Boston Celtics melawan Cleveland tinggal menyisakan waktu 1 menit 16 detik. Celtics yang sedang tertinggal 74-81 mencoba terus melancarkan serangan.

Setelah melakukan inbound, bola berhasil dikuasai Jaylen Brown, guard Celitcs. Ia mencoba melakukan penetrasi ke daerah pertahanan Cleveland. Namun, setelah satu-dua langkah berada di area dalam pertahanan Cleveland, Brown justru melakukan step-back cerdik, kembali berada di area luar pertahanan Cleveland. Pemain Cleveland telat menyadarinya dan Brown pun melepaskan tembakan tiga angka.

Apes bagi Brown maupun Celtics. Tembakan Brown gagal. Lebih apes lagi, bola ternyata jatuh ke genggaman LeBron James. Seorang monster. Seorang pembeda. Sebuah codebreaker. Jika James berhasil mencetak angka, nasib Celics akan semakin berada di ujung tanduk.

LeBron tahu itu, ia langsung meluncur. Satu tipuan kecil yang dilakukannya berhasil mengecoh Kadeem Allen. Namun, Allen tak mau menyerah. Setelah ditipu ia segera balik badan untuk mengejar LeBron. Sayangnya ia sedikit terlambat. Tanpa pikir panjang, kedua tangannya langsung berada di pundak LeBron. Allen sengaja menarik LeBron untuk menghentikan lajunya. LeBron sama sekali tak terpengaruh.

Wasit kemudian meniup peluip tanda adanya foul, tetapi LeBron sudah berada pada posisi akan mencetak angka. Jadi, jika tembakannya masuk, itu akan tetap dihitung ditambah satu kesempatan melakukan tembakan bebas. Lalu, sebelum hal buruk itu menimpa Celtics, Jaylen Brown tiba-tiba muncul dari belakang. Ia melompat tinggi, mencoba memblok tembakan LeBron dari belakang.

Sayangnya, blok yang dilakukan Brown tersebut telat sepersekian detik. Saat ia menyentuh bola, bola sudah dalam keadaan akan masuk ke dalam keranjang. Wasit pun memberikan goaltending -- bola hasil blok dari Jaylen Brown ternyata juga bergulir masuk ke dalam keranjang. Sisa 1 menit 4 detik: Boston 74, Cleveland 83. LeBron masih memiliki satu kesempatan untuk melakukan tembakan bebas.

Salah seorang komentator pertandingan mengomentari kejadian itu, “ (LeBron) Benar-benar luar biasa [...] Ia memikul tim di pundaknya, menerima kontak fisik, memasukkan bola ke dalam keranjang. Sebuah tontonan tidak masuk akal dari seorang LeBron James.”

Komentator seolah mempunyai maksud lain dalam komentarnya itu. Secara tidak langsung, ia ingin mengingatkan betapa momen itu bisa menggambarkan jalannya pertandingan keseluruhan. Bahwa selama LeBron James masih bermain, seburuk apa pun timnya, ia masih bisa membawa timnya meraih kemenangan.

Sesudah pertandingan, Matt More, penulis NBA di Action Network, bahkan menyebut pengaruh LeBron lebih gamblang. Melalui akun Twitter-nya, HPBasket, ia menulis, ”Tahun 2021. Lebron, 36 tahun, berhasil membawa Cavaliers, tim dengan peringkat 30 dalam bertahan dan menyerang di NBA, ke babak final NBA yang kesebelasnya secara berturut-turut setelah mengalahkan Boston Celitcs.”

Hari itu, Senin (25/5/18), LeBron mencatatkan double-double, mencetak 35 angka dan 15 kali menangkap rebound. Cleveland menang 87-79 dan lolos ke babak final NBA 2018. LeBron akan menjalani pertandingan final NBA delapan kali secara berturut-turut.

LeBron Menyelamatkan Cavs dari Tragedi

Setelah Cleveland Cavaliers kalah dari Oklahoma Thunder Januari 2018 lalu, Kevin O’Connor, penulis NBA di The Ringer, berbincang dengan pengemudi Lyft, semacam Grab di Indonesia. O’Connor menanyakan kepada Victor, nama pengemudi itu, tentang “apakah Cavs perlu mengganti Tyronn Lue, pelatih Cavs, dengan David Fizdale, mantan pelatih Grizzlie?”

Victor menjawabnya dengan enteng: “Bahkan Gregg Popovich (pelatih San Antonio) Spurs tak akan mampu menyelamatkan Cavaliers.”

Satu bulan berselang, tepatnya dalam periode pertukaran pemain yang akan berakhir pada 8 Februari 2018, Cavs menjadi tim yang paling sibuk di NBA. Saat itu mereka terpaksa menukar enam pemainnya, Dawne Wade, Iman Shumpert, Derrick Rose, Isaiah Thomas, Jae Crowder, juga Channing Frye, karena dianggap gagal mengangkat performa Cavs.

Cavs sedang terancam gagal masuk ke play-off. Menjelang batas akhir pertukaran pemain tersebut, mereka kalah 14 kali dalam 22 pertandingan terakhir. Mimpi menembus babak final NBA empat kali secara berturut-turut bisa menguap begitu saja.

Sebagai gantinya, Cavs berhasil mendatangkan Goerge Hill, Rodney Hood, Larry Nace Jr., dan Jordan Calrkson. Pemain-pemain tersebut memang tidak mempunyai nama besar seperti sebagian besar pemain Cavs yang dibuang, tetapi mereka dianggap bisa membuat Cavs lebih efisien.

Sementara Rodney Hood diproyeksikan untuk mendampingi JR Smith di areah luar, George Hill diharapkan mampu memperbaiki pertahanan Cleveland yang kelewat buruk.

Pada akhirnya, Cavs memang berhasil lolos ke babak playoff dan meraih mimpinya untuk melaju ke babak final NBA empat kali berturut-turut. Namun, hal itu terjadi bukan karena pemain-pemain baru itu tampil bagus sehingga mampu mengangkat penampilan Cavs. Mereka melakukan hal yang lain: membangkitkan LeBron James, bintang Cavs, dengan cara membantunya bermain dengan sesuka hati.

Cleveland memang hanya mampu lolos ke babak playoff dengan berada di peringkat kelima Wilayah Timur, lebih buruk daripada musim sebelumnya. Cleveland juga hanya berada di peringkat ke-29, peringkat kedua terburuk, dalam catatan pertahanan di NBA pada musim reguler. Namun, LeBron mampu membuat catatan statistik itu tampak sumir.

Kadang LeBron terlihat seperti seorang playmaker yang mampu beradu cepat dengan waktu, mengatur permainan timnya sedemikan rupa. Kadang LeBron juga terlihat seperti mesin pencetak angka yang tak tahu kapan akan berhenti. Kadang, melaui blok-kloknya, ia tampak seperti pagar yang sulit ditembus. Menyoal kemampuannya melakukan blok, Shea Serrano, penulis buku Basketball: And The Other Things, bahkan pernah membandingkan dengan kemampuan LeBron melakukan dunk.

Dan yang paling penting dari semua itu: LeBron tahu bagaimana caranya memenangkan pertandingan seorang diri.

Pada babak pertama playoff NBA Wilayah Timur, Cavelier menang susah payah atas Indiana Pacers 4-3. Saat itu LeBron tampil luar biasa. Tampil selama 244 menit dalam tujuh gim (rata-rata tampil 41,1 menit dalam setiap pertandingan), terbanyak di antara pemain-pemain yang terlibat di dalam babak pertama NBA playoff lainnya, LeBron rata-rata mencetak 34,4 angka di dalam setiap pertandingan.

Di babak semifinal Wilayah Timur, menghadapi Toronto Raptors yang menjadi tim terbaik di Wilayah Timur selama babak reguler, LeBron bahkan mampu membawa Cleveland menang dengan mudah: Cleveland menang 4-0.

Pada gim kedua, ia bahkan melakukan sesuatu yang luar biasa: melakukan tujuh tembakan fadeaway (menembak sambil melompat ke belakang) hanya di paruh kedua (kuarter ketiga dan keempat) -- sesuatu yang terakhir kali dilakukan pada babak playoff 15 tahun sebelumnya.

Gim itu menjadi awal bencana bagi Raptors, setidaknya Josh Levin memprediksi itu dalam tulisannya yang berjudul “LeBron’s Fadeaway Jumper Killed the Raptors and Now They’re Dead”. LeBron sendiri berhasil mencetak 43 angka pada pertandingan tersebut.

Pada babak final Wilayah Timur menghadapi Boston Celtics, LeBron kembali mengejutkan dengan cara yang lain. Cavs sempat tertinggal 0-2 dari Boston. Dalam sejarah NBA, dalam 300 pertandingan yang berlangsung tujuh gim, tim yang sudah berhasil unggul 2-0 berhasil menang 281 kali. Itu artinya, peluang menang Cavs menghadapi hanya sebesar 7,3 persen (19 kali).

Namun, LeBron mempunyai sejarah sendiri. Dari 19 kali tim yang berhasil membalikkan keadaan tersebut, dua di antaranya dilakukan dengan melibatkan LeBron: saat membawa Cavs mengalahkan Piston di final Wilayah Timur tahun 2007 dan saat membantu Cavs mengalahkan Golden State Warrior di final NBA 2018. Dan saat Cavs akhirnya mengalahkan Celtics 4-3, ia berhasil melakukannya untuk ketiga kali.

Untuk semua itu, saat Cavs kalah dramatis dari Golden State Warrior di gim pertama babak final NBA 2018, 124-112, Tom Ziller, penulis basket di SBNation, tahu bagaimana caranya memberikan penilaian soal momen-momen penting yang menentukan hasil pertandingan tersebut.

Pertama, ia menyayangkan kegagalan Geroge Hill mengeksekusi tembakan bebas. Kedua, ia mempertanyakan foul yang dilakukan Kevin Love terhadap Stephen Curry. Ketiga, mengapa Tyronn Lue, pelatih Cavs, yang seharusnya paling tanggap dengan situasi yang terjadi di dalam lapangan, tidak mengambil timeout pada saat-saat krusial?

Namun, saat LeBron melakukan foul terhadap Kevin Durant, Ziller justru memilih mempertanyakan keputusan wasit -- LeBron sendiri berhasil mencetak 51 angka dalam pertandingan tersebut.

infografik lebron james update

LeBron Mencoba Menyelamatkan Kehidupan

Di dalam lapangan basket, LeBron memang ditakdirkan untuk menjadi seorang bintang. Bahkan, pada masa-masa awalnya menjadi pemain NBA, Goerge Carl, pelatih Denver Nuggets, memberikan pujian yang menyerupai nubuat: “Rasanya aneh melihat pemain basket hebat berusia 20 tahun, tapi dia memang dahsyat. Dia adalah pengecualian.”

Sejak saat itu, LeBron terus meroket dan sulit untuk dihentikan. Usia seperti bukan batas bagi kehebatannya. Di usianya yang ke-33, selain berhasil mencetak 30.000 angka pada Januari 2018 lalu, LeBron juga masih mampu menjadi pendulang angka terbaik di babak playoff. Pada playoff musim ini, ia berhasil mencetak 663 (rata-rata mencetak 34,4 angka dalam setiap laga), terbaik di antara pemain-pemain lainnya.

Menariknya LeBron ternyata hanya ingin terlihat hebat sebagai pemain basket, tetapi juga terlihat hebat sebagai manusia. Melalui akun Instagram-nya, @kingjames, ia mencoba menunjukkan cara terbaik menjadi seperti itu.

LeBron memiliki 37,8 juta pengikut di Instagram. Di kalangan atlet yang masih aktif, jumlah pengikutnya itu hanya kalah dari Cristiano Ronaldo, Neymar, serta Lionel Messi. Dengan jumlah pengikut sebanyak itu, ia tentu saja bisa mempengaruhi banyak orang.

Lalu, akhir-akhir ini, ia memutuskan menjadikan akun Instragram-nya sebagai wadah untuk menginspirasi banyak orang: ia akan mengunggah video tentang orang-orang yang mempunyai pengalaman bisnis, pelecehan, passion, hingga tentang pekerjaan, melalui fitur story yang terdapat di Instagram. Karena fitur story hanya bertahan selama 24 jam, ia akan menyimpannya di fitur highlight sehingga masih bisa dilihat orang.

“Banyak orang di seluruh dunia – anak laki-laki, gadis, perempuan, hingga laki-laki yang mengalami perundungan – mengatakan bahwa saya menginspirasi mereka,” kata Kheris Rogers, gadis berusia 11 tahun yang pertama kali muncul di dalam kegiatan sosial LeBron, kepada The Ringer. “Lalu saya mengatakan, ‘Ya Tuhan, Saya menginspirasi banyak orang.’ Saya tidak pernah berpikir cerita saya bisa sejauh itu.”

Sejak saat itu, muncul video-video lainnya yang membahas berbagai macam topik, dari polusi, feminisme, literasi, hingga bisnis kecil-kecilan.

Orang-orang yang muncul dalam vidio itu dipilih LeBron sendiri. Ia akan mengirimkan email terenkripsi kepada orang-orang yang ia akan beri tempat untuk menyampaikan gagasannya. Setelah melakukan eliminasi, LeBron akan mengirimkan pesan ke DM Instagram orang-orang yang sudah masuk ke dalam pilihannya.

Apa yang dilakukan LeBron tersebut memang terkesan sederhana, tapi dampaknya bisa luar biasa besar. Dalam dunia yang serba cepat dan serba sibuk seperti sekarang, mendengarkan cerita orang-orang sering dianggap menghabiskan waktu. Padahal cerita-cerita itu bisa saja berguna untuk orang lain.

LeBron sadar akan hal itu. Ia memanfaatkan sedikit waktunya untuk mendengarkan cerita orang. Ia bahkan tidak hanya mendengarnya, tetapi juga menyebarkan cerita inspratif orang-orang tersebut melalui popularitasnya.

Dalam bukunya yang berjudul Momo, Michael Ende pernah menulis, “Orang-orang tidak pernah memperhatikan itu, dengan menghemat waktu, mereka kehilangan sesuatu yang lain.”

Namun, Lebron memperhatikan itu. Ia ingin tetap sukses di NBA, sekaligus tidak ingin kehilangan sesuatu yang lain: kehidupan dalam arti yang sebenarnya, bukan hanya di lapangan basket.

Baca juga artikel terkait NBA atau tulisan lainnya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS