Menuju konten utama

Mengapa Kita Sering Memilih Bertahan Meski Tidak Bahagia?

"Bertahan karena Anda tidak ingin menyakiti orang lain adalah egois."

Mengapa Kita Sering Memilih Bertahan Meski Tidak Bahagia?
Ilustrasi perceraian [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Gading Marten mengonfirmasi kebenaran kabar dirinya digugat cerai oleh istrinya, Gisella Anastasia. Ia mengatakan bahwa kabar perceraiannya dengan Gisel memang benar adanya, tetapi bukan karena orang ketiga.

Ia menjelaskan keputusan untuk bercerai sudah melalui pertimbangan dari kedua belah pihak. Hal itu menurutnya merupakan proses kehidupan yang harus dijalankan.

“Ini kan proses kehidupan ada beberapa orang yang berhasil, ada yang tidak, masing-masing orang punya pemikiran. Buat saya ini proses, tidak ada yang menyangka seperti ini,” katanya dilansir Antara.

Dalam waktu yang bersamaan, Gisel mengatakan meskipun ia dan Gading akan bercerai tapi mereka masih saling menguatkan dan masih sama-sama peduli. Meskipun banyak dari kita yang kecewa, kita perlu menghargai keputusan tersebut.

Di sisi lain, banyak sekali yang tidak sepakat dengan keputusan semacam itu, dan memilih bertahan, tetap bersama, berkomitmen, meski banyak masalah dan susah bahagia.

Mengapa orang memilih untuk tetap berada dalam hubungan yang tidak bahagia?

Menurut studi Samantha Joel, semakin banyak pasangan mereka bergantung pada hubungan, semakin kecil kemungkinan mereka untuk memulai suatu perpisahan.

Dengan kata lain, seseorang mungkin termotivasi untuk tetap berada dalam hubungan yang tidak memuaskan karena kasihan pada pasangan mereka.

Banyak alasan kenapa beberapa pasangan masih mempertahankan hubungan meski sudah tak saling cinta. Kekhawatiran tentang anak-anak, keuangan, teman, gaya hidup dan posisi di masyarakat juga dapat mempengaruhi keputusan untuk tetap bersama.

Seperti dilansir dari CNN, Kristen Lilla, seorang terapi seks menuturkan, dalam hubungan yang tidak bahagia kita tetap merasa tidak melakukan apa pun. Bahkan memutuskan untuk tetap bersama dengan alasan tidak menyakiti pasangan adalah sikap yang egois.

"Bertahan karena Anda tidak ingin menyakiti orang lain adalah egois karena mengambil hak orang lain dalam membuat keputusan. Anda merasa bahwa pasangan Anda tidak akan baik-baik saja tanpa Anda. Jadi Anda tetap bersama mereka karena kasihan," jelas Lilla.

Bagaimana membuat keputusan di keadaan yang terus memburuk?

Keputusan untuk mengakhiri hubungan adalah sesuatu yang sangat sulit. Perlu beberapa pertimbangan yang harus dilakukan. Seseorang harus memikirkan finansial, perasaan mereka setelah berpisah dan kondisi-kondisi sesudahnya seperti lingkungan mereka.

"Jika Anda mencoba untuk memutuskan tetap bertahan dalam hubungan atau sebaliknya, meninggalkannya, tuliskan hal positif dan negatif dari keputusan itu. Hal ini memaksa Anda untuk menggunakan logika versus emosi dan membantu Anda mengidentifikasi hal-hal yang tidak akan Anda sadari sebelumnya," Jelas seorang terapis seks Kristie Overstreet.

Tidak ada cara untuk putus dengan seseorang tanpa risiko menyakiti mereka. Deborah Fox mengatakan penting untuk jujur dengan pasangan tentang mengapa ingin mengakhiri hubungan.

"Meskipun tidak perlu mempertimbangkan semua alasan, Anda harus mengakhiri hubungan dengan integritas, yang berarti dengan kejujuran," jelasnya.

Rasa sakit itu memang tidak bisa dicegah. Namun, jujur dan menghormati selama proses perpisahan itu akan membantu mengurangi rasa sakit. Menjaga kata-kata dan mengendalikan diri adalah hal yang penting selama proses perpisahan.

“Ingat bahwa Anda harus melakukan apa pun yang Anda butuhkan agar Anda tetap sehat. Meninggalkan hubungan yang tidak sehat adalah salah satu jalannya,” tegas Overstreet, masih dari sumber yang sama.

Dampak Pernikahan yang buruk

Sebuah penelitian dari universitas Nevada dan Michigan mengatakan bahwa pernikahan yang tidak sehat bisa merusak kesehatan.

Studi ini melihat jumlah konflik perkawinan dan dampak kesehatan yang dialami istri dan suami secara individu. Seorang istri mungkin tidak terlalu berdampak tetapi seorang suami akan mengalami penurunan kesehatan. Hal itu disebabkan oleh sejumlah topik perselisihan.

"Konflik dapat sangat merusak kesehatan jika pasangan bermusuhan atau bertahan selama perselisihan atau jika mereka berdebat tentang topik yang sama berulang kali tanpa solusi apa pun," jelas Rosie Shrout, yang mempresentasikan hasil studi itu.

Veronica Lamarche, seorang profesor psikologi sosial di Universitas Essex dalam penjelasan yang lain memperingatkan bahwa respons tubuh terhadap konflik hubungan ini dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.

"Ada cukup banyak penelitian yang menghubungkan konflik hubungan dengan berbagai jenis respon fisiologis, seperti peningkatan pelepasan hormon stres, peradangan, perubahan regulasi nafsu makan, dan fungsi kekebalan tubuh," katanya.

Pilihan berpisah tidak semudah menuturkannya. Tetapi tidak ada hubungan yang dapat diharapkan untuk bertahan jika kita bahkan tidak dapat mendiskusikan masa depan dengan pasangan.

Luangkan waktu dan pemikiran, maka semua akan terasa lancar dan baik-baik saja. Seperti yang ditunjukkan oleh Gading dan Gisel, mereka masih menjalin komunikasi dan berpikiran jernih pada setiap proses yang mereka hadapi.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Febriansyah
Editor: Yulaika Ramadhani