Menuju konten utama

Mengapa Kepercayaan Publik ke KPK Terjun Bebas di Era Firli Bahuri?

Kepercayaan publik terhadap KPK terjun bebas di era kepemimpinan Firli Bahuri Cs. Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?

Mengapa Kepercayaan Publik ke KPK Terjun Bebas di Era Firli Bahuri?
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Ketua Komisi III DPR Herman Hery (kedua kiri) dan Wakil Ketua Adies Kadir (ketiga kanan) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Sejumlah lembaga merilis survei tentang kepercayaan publik kepada lembaga pemerintahan. Satu hal yang menarik perhatian ialah posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdepak dari tiga besar lembaga paling dipercaya masyarakat.

Hasil survei Indo Barometer yang dirilis pada Minggu (23/2/2020) misal. Komisi antirasuah dalam penelitian ini menempati posisi empat lembaga yang paling dipercaya dengan perolehan 81,8 persen, sementara yang tidak percaya mencapai 13,9 persen, sisanya tidak menjawab.

Di posisi pertama ada TNI yang memperoleh 94 persen, Presiden RI yang memperoleh 89,7 persen, dan organisasi agama yang memperoleh 86,8 persen.

“Biasanya KPK selalu masuk tiga besar bersama TNI dan Presiden RI,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari.

Survei ini pun merekam pendapat masyarakat tentang Ketua KPK Firli Bahuri. Hasilnya, ada 23,8 persen responden mengaku pernah mendengar nama Firli, dan 61,1 persen mengaku puas atas kinerjanya, dan 22,5 persen mengaku tidak puas atas kinerja mantan Kapolda Sumatera Selatan itu.

Adapun angka 22,5 persen itu menjadi yang paling tinggi bila dibanding pimpinan lembaga penegak hukum lainnya. Sebanyak 13,3 persen mengaku tidak puas terhadap Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis dan 20,6 persen mengaku tidak puas terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Dari 22,5 persen responden yang mengaku tidak puas, 62,3 persen responden menilai kinerja Firli belum terlihat, 7,2 persen menilai Firli masih baru, dan 5,8 persen menilai ia memiliki kepentingan politik. Sisanya menilai Firli adalah politikus, berpihak pada golongan tertentu, dan kurang berwibawa.

Alvara Institute sebelumnya juga menemukan hal serupa. Kepercayaan terhadap KPK “terjun bebas” dari 80 persen pada Agustus 2019 menjadi 71,1 persen pada Januari 2020. Penurunan ini pun mengantarkan KPK menjadi lembaga paling dipercaya publik nomor 5, padahal sebelumnya di posisi 2.

Ambrolnya kepercayaan kepada KPK sejalan dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pada Agustus 2019, publik cukup puas dengan kinerja pemberantasan korupsi dengan angka 72,6 persen. Namun pada Januari 2020 angkanya jadi 61,5 persen atau melorot 11,1 persen.

“Bila Agustus 2019 kepuasan publik terendah hanya diisi persoalan ekonomi, namun di tahun 2020 ini faktor penegakan hukum dan penegakan korupsi masuk dalam kategori tingkat kepuasan terendah,” kata Direktur Alvara Institute Hasanuddin Ali lewat keterangan tertulis, pada 12 Februari 2020.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai fenomena ini tak lepas dari berbagai masalah yang dihadapi KPK belakangan ini.

Ia mencontohkan soal kegagalan KPK menggeledah kantor DPP PDIP saat operasi tangkap tangan dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI.

Dalam operasi itu, sejumlah penyidik juga ditahan saat hendak mengejar tersangka Harun Masiku –saat ini masih buron-- yang diduga ada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.

Terakhir, Firli mengirim balik penyidik KPK Kompol Rossa ke Polri. Rossa adalah penyidik yang menangani kasus Harun Masiku. Namun, pengembalian itu tidak didasari pada permintaan Polri sehingga kini Rossa berada di posisi ketidakpastian.

“Survei terbaru di atas menggambarkan situasi pemberantasan korupsi yang semakin memburuk dan menipisnya harapan masyarakat Indonesia terhadap KPK,” kata Kurnia, Selasa (25/2/2020).

Masalah-masalah itu, kata Kurnia, tak lepas dari rendahnya komitmen Presiden Jokowi dan DPR. Menurut dia, masih lekat di ingatan publik soal proses pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah.

Pada proses pemilihan pimpinan KPK, panitia seleksi mengabaikan aspek integritas dan rekam jejak para calon. Hasilnya, pimpinan KPK yang terpilih memiliki banyak catatan.

Firli Bahuri sendiri pernah menjalani proses pemeriksaan internal kala menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Ia disebut pernah bertemu Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, padahal ia tengah diselidiki oleh KPK.

Firli juga diketahui pernah bertemu pejabat KPK Bahrullah Akbar sebelum dia diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK. Selain itu, Firli juga mengadakan pertemuan dengan pimpinan partai politik di sebuah hotel mewah di Jakarta pada 1 November 2018.

Tak berhenti di sana, Presiden Jokowi dan DPR pun kompak mempreteli kewenangan komisi melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019.

ICW mencatat setidaknya ada 15 poin pelemahan dalam UU KPK baru. Mulai dari menggeser makna independensi KPK, pembentukan instrumen pengawasan yang keliru, kewenangan berlebih dari Dewan Pengawas, penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan, sampai pada alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.

Ketua KPK Firli Bahuri sendiri menerima hasil survei tersebut. Firli mengatakan akan menjadikan hasil itu sebagai bahan evaluasi.

“Jadi apa pun hasilnya kami terima, kami lakukan, kami evaluasi yang mana yang harus kurang, yang mana yang harus diperbaiki," kata Firli di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020).

Baca juga artikel terkait KETUA KPK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz