Menuju konten utama
Konflik Pemecatan Terawan

Mengapa DPR Protes Paling Keras saat Terawan Dipecat dari IDI?

PB IDI memberhentikan Terawan secara permanen dari keanggotaan IDI karena melanggar etik kedokteran.

Mengapa DPR Protes Paling Keras saat Terawan Dipecat dari IDI?
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

tirto.id - Nama mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kini kembali mencuat, setelah ada keputusan dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang memberhentikan Terawan secara permanen dari keanggotaan. Hal itu diputuskan pada saat Muktamar IDI XXXI di Aceh pada Jumat (25/3/2022).

Pemberhentian Terawan sejatinya adalah problematika lama yang terpendam dan belum menemukan titik solusinya. Tirto sempat mengulasnya dalam artikel yang berjudul "Kejanggalan Terapi 'Brainwash' Dokter Terawan," pada 9 April 2018. Namun, hingga Terawan menjabat Menteri Kesehatan dan kemudian digantikan tidak pernah ada titik terang mengenai masalah tersebut.

Kemudian masalah ini kembali mencuat ke publik, akan tetapi pihak IDI masih belum mau mempublikasikan putusan pemberhentian Terawan tersebut kepada masyarakat.

"Saya mendapat arahan dari Pengurus Besar IDI untuk tidak memberikan tanggapan apapun," kata Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Beni Satria saat dihubungi Tirto pada Selasa (29/3/2022).

Kendati demikian, Beni menegaskan bahwa putusan pemberhentian Terawan merupakan hasil amanah Muktamar IDI XXXI. Sehingga dilakukan dari hasil musyawarah dan mufakat.

"Pemberhentian tersebut adalah Amanah Muktamar IDI XXXI, dan "Muktamar IDI merupakan kekuasaan tertinggi organisasi Ikatan Dokter Indonesia sebagai forum pelaksanaan kedaulatan seluruh anggota Ikatan Dokter Indonesia yang diadakan sekali dalam 3 tahun," ujarnya.

Dirinya menerangkan, bahwa selain peserta dan PB IDI, ada sejumlah majelis internal yang hadir dan juga ikut memberikan masukan dalam keputusan.

"Peserta undangan dari seluruh Indonesia juga peninjau yang terdiri dari Pengurus Besar beserta Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK), dan beserta unsur-unsurnya dan Pengurus Wilayah," terangnya.

Dirinya menjanjikan bahwa keputusan pemberhentian Terawan akan diumumkan kepada publik pada Kamis (31/3/2022) mendatang.

"Nanti sekalian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama DPR," ujarnya.

Meski PB IDI masih enggan menerangkan alasan mengenai pemberhentian Terawan, namun publik sudah banyak yang tahu setelah notulensi Sidang Khusus MKEK di Aceh pada Kamis (24/3/2022) diunggah oleh Epidemiolog UI, Pandu Riono di akun Twiter pribadinya @drprioni1.

Dalam notulensi tersebut, ada dua pertimbangan mengenai pemberhentian Terawan, yaitu:

1. Surat Keputusan No SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan 02/2018 tertanggal 12 Februari 2018.

2. Hasil Muktamar IDI XXX Tahun 2018 di Samarinda "Khusus menyangkut Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad agar Muktamar menguatkan putusan MKEK tersebut dan menyatakan bahwa Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad telah melakukan pelanggaran etik berat (serious ethical misconduct) dan agar Ketua PB IDI segera melakukan penegakan keputusan MKEK yang ditunda demi menjaga kemuliaan dan kehormatan profesi luhur kedokteran. Bila tidak dijumpai itikad baik Dr. Terawan AGus Putranto, Sp.Rad maka Muktamar memerintahkan Pengurus Besar IDI untuk melakukan pemecatan tetap sebagai anggota IDI".

Sesuai SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan 02/2018, Terawan telah melanggar empat hal, antara lain:

1. Mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan dan pencegahan.

2. Tidak kooperatif terhadap undangan Divisi Pembinaan MKEK PB IDI, termasuk undangan menghadiri sidang Kemahkamahan.

3. Dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada Evidence Based Medicine (EBM)-nya.

4. Menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS) melalui metode diagnostik Digital Subtraction Angiography (DSA).

Menyimak putusan MKEK dan PB IDI, Terawan hanya bisa pasrah atas pemberhentian dirinya. Serta tidak ingin melakukan banyak perlawanan atas putusan tersebut.

"Biarkanlah saudara-saudara saya yang memutuskan. Apakah saya masih boleh nginep di rumah atau diusir ke jalan," kata Terawan melalui staf ahlinya saat masih menjabat menteri kesehatan, Andi.

Terawan juga meminta kepada masyarakat agar tidak ikut terseret masalahnya dengan IDI, dan berfokus pada penanganan pandemi COVID-19.

“Pak Terawan mengimbau, teman-teman sejawat dan yang lain agar bisa menahan diri untuk tidak menimbulkan kekisruhan publik, karena kita masih menghadapi pandemi COVID -19, kasihan masyarakat dan saudara-saudara sejawat yang di daerah, puskesmas, rumah sakit, dll, ikut terganggu," ungkapnya.

Terawan yang masih aktif melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara (RS DKT) Slamet Riyadi Surakarta, Jawa Tengah juga meminta agar tidak membenci IDI sembari mengingatkan mengenai esensi sumpah dokter.

"Semua dokter itu sesuai sumpah kita, teman sejawat itu seperti saudara kandung, jadi saya menyayangi semua saudara saya di sana (IDI)," tegas Terawan yang ditirukan oleh Andi.

Para Pembela Terawan di Parlemen

Serupa yang terjadi pada 2018, setelah putusan IDI yang memberhentikan Terawan mencuat ke publik, muncul suara pembelaan kepada mantan Menkes tersebut. Sebagian besar suara berasal dari para anggota DPR RI. Salah satunya dari Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad.

Sufmi mengungkapkan bahwa pemberhentian Terawan dari IDI berbahaya bagi dunia kedokteran. Dirinya juga menegaskan bahwa proses pemberhentian yang dilakukan IDI juga tidak sah.

"Ada dua alasan, pertama, pemecatan itu baru rekomendasi dari Majelis Kode Etik Kedokteran IDI. Yang kedua, rekomendasi ini perlu dieksekusi oleh PB [Pengurus Besar] IDI. Sementara pengurus lama [PB IDI] demisioner, [dan] pengurus baru belum dilantik. Lalu kemudian itu dibacakan dalam forum Muktamar [IDI di Aceh] oleh perangkat yang tidak jelas, sehingga menimbulkan kegaduhan,” katanya.

Dirinya mengakui sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar memfasilitasi masalah ini agar tidak terlalu berlarut.

"Saya sudah komunikasi dengan Menteri Kesehatan untuk kemudian memastikan Kemenkes memfasilitasi agar permasalahan-permasalahan ini tidak berlarut-larut. Lalu saya percaya Menkes dapat memfasilitasi pengurus IDI yang baru dengan Dokter Terawan sebagai anggota IDI. Saya [masih] sebut [Dokter Terawan] anggota IDI karena pemecatan itu tidak sah,” ujarnya.

Selain kepada Menteri Kesehatan, Sufmi Dasco menyerahkan sepenuhnya perihal Terawan kepada Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan.

“Saya pikir saya serahkan kepada Komisi IX, apakah Kemenkes perlu dipanggil atau tidak. Namun, yang penting, kita minta kepada Komisi IX untuk melakukan kajian yang komprehensif terhadap Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran. Sehingga nanti kita akan lihat, organisasi seperti IDI ini bagaimana kedudukannya dalam kondisi seperti ini,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Komisi IX langsung menggelar RDPU bersama PB IDI. Namun, acaranya yang sedianya digelar pada Selasa (29/3/2022) pukul 13.00 WIB harus ditunda setelah ada permohonan dari PB IDI karena sejumlah alasan.

"Komisi IX DPR RI telah mengagendakan untuk RDPU dengan IDI pada hari ini pukul 13.00 WIB. Sayangnya, IDI tidak hadir memenuhi undangan RDPU dari Komisi IX dengan alasan masih menyelesaikan dokumen muktamar," kata anggota Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh.

Sosok yang akrab disapa Ninik ini menjelaskan bahwa RDPU bersama IDI diadakan bukan semata untuk membahas masalah dr Terawan Agus Putranto, akan tetapi juga secara garis luar organisasi tersebut.

"Kami mengundang IDI bukan untuk membahas Terawan. Namun, untuk membahas kelembagaan dan fungsi organisasi IDI," jelasnya.

Salah satu topik yang ingin dia tanyakan adalah mengenai keberadaan Badan Pengawas di dalam tubuh IDI.

"Seperti contoh apakah IDI memiliki Badan Pengawas atau tidak? Karena saat ini ada banyak komplain mengenai IDI. Sehingga kalau dianggap hanya membahas soal Terawan tentu saja keliru," tegasnya.

Ninik menerangkan bahwa IDI adalah satu-satunya organisasi profesi yang mengeluarkan izin praktik dokter dan hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Hal inilah yang berkaitan dengan DPR, kita ingin tahu organisasi ini seperti apa, sehingga kalau ada amandemen undang-undang kita bisa tahu seperti apa dan langsung mendengar dari pihak IDI. Sehingga tidak ada sangkut paut mengenai Terawan," ungkapnya.

Secara terpisah, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Beni Satria menjelaskan bahwa ketidakhadiran pihaknya sudah dinyatakan dalam surat resmi yang dikirim kepada Komisi IX DPR RI sebelumnya.

"Info dari ketua umum, bahwa RDPU diundur hari Kamis (31/3/2022) dan sudah disampaikan dengan surat resmi," terangnya.

Menanti Proses Mediasi antara IDI dan Terawan

Secara mendadak pada Senin (28/3/2022), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggelar konferensi pers secara virtual. Di hari sebelumnya waktu tersebut digunakan untuk mengumumkan mengenai kondisi COVID-19 dan PPKM di Indonesia.

Secara singkat dan padat, Budi membuka pidato dengan penjelasan bahwa pihaknya siap membuka ruang dialog antara IDI dan Terawan.

"Kementerian Kesehatan akan membantu proses mediasi antara IDI dengan anggota-anggotanya agar komunikasi menjadi lebih baik, dan situasinya kembali baik dan kondusif," kata Budi.

Meski berusaha membantu, namun Budi tidak ingin melakukan intervensi karena memahami bahwa IDI adalah sebuah organisasi profesi yang memiliki AD/ART yang tidak boleh diganggu oleh pihak luar.

"Kami memahami bahwa masing-masing organisasi profesi memiliki AD/ART untuk mengatur anggotanya. Selain itu Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 telah memberikan amanah besar kepada IDI sebagai salah satu organisasi profesi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota dan dokter," jelasnya.

Budi mengingatkan bahwa perdebatan antara Dokter Terawan dan IDI tidak boleh berlarut-larut karena masih ada banyak masalah yang harus ditangani bersama terutama saat masa transisi dari pandemi menuju endemi.

"Dalam proses transisi dari pandemi menuju endemi membutuhkan daya dan tenaga untuk mencari solusi agar pandemi bisa diatasi, maka diharapkan permasalahan hubungan antara IDI dan anggotanya bisa diselesaikan dengan baik," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait PEMECATAN TERAWAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri