Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Mengapa Anggaran Kemenristek Dipangkas hingga Rp40 Triliun?

Staf Khusus Menteri Riset dan Teknologi Ekoputro Adijayanto mengatakan pemotongan anggaran Kemenristek karena perubahan nomenklatur, bukan karena pandemi COVID-19.

Mengapa Anggaran Kemenristek Dipangkas hingga Rp40 Triliun?
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro (kiri) menyampaikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi VII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Pemerintah pusat memangkas belanja sejumlah kementerian dan lembaga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Pemangkasan ini resmi dilakukan usai Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani Perpres Nomor 54 Tahun 2020.

Perpres tersebut mengatur soal perubahan postur dan rincian APBN 2020. Aturan ini merupakan tindak lanjutan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Pemangkasan anggaran tersebut dilakukan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

Dari semua kementerian dan lembaga yang dipangkas paling besar adalah Kementerian Riset dan Teknologi. Tak tanggung-tanggung, anggaran kementerian ini dipotong sekitar Rp40 triliun atau 94 persen, dari semula Rp42,1 triliun menjadi Rp2,4 triliun.

Staf Khusus Menteri Riset dan Teknologi dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek/BRIN) Ekoputro Adijayanto mengatakan pemotongan anggaran yang dilakukan Kementerian Keuangan ini merupakan realisasi dari perubahan nomenklatur Kemenristekdikti menjadi Kemenristek dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 23 Oktober 2019.

Konsekuensi dari perubahan nomenklatur tersebut, membuat fungsi pendidikan tinggi pada kementerian itu dihapus dan kemudian dialihkan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Akibatnya, anggaran program yang melekat pada fungsi itu juga ikut dialihkan.

“Ditjen Pendidikan Tinggi bergabung ke Kemendikbud. Mengingat saat ini Dikti telah bergabung kembali dengan Kemendikbud, maka anggaran Dikti sejumlah Rp40 triliun tersebut mengalami pemindahan alokasi dari Kemenristek/BRIN kepada Kemendikbud,” kata dia kepada reporter Tirto, Rabu (8/4/2020).

Ia pun membantah pengalihan anggaran tersebut dikaitkan dengan program penanganan virus Corona atau Coronavirus Disease (COVID-19) yang melanda Indonesia sejak awal Maret lalu.

Ekoputro berkata, dengan adanya pemindahan alokasi anggaran sebesar Rp40 triliun pada Kemendikbud, maka pagu anggaran Kemenristek/BRIN di 2020 hanya Rp2,76 triliun, yang selanjutnya disesuaikan kembali melalui Pepres 54 tahun 2020 menjadi Rp2,47 triliun.

Rincian Anggaran Dikti Rp40 Triliun

Berdasarkan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL) Kementerian Keuangan pada 2020, pagu anggaran Kemenristekdikti sebesar Rp42,166 triliun.

Anggaran tersebut yang terdiri dari, RM (rupiah murni) sebesar Rp29,974 triliun, RMP (rupiah murni pendamping) sebesar Rp206,5 miliar, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sebesar Rp2,196 triliun, BLU (badan layanan umum) sebesar Rp7,431 triliun, PLN (pinjaman luar negeri) sebsar Rp862,8 miliar, serta SBSN (surat berharga syariah negara) sebesar Rp1,494 triliun.

Adapun alokasi belanja pada 2020 akan disalurkan ke program prioritas antara lain: revitalisasi pendidikan tinggi vokasi, pemberian bantuan bagi mahasiswa berprestasi namun kurang mampu secara ekonomi berupa Bidikmisi dan KIP-Kuliah, Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (BP PTN BH), Pemberian Tunjangan Profesi Dosen, Beasiswa bagi Dosen, Riset Dosen, dan Produk Inovasi Perguruan Tinggi di Industri.

KIP kuliah juga diberikan untuk mahasiswa pendidikan vokasi atau politeknik, serta pendidikan sarjana pada program sains dan teknologi.

Anggaran Riset Kurang

Meski demikian, perubahan alokasi anggaran pada kementerian yang dipimpin Bambang Brodjonegoro ini bukan tanpa efek samping. Sebab, anggaran Kemenristek dinilai sangat minim oleh Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Wahid.

Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup adalah mitra kerja Kemenristek. Wahid menilai anggaran riset yang tersedia masih sangat kurang. Ditambah dengan adanya peralihan alokasi anggaran, program riset nasinal juga ikut terdampak.

Menurut dia perlu ada tambahan anggaran di kementerian riset tersebut.

“Dari segi kapasitas enggak layak karena kita butuh anggaran yang besar soal riset penelitian karena banyak hal yang harus kita kembangkan. Enggak hanya penelitian, tapi penerapan teknologi juga penting,” kata Wahid.

Wahid menambahkan, “Teknologinya tepat guna menjadi satu hal yang penting ke depan, sementara itu kan butuh anggaran besar untuk riset,” jelas dia.

Menurut Wahid, sejak perubahan nomenklatur pada Oktober 2019, belum ada pembahasan detail mengenai pemindahan anggaran dari Kemenristek ke Kemendikbud. Apalagi relokasi anggaran tersebut dilakukan bersamaan dengan isu pendanaan COVID-19.

Ke depannya, Wahid menginginkan anggaran riset tak lagi diotak-atik. Anggaran riset harus di tambah, karena Kementerian Riset akan membidangi litbang dan pusat data di seluruh kementerian.

“Ke depan perlu kita pikirkan Ristek itu anggarannya harus ditambah. Dengan presepsi bahwa kebutuhan penelitian dan penerapan teknologi itu jadi tulang punggung pembangunan Indonesia,” kata dia.

Baca juga artikel terkait APBN 2020 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz