Menuju konten utama

Mengadu ke Komnas HAM, Eks Pegawai BPPT: BRIN Lakukan Kebohongan

Eks pegawai BPPT mengatakan awalnya BRIN akan mengevaluasi untuk direkrut ke BRIN, tapi ternyata kenyataannya langsung diputus kontrak.

Mengadu ke Komnas HAM, Eks Pegawai BPPT: BRIN Lakukan Kebohongan
Tekhnisi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan persiapan akhir pengerahan Mobil Air Siap Minum (Arsinum) yang akan dikirim ke lokasi bencana untuk membantu korban banjir di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (6/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/ama.

tirto.id - Paguyuban Pegawai non-PNS (PPNP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melayangkan aduan ke Komnas HAM. Aduan terkait dengan pemutusan hubungan kerja imbas dari integrasi BPPT ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Kami mengadukan keluh kesah kami mengenai putus kontrak karyawan BPPT oleh BRIN ke Komnas HAM," kata Juru Bicara Paguyuban PPNPN BPPT, Andika kepada Tirto, Rabu (5/1/2022).

Dia menuturkan saat ini sekitar 500-an mantan pegawai BPPT yang terdampak peleburan dengan BRIN. Namun kata dia, masih terdapat ratusan lagi karyawan BPPT yang terdampak tapi belum terdata.

Mereka banyak yang sudah bekerja selama belasan bahkan puluhan tahun sebagai honorer dan kini usianya sepuh. Apalagi banyak dari mereka yang telah mendapatkan penghargaan dari presiden atas kinerjanya.

"Kami sudah seperti keluarga, kalau kami tuh hanya ingin diperdayakan lagi, jangan diputus sebelah pihak, apalagi masa pandemi, cari kerja susah. Kami minta dimanusiakan, kami kan aset negara," ucapnya.

Dirinya menjelaskan awalnya BRIN mengatakan akan mengevaluasi karyawan BPPT untuk direkrut ke BRIN.

"BRIN bohong semua, enggak ada yang namanya evaluasi, kami diputus kontrak langsung, tidak ada sosialisasi untuk prepare dan inisiatif memberikan jangka waktu," ucapnya.

BRIN juga sempat memberikan mereka opsi seperti Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

Setidaknya ada 5 opsi yang ditawarkan BRIN. Pertama, PNS Periset langsung dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai Peneliti; periset honorer berumur di atas 40 tahun dan berstatus S3 akan mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021; periset honorer berumur di bawah 40 tahun dan berstatus S3 akan mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021.

"Waktu itu ada, tapi kan harus kuliah lagi, biaya sendiri. Kan minimal S2 dan S3. Kami yang lulusan SMA sudah habis waktunya. Kalau yang sudah tua sudah habis waktunya, sama saja bohong," pungkasnya.

Setelah memberikan pengaduan dan melakukan audiensi, kata Andika, Komnas HAM meminta mereka melengkapi berkas pengaduan, data karyawan dari pertama kerja sampai Desember 2021 dan berapa banyak karyawan yang terdampak di 20 balai BPPT, dan surat kontrak akhir di BPPT.

"Kami diminta lengkapi itu selama dalam waktu dekat agar bisa diproses," tuturnya.

Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan yang datang ke Komnas HAM hari ini baru sebagian pegawai. Sebab masih ada ratusan pegawai lain yang juga bernasib sama akibat integrasi ke BRIN.

Komnas HAM, kata Beka akan segera merespons dengan meminta keterangan pada pihak terkait termasuk juga BRIN dan menanyakan perihal status kepegawaian.

"Kami juga akan menanyakan solusi ratusan staf yang terdampak dari integrasi ini," ujar Beka.

BRIN mengintegrasikan Kementerian Riset dan Teknologi, dan empat lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) yang meliputi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, BPPT, Badan Tenaga Nuklir Nasional, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

BRIN juga mengintegrasikan sejumlah unit penelitian dan pengembangan yang ada di kementerian/lembaga lain termasuk Eijkman dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan opsi yang ditawarkan pihaknya kepada eks tenaga honorer BPPT sama dengan mantan pegawai LPNK lain seperti Eijkman, LIPI, Batan, dan Lapan.

"Ini opsi generik yang berlaku untuk semua," kata Laksana Tri Handoko dikutip dari ANTARA, Rabu (5/1/2022).

Baca juga artikel terkait PELEBURAN BRIN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto